Penetapan Posisi Dominan POSISI DOMINAN DAN PENYALAHGUNAANNYA

Pertanyaannya adalah bagaimana pelaku usaha melakukan penyalahgunaan posisi dominannya sehingga pasar dapat terdistorsi. Bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominan atau hambatan-hambatan persaingan usaha yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat 1 dan Pasal 19. Walaupun ada yang berpendapat bahwa Pasal 19 dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang tidak mempunyai posisi dominan, tetapi ketentuan Pasal 19 mempunyai kesamaan dengan ketentuan Pasal 25 ayat 1 UU No. 51999. Pasal 25 ayat 1 menetapkan, bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk : a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing dari segi harga maupun kualitas; atau b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan. Sedangkan larangan Pasal 19 disebut dengan penguasaan pasar. Penguasaan pasar disini sebetulnya adalah suatu proses pelaku usaha untuk menguasai pasar baik yang dilakukan secara sendirian maupun secara bersama dengan pelaku usaha yang lain. Akibat dari pencapaian terhadap penguasaan pasar baca: posisi dominan maka pelaku usaha tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa : a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan yang sama pada pasar yang bersangkutan; atau b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaingnya itu ; atau membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan; atau c. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Sehingga hambatan persaingan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 19 sebagian sudah diatur di dalam Pasal 25 ayat 1 UU No. 51999, seperti ketentuan Pasal 19 huruf a telah diatur di dalam Pasal 25 ayat 1 huruf c. Ketentuan Pasal 19 huruf b melarang pelaku usaha menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu. Hal yang hampir sama juga diatur di dalam Pasal 25 ayat 1 huruf a yang menetapkan, bahwa pelaku usaha dilarangan menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Demikian juga tentang pembatasan pasar diatur di dalam Pasal 19 huruf c, yaitu pelaku usaha dilarang melakukan suatu kegiatan untuk membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan jasa pada pasar yang bersangkutan, diatur hal yang hampir sama di dalam Pasal 25 ayat 1 huruf b, yang berbunyi pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi. Sehingga, dari ketentuan Pasal 25 ayat 1 pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat menyalahgunakan posisi domiannya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk: a. Mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan menetapkan syarat-syarat perdagangan; atau b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Bagaimana pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan melakukan hal-hal yang disebutkan di dalam Pasal 25 ayat 1 tersebut, akan dijelaskan di bawah ini.

a. Mencegah atau menghalangi konsumen

Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat melakukan suatu tindakan untuk mencegah atau menghalangi konsumen untuk memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan menetapkan syarat perdagangan. Syarat utama yang harus dipenuhi oleh ketentuan Pasal 25 ayat 1 huruf a adalah syarat perdagangan yang dapat mencegah konsumen memperoleh barang yang bersaing baik dari segi harga maupun dari segai kualitas. 209 Dapat disimpulkan bahwa konsumen telah mempunyai hubungan bisnis dengan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan. Pertanyaannya adalah mengapa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat mengontrol konsumen atau pembeli untuk tidak membeli barang dari pesaingnya? Biasanya konsumen tersebut ada ketergantungan terhadap pelaku usaha 209 Heermann, in Knud Hansen, op.cit. p.357 yang mempunyai posisi dominan. Posisi dominan pelaku usaha yang dapat mencegah konsumen untuk tidak memperoleh barang atau jasa dari pesaing pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah sangat kuat. Dikatakan sangat kuat, karena pelaku usaha tersebut dapat mengontrol perilaku konsumen tersebut untuk tidak membeli barang yang bersaing dari pesaing pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut. Mengapa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat mengontrol konsumenpembeli tersebut? Karena pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan menetapkan syarat-syarat perdagangan di depan, yaitu pada waktu konsumen pembeli mengadakan hubungan bisnis dengan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut. Hal ini memang agak jarang ditemukan di dalam aturan hukum persaingan usaha negara lain. Yang sering terjadi adalah bahwa pelaku usaha posisi dominan menolak pelaku usaha yang lain pembeli untuk mendapatkan barang dari pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut refusal to deal. Kasus VI.2 Di dalam Putusan KPPU Perkara No. 06KPPU-L2004 ditetapkan bahwa PT ABC ditetapkan menyalahgunakan posisi dominannya dengan melakukan program geser kompetitor PGK. PT Arta Boga Cemerlang PT ABC ditetapkan mempunyai posisi dominan karena menguasai 88,73 pangsa pasar baterai manganese AA secara nasional. Di dalam kasus Carrefour KPPU menetapkan dalam putusannya bahwa Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a UU No. 51999, karena menetapkan syarat perdagangan yang mengakibatkan pelaku usaha pemasok tidak dapat memasok produknya ke Carrefour lihat box. Kasus VI.3 Di dalam Putusan KPPU No. 02KPPU-L2005 ditetapkan bahwa Carrefour mempunyai market power dibandingkan dengan Hypermart, Giant dan Clubstore karena Carrefour mempunyai gerai yang terbanyak. Dengan market power tersebut menimbulkan ketergantungan bagi pemasok agar produknya dapat dijual di Carrefour. Bukti menghalangi pemasok ke Carrefour adalah dengan memberlakukan minus margin yang mengakibatkan salah satu pemasoknya menghentikan pasokannya kepada pesaing Carrefour yang menjual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga jual di gerai Carrefour untuk produk yang sama. Carrefour dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a UU No. 51999.

