Pangsa Pasar Merger PENGGABUNGAN

pembatasan terhadap perilaku yang bertujuan mengeksploitasi pasar. Di samping itu perlu juga menciptakan mekanisme pengontrolan di industri yang secara ekonomi tidak kompetitif sehingga eksploitasi pasar dapat dihindarkan. Oleh sebab itu harus ada pengaturan terhadap kondisi yang menghambat persaingan dengan jalan mengontrol perilaku pelaku usaha, melalui regulasi yang mengatur industri apa sajakah yang dikategorikan sebagai competitive dan non-competitive, ataupun regulasi yang jelas mengenai industri yang diproteksi atau dikecualikan dari pengaturan undang-undang. Keseluruhan ini sangat ditentukan oleh kebijakan persaingan serta peraturan pelaksananya 278 . Keputusan untuk memberlakukan regulasi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya kepentingan sosial, politik dan kondisi perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu bentuk, tujuan, karakter dan ruang lingkup pengaturan tersebut dapat saja berubah sesuai kondisi yang ada pada saat itu. Sebagai contoh, selama beberapa dekade pasar di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemberian hak khusus kepada sekelompok pengusaha tertentu dan demikian juga pada saat yang bersamaan pemerintah mempunyai kebijakan untuk memproteksi usaha kecil dan menengah yang didasarkan pada interpretasi Pasal 33 UUD’1945. 279 Kebijakan ini melahirkan konglomerasi ataupun pada kesempatan lain menciptakan mekanisme bapak angkat untuk koperasi dan UKM. Sesudah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, terjadi perubahan yang cukup signiikan saat pemerintah melakukan deregulasi di berbagai bidang. Berbagai faktor kegagalan perekonomian saat itu dianggap berasal dari ketidakjelasan kebijakan persaingan yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mendorong kebutuhan lahirnya Undang-undang Anti Monopoli beserta peraturan lainnya 280 . Di samping itu ada 2 ketetapan MPR yang mengisyaratkan juga selama ini telah terjadi distorsi ekonomi yang mengakibatkan ekonomi Indonesia tidak berjalan kompetitif. Untuk itu MPR mengeluarkan dua ketetapan untuk mengatur tentang kebijakan ekonomi yang lebih kompetitif, yaitu: Ketetapan MPR RI No XMPR1998 dan Ketetapan MPR RI No XVIMPR1998. Tap MPR RI No XMPR1998 mengatur tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara, dalam Bab II Kondisi Umum Bagian A. Ekonomi yang menyebutkan: “Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama 32 tahun Orde Baru telah mengalami kemerosotan yang memprihatinkan, 278 Corwin D. Edwards, Maintaining Competition Requisites of a Governmental Policy, 1st ed. McGraw Hill Book Company, Inc, 1949 pp. 14-15. 279 Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia Indonesian Competition Report Elips Project, 2000. 280 Lihat pendapat Prof. Sadli dalam Hall Hill, The Indonesian Economy Since 1966, 2nd ed. Cambridge University Press, 2000 p. 93. karena terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang lebih luas. Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal dan kesulitan- kesulitan makro dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan karena penyelenggaraan perekonomian nasional kurang mengacu pada amanat pasal 33 UUD 1945 dan cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak timbulnya kesenjangan sosial. Kelemahan fundamental itu juga disebabkan pengabaian perekonomian kerakyatan yang sesungguhnya bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya manusia sebagai keunggulan komparatif dan kompetitif. Munculnya konglomerasi dan kelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak kompetitif”. Berdasarkan uraian di atas maka kebijakan persaingan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu: a. Melalui regulasi yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan mekanisme pasar. Bahwa peraturan yang dibuat adalah untuk mencapai tujuan seperti sebagaimana diamanatkan dalam persaingan, tetapi peraturan tersebut diberlakukan khusus untuk industri yang diproteksi. Regulasi ini sejalan dengan peraturan lainnya yang bertujuan meningkatkan kinerja industri tetapi melalui adanya pembatasan masuk ke pasar new entry to market, termasuk regulasi mengenai harga atau pelayanan. Sebagai contoh, industri atau pasar yang diatur regulated market vital dalam memenuhi kebutuhan rakyat banyak, seperti air, listrik atau telekomunikasi. Dengan dibatasinya entry atau pelaku lain masuk ke pasar, maka pelaku yang telah ada di pasar incumbent wajib untuk menjadi eisien, inovatif dan meningkatkan pelayanan sebab tidak perlu lagi mengalokasikan sumberdayanya atau kemampuannya untuk bersaing kecuali hanya fokus pada untuk tujuan-tujuan yang diatur dalam regulasi atau peraturan dimaksud. b. Memberlakukan Hukum Persaingan untuk mengatur perilaku dan kegiatan dalam persaingan atau bahkan untuk mengganti atau mendukung peraturan yang telah ada sebelumnya. Bagaimanakah pasal dalam undang-undang Hukum Persaingan dapat dipersiapkan untuk mengatasi kegagalan pasar dengan tidak bertentangan dengan tujuan undang-undang itu sendiri, misalnya dengan cara memberlakukan pengecualian exemption dalam undang-undang tersebut. Sementara itu di lain pihak, kita perlu tidak boleh lupa bahwa undang-undang Hukum Persaingan ditujukan untuk mengawasi proses persaingan yang berlaku bagi semua pelaku usaha tanpa terkecuali ? 