Beberapa Macam Tanggapan Pelaku Usaha terhadap Putusan KPPU
menguatkan putusannya, dan selanjutnya tidak dimungkinkan pula bagi pelaku usaha untuk menguatkan dalil-dalil keberatannya. Artinya, pengajuan replik dari pelaku
usaha dan duplik dari KPPU tidak dimungkinkan seperti halnya proses beracara dalam pemeriksaan perkara perdata pada umumnya, dan selanjutnya pembuktian
langsung kepada pengadilan dan pengajuan kesimpulan.
Perbedaan selanjutnya adalah mengenai kompetensi relatif PN yang memeriksa perkara keberatan. Gugatan keberatan terhadap putusan KPPU diajukan di PN yang
wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha tersebut. Ini berbeda dengan pengajuan gugatan perdata pada umumnya, dimana gugatan dilakukan
di pengadilan di tempat tinggal tergugat
actor sequitur forum rei sesuai dengan Pasal 118 ayat 1 HIR. Asas
actor sequitur forum rei tidak dapat diterapkan dalam pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU, sehingga domisili hukum KPPU tidak
menjadi syarat untuk menentukan kompetensi relatif PN dalam perkara keberatan.
Pendaftaran keberatan diajukan kepada PN yang berwenang untuk memeriksanya dan didaftarkan kepada kepaniteraan PN yang bersangkutan. Nomor
registrasi keberatan mempunyai nomor dan kode khusus dibedakan dari perkara perdata pada umumnya. Kode perkara tersebut adalah: Nomor PerkaraKPPUTahun
Singkatan Pengadilan Negeri yang memeriksa.
Setelah keberatan didaftarkan pada kepaniteraan PN, Pasal 4 ayat 2 Perma No 3 Tahun 2005 menentukan bahwa pelaku usaha yang mengajukan keberatan harus
memberikan salinan keberatan kepada KPPU. Ketentuan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada KPPU untuk mempelajari hal hal yang menjadi keberatan pelaku
usaha tersebut, sehingga ketika di persidangan KPPU sudah menyiapkan jawaban dan bukti bukti yang diperlukan sehingga persidangan diharapkan dapat dilakukan
dengan cepat dan eisien. Ketentuan ini mirip dengan prosedur acara perdata yang menetukan bahwa setelah gugatan penggugat didaftarkan di kepaniteraan PN, maka
salinan gugatan tersebut akan dikirimkan kepada tergugat. Ketentuan ini bertujuan selain sebagai pemberitahuan adanya gugatan juga berfungsi untuk menjelaskan pada
tergugat tentang duduk perkara serta untuk kepentingan pembelaan tergugat.
Selanjutnya Ketua PN menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa keberatan terhadap putusan KPPU. Mengenai penunjukan majelis hakim ini Pasal 5 ayat 1
Perma No 3 tahun 2005 menentukan agar Ketua PN sedapat mungkin menunjuk hakim-hakim yang mempunyai pengetahuan yang cukup di bidang hukum persaingan
usaha. Namun demikian, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai ukuran cukup pada kalimat ”hakim yang mempunyai pengetahuan yang cukup dibidang hukum
persaingan usaha” tersebut serta bagaimana bila dalam suatu PN tidak ada hakim yang mempunyai pengetahuan tersebut.
Selain ketidak jelasan tentang masalah pengetahuan hakim, hukum acara KPPU juga tidak menjelaskan tentang pemanggilan pihak yang mempunyai kedudukan
hukum di luar negeri. Hal ini menjadi isu yang sangat penting dalam perkara divestasi kapal tanker VLCC milik PT Pertamina Persero di mana Goldman Sachs
Pte mempunyai kedudukan hukum di luar negeri.
Apabila pihak yang dipanggil mempunyai kedudukan hukum di luar negeri, lazimnya panggilan disampaikan melalui saluran diplomatik, di mana panggilan
disampaikan melalui departemen luar negeri untuk disampaikan kepada departemen luar negeri di mana pihak yang dipanggil tersebut memiliki kedudukan hukum.
Jangka waktu pemanggilan itu sendiri biasanya memakan waktu tiga bulan. Padahal pemeriksaan keberatan harus diputus dalam waktu 30 hari. Dalam perkara Goldman
Sachs tersebut pemanggilan hanya dilakukan melalui pengumuman di harian the Jakarta Post.
Tidak adanya mekanisme yang jelas dalam masalah ini sangat merugikan pelaku usaha yang berkedudukan diluar negeri. Ketidak hadiran mereka dalam
sidang keberatan yang dikarenakan tidak sampainya panggilan atau tidak cukupnya waktu panggilan dengan hari sidang menyebabkan pelaku usaha tersebut tidak
dapat hadir pada hari sidang. Akibatnya mereka tidak dapat mengajukan pembelaan yang semestinya. Akibatnya, permohonan keberatan mereka dapat ditolak oleh
majelis hakim. Dengan demikian perlu diatur dengan jelas tentang jangka waktu pemanggilan serta cara pemanggilan yang sesuai untuk pelaku usaha yang
berkedudukan diluar negeri.
3. Kedudukan PN Dalam Memeriksa Perkara Keberatan Tugas PN dalam memeriksa masalah keberatan adalah menilai kembali
putusan KPPU, dengan mempertimbangkan fakta dan penerapan hukumnya. Kedudukan PN dalam hal ini menyerupai kedudukan Pengadilan Tinggi PT dalam menangani
masalah banding yang memeriksa kembali perkara dari awal baik mengenai fakta maupun penerapan hukumnya.
Oleh karena itu, pemeriksaan keberatan terhadap putusan KPPU dapat dikatakan seolah olah sebagai pemeriksaan banding karena menurut Perma No 3 Tahun 2005 :
a. Pasal 5 ayat 4 “Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan KPPU dan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat 2”.
b. Pasal 6 ayat 1 “Dalam hal Majelis Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela memerintahkan kepada KPPU untuk
dilakukan pemeriksaan tambahan”.