b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi

Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat membatasi pasar. Pengertian membatasi pasar di dalam ketentuan ini tidak dibatasi. Pengertian membatasi pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan sebagai penjual atau pembeli dapat diartikan dimana pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai kemungkinan besar untuk mendistorsi pasar yang mengakibatkan pelaku usaha pesaingnya sulit untuk dapat bersaing di pasar yang bersangkutan. Bentuk-bentuk membatasi pasar dapat dilakukan berupa melakukan hambatan masuk pasar entry barrier, mengatur pasokan barang di pasar atau membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa di pasar yang bersangkutan 210 dan melakukan jual rugi yang akan menyingkirkan persaingnya dari pasar. 211 Termasuk melakukan perjanjian tertutup 212 dan praktek diskriminasi 213 dapat dikategorikan suatu tindakan membatasi pasar. Misalnya deinisi diskriminasi tidak ada ditetapkan di dalam UU No. 51999. Secara umum tindakan diskriminasi dapat diartikan bahwa seseorang atau pelaku usaha memperlakukan pelaku usaha lain secara istimewa, dan pihak lain pelaku usaha lain tidak boleh menikmati keistimewaan tersebut, atau ditolak. Atau pelaku usaha yang menguasai suatu fasilitas jaringan teknologi tertentu essential facilities doctrine yang seharusnya dapat dibagikan kepada pelaku usaha pesaingnya asalkan tidak mengganggu sistem jaringan teknologi tersebut jika dibagikan kepada pelaku usaha pesaingnya. Tentu pelaku usaha yang menikmati jaringan teknologi harus membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi penggunaan jaringan tersebut. Penyalahgunaan yang lain yang diatur di dalam 25 ayat 1 b adalah membatasi pengembangan teknologi. Sebenarnya pengembangan teknologi adalah merupakan hak monopoli pelaku usaha tertentu yang menemukannya menjadi hak atas kekayaan intelektual penemunya. 214 Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 50 hurf b UU No. 51999 yang mengecualikan hak atas kekayaan intelektual. Oleh karena itu, pengertian pembatasan pengembangan teknologi harus diinterpretasikan sebagai upaya pelaku usaha tertentu terhadap pengembangan teknologi yang dilakukan oleh pelaku usaha pesaingnya untuk meningkatkan produksi barang baik segi kualitas mapun kuantitas.

c. Menghambat pesaing potensial

Bentuk penyalagunaan posisi dominan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah menghambat pelaku usaha yang lain yang berpotensi menjadi pesaing di pasar yang bersangkutan. Ketentuan ini ada kesamaan 210 Lihat Pasal 19 huruf c UU No. 51999. 211 Lihat Pasal 20 UU No. 51999. 212 Lihat Pasal 15 UU No. 51999 213 Lihat Pasal 19 huruf d UU No. 51999 214 Heermann, in Knud Hansen, op.cit. p.359