Persekongkolan KEGIATAN YANG DILARANG DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

Dalam Keppres inipun juga diatur tentang kebijakan pemerintah sehubungan dengan pengadaantender barang dan atau jasa, yaitu untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun serta rekayasa nasional yang sasarannya adalah dalam rangka memperluas kesempatanlapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri, meningkatkan peran serta usaha kecil dan menengah, meningkatkan profesionalisme, kemandirian serta tanggung jawab bagi pengguna dan penyedia barangjasa serta panitiapejabat pengadaan. Kebijakan pemerintah lainnya yang perlu ditempuh dalam rangka pengadaan barang jasa adalah untuk meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan, menumbuh kembangkan peran serta usaha nasional serta perlunya publikasi pengumuman secara terbukatransparan rencana pengadaan kepada masyarakat maupun pelaku usaha yang berminat dalam kegiatan pengadaan barangjasa. Hal lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kegiatan pengadaan tender barang maupun jasa adalah adanya kemungkinan terjadinya persekongkolan dalam proses tender tersebut. Banyak dijumpai dalam praktek, bahwa kegiatan tender barangjasa selalu dikaitkan dengan persekongkolan. Nuansa persekongkolan konspirasi senantiasa menyertai pada setiap kegiatan tender barangjasa. Persekongkolan mempunyai karakteristik tersendiri, karena dalam persekongkolan conspiracykonspirasi terdapat kerjasama yang melibatkan dua atau lebih pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum. Dengan demikian persekongkolan dalam tender merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh dua atau lebih pelaku usaha dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. Kegiatan bersekongkolkonspirasi dalam tender ini dapat dilakukan oleh satu atau lebih peserta yang menyetujui satu peserta dengan harga yang lebih rendah, dan kemudian melakukan penawaran dengan harga di atas harga perusahaan yang direkayasa sebagai pemenang. Kesepakatan semacam ini bertentangan dengan proses pelelangan yang wajar, karena penawaran umum dirancang untuk menciptakan keadilan dan menjamin dihasilkannya harga yang murah dan paling eisien. 182 Oleh karena itu, persekongkolan dalam penawaran tender dianggap menghalangi terciptanya persaingan yang sehat di kalangan para penawar yang beriktikad baik untuk melakukan usaha di bidang bersangkutan. 182 R. Sheyam Khemani, op.cit. p.23. Persekongkolan tender secara khusus diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, yang berbunyi : “bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur 183 dan atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat“. Oleh karena itu yang dilarang dalam Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 adalah persekongkolan conspiracy dan collusion antara pelaku usaha dengan pihak lain dalam penentuan pemenang tender, yakni melalui pengajuan untuk menawarkan harga dalam memborong suatu pekerjaan atau juga pengajuan penawaran harga untuk pengadaan barang dan jasa-jasa tertentu. Akibat dari persekongkolan dalam menentukan siapa pemenang tender ini, seringkali timbul suatu kondisi “barrier to entry” yang tidak menyenangkanmerugikan bagi pelaku usaha lain yang sama- sama mengikuti tender peserta tender yang pada gilirannya akan mengurangi bahkan meniadakan persaingan itu sendiri. Dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 juga dicantumkan adanya pihak lain selain pelaku usaha dalam persekongkolan, dimana dalam ketentuan Pasal 22 tersebut persekongkolan tender terdiri atas beberapa unsur, yakni unsur pelaku usaha, bersekongkol, adanya pihak lain, mengatur dan menentukan pemenang tender, serta persaingan usaha tidak sehat. Istilah “pelaku usaha” diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yaitu, bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Adapun istilah “bersekongkol” diartikan sebagai kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu. Istilah tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut : kerjasama antara dua pihak atau lebih, secara terang- terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya, membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, menciptakan persaingan semu, menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan, tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya 183 Kata “mengatur“ yang terdapat dalam pasal tersebut dapat diartikan sebagai suatu tindakan negatif konotasinya negatif yang berkait dengan persekongkolan. Dalam praktek suatu tender yang ditawarkan oleh pemerintah misalnya, harus diatur secara transparanterbuka dengan prosedur tertentu guna menentukan siapa yang akan menjadi pemenang tender.