281 Oleh sebab itu harmonisasi berbagai regulasi yang dibuat harus mempertimbangan bahwa peraturan pengecualian tersebut tidak akan berbenturan dengan persaingan usaha, sistem ekonomi yang dianut maupun peraturan yang lebih tinggi di atasnya. Diantaranya dengan melihat pada pertimbangan norma hukum yang berlaku serta aspirasi kepentingan umum sehingga peraturan pengecualian itu dapat merasionalisasi berbagai kepentingan yang ada. VIII.1 Pengecualian Hukum Persaingan adalah elemen esensial sehingga dibutuhkan adanya undang- undang sebagai “code of conduct” bagi pelaku usaha untuk bersaing di pasar sesuai dengan aturan undang-undang. Negara berkepentingan bahwa kebijakan persaingan adalah ditujukan untuk menjaga kelangsungan proses kebebasan bersaing itu sendiri yang diselaraskan dengan freedom of trade kebebasan berusaha, freedom of choice kebebasan untuk memilih dan access to market terobosan memasuki pasar. 282 Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU No.5 Tahun 1999 juga bertujuan untuk meningkatkan eisiensi nasional melalui pengalokasian sumber daya dengan berlandaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. 283 Di samping tujuan tersebut, sesuai dengan Pancasila dan UUD’45 secara eksplisit UU No.5 Tahun 1999 juga menegaskan bahwa ada kebijakan persaingan yang berorientasi pada jaminan kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. 284 Oleh sebab itu kebijakan persaingan competition policy 285 suatu negara dalam penegakan hukum persaingan akan sangat menentukan efektif berlakunya undang-undang Hukum Persaingan. Kebijakan ini diterjemahkan dengan mempertimbangkan industri manakah yang perlu diregulasi atau industri manakah yang terbuka untuk bersaing. 281 Lawrence A. Sullivan and Warren S. Grimes, op.cit. p. 700. 282 A Framework For the Design and Implementation of Competition Law and Policy , loc.cit. 283 Lihat Bab II Asas dan Tujuan, Pasal 2 yang mengatakan bahwa Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. 284 Lihat Pasal 3, Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk: a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan eisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha ; dan d. terciptanya efektivitas dan eisiensi dalam kegiatan usaha. 285 Edward M. Graham and J. David Richardson, Global Competition Policy, Institute for International Economics Washington DC, 1997 p. 23. Competition policy is concerned with the interirm behavior as well as the behavior of each other irm alone. Pada umumnya kebijakan persaingan dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan misalnya: adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual HAKI, perdagangan, perlindungan terhadap usaha kecil atau menengah serta kepentingan nasional terhadap perekonomian yang dikelola oleh badan-badan usaha milik negara BUMN. Hukum Persaingan juga mengenal adanya pengecualian exemption untuk menegaskan bahwa suatu aturan hukum dinyatakan tidak berlaku bagi jenis pelaku tertentu ataupun perilakukegiatan tertentu. Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu acuan yang dipergunakan untuk pengecualian apakah suatu kegiatan, industribadan, pelaku usaha yang bagaimanakah yang dikecualikan dari pengaturan hukum persaingan. Pemberian pengecualian dalam Hukum Persaingan umumnya didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: a. Adanya instruksi atau perintah dari UUD; b. Adanya instruksi atau perintah dari UU ataupun peraturan perundangan lainnya; c. Instruksi atau pengaturan berdasarkan regulasi suatu badan administrasi. 286 Untuk itu perlu kita mengetahui alasan apakah yang menjadi dasar pertimbangan diberikannya pengecualian dalam undang-undang Hukum Persaingan. Pada umumnya pengeculian yang diberikan berdasarkan 2 alasan, yaitu: a. Industri atau badan yang dikecualikan telah diatur oleh peraturan perundang atau diregulasi badan pemerintah yang lain dengan tujuan memberikan perlindungan khusus berdasarkan kepentingan umum public interests, misalnya: transportasi, air minum, listrik, telekomunikasi, dan lain-lain. b. Suatu industri memang membutuhkan adanya perlindungan khusus karena praktek kartelisme tidak dapat lagi dihindarkan dan dengan pertimbangan ini maka akan jauh lebih baik memberikan proteksi yang jelas kepada suatu pihak daripada menegakkan undang-undang Hukum Persaingan itu sendiri. 287 Berdasarkan pertimbangan dan alasan ini maka umumnya berbagai Negara memberikan atau mengatur tentang pengecualian di dalam undang-undang Hukum Persaingan mereka. Dengan kata lain, pengecualian merupakan hal yang umum dalam undang-undang Hukum Persaingan dan tidak dianggap sebagai hal yang dirasa dapat menghambat persaingan usaha itu sendiri. 288 286 Jorde, Thomas, et all. Gilbert Law Summaries - Anti trust, 9th ed. Harcourt Brace Legal and Professional Publications. Inc, 1996 p. 114. 287 Ibid. 288 Sebagai contoh, Amerika Serikat memberlakukan pengecualian terhadap Perjanjian Perburuhan labor exemption dan industri asuransi insurance exemption dengan mengeluarkan McCarran-Fergusson Act, di samping pengecualian lain terhadap pertanian dan perikanan, usaha kecil dan menengah, asosiasi ekspor dan olah raga dan lainnya. Sementara Jepang terfokus pada pengecualian terhadap pertanian dan koperasi.