Jadi, suatu posisi dominan suatu pelaku usaha tidak saja ditentukan sebagaimana oleh Pasal 25, tetapi juga dapat ditentukan oleh karena jabatan
rangkap sebagaimana diatur di dalam Pasal 26 dan kepemilikan saham silang sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 UU No. 51999. Oleh karena itu ketiga
pasal ini ditempatkan pada Bab Posisi Dominan di dalam struktur ketentuan UU No. 51999. Penilaian terhadap Pasal 26 dan Pasal 27 apakah jabatan rangkap dan
kepemilikan saham silang, tetap dipengaruhi struktur pasar yang bersangkutan, yaitu apakah akibat jabatan rangkap dan kepemilikan silang mempunyai posisi
dominan, sehingga akibat posisi dominan yang dimiliki maka penyalahgunaan posisi dominannya melalui jabatan rangkap dan kepemilikan saham silang lebih
efektif untuk mendistorsi pasar yang bersangkutan. Jadi, ketentuan Pasal 27 UU No. 51999 walaupun menurut ketentuan UU No. 51999 bersifat
per se illegal, maka sebaiknya dalam penerapannya digunakan pendekatan
rule of reason. Hal ini untuk memberikan konsistensi diantara ketentuan Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17, Pasal
18 dengan Pasal 25 dan Pasal 27 UU No. 51999.
225
Demikian juga Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa larangan dalam Pasal 27 masuk dalam kategori sebagai
larangan berdasarkan rule of reason, dan bukan per se illegal.
226
Jadi, walaupun ketentuan Pasal 27 secara normatif bersifat per se tetapi
didalam prakteknya bersifat rule of reason sebagaimana telah diterapkan oleh
KPPU pada kasus Temasek Group.
225
Lihat Udin Silalahi, Prosiding Seminar Eksaminasi Putusan No. 07KPPU-L2007 Kasus Posisi dominan dan Kepemilikan Silang Jakarta: CSIS, 2008 p.137
226
Hikmahanto Juwana, op.cit. p.211.
BAB VII Merger PENGGABUNGAN
Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya
maximizing proit. Memaksimalkan keuntungan akan diupayakan oleh pelaku usaha dengan
berbagai cara, dan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha adalah dengan metode
merger. Maksimalisasi keuntungan diharapkan dapat terjadi karena secara teori,
merger dapat menciptakan eisiensi sehingga mampu mengurangi biaya produksi perusahaan hasil
merger. Eisiensi diharapkan dapat tercipta karena perusahaan hasil merger akan
dapat mengeksploitasi skala ekonomi economies of scale dalam proses produksi.
Skala ekonomi menjadi penting bila didalam suatu pasar, biaya produksi yang diperlukan akan sangat tinggi dibandingkan dengan besarnya pasar.
227
Selain itu eisiensi dapat juga dicapai dengan skema merger melalui eksploitasi economies of
scope, eisiensi marketing, atau sentralisasi research and development.
228
Selain untuk alasan eisiensi, merger juga merupakan salah satu bentuk pelaku usaha untuk keluar dari pasar atau bagi pelaku usaha kecil jika dianggap
tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk meneruskan usahanya
229
. Sehingga merger
juga dapat menjadi salah satu jalan keluar jika pelaku usaha mengalami kesulitan likuiditas, sehingga kreditor, pemilik, dan karyawan dapat terlindungi dari kepailitan.
230
Merger juga menjadi jalan keluar bagi pelaku usaha dalam memenuhi peraturan pemerintah apabila masih ingin bertahan dalam pasar. Sebagai
misal adanya program Arsitektur Perbankan Indonesia
231
yang dijalankan oleh Bank Indonesia yang menginginkan peningkatan kecukupan rasio cadangan
dari bank umum, membuat para pelaku usaha pemilik bank dihadapi 2 dua pilihan, yaitu menyuntikan dana tambahan atau melakukan
merger.
227
Alison Jones and Brenda Sufrin, EC Competition Law, Text, Cases, and Materials New York: Oxford University Press, 2004 p.848.
228
Ibid. p.848.
229
Ibid. p.849.
230
Loc.cit. p.848.
231
http:www.bi.go.idwebidinfo+pentingarsitektur+perbankan+indonesia, 22 Januari 2007.
Tujuan ekonomi pada dasarnya adalah tujuan kepentingan umum. Dan masih menjadi perdebatan apakah tujuan ekonomi merupakan satu-satunya alasan
dibuatnya kebijakan merger. Tetapi kenyataannya, kepentingan politis justru menjadi
faktor penentu dalam penyusunan jurisdiction merger review dalam sektor industri.
Perlu diskusi mengenai ruang lingkup tujuan kepentingan umum dalam penyusunan kebijakan
merger antara kriteria non kompetisi secara umum dengan pengajuan merger pada sektor-sektor tertentu.
Kebijakan merger adalah bagian dari kebjiakan persaingan, yang juga merupakan
bagian kebijakan publik yang cukup luas, yang mempengaruhi bisnis kegiatan usaha, pasar, dan ekonomi. Mengapa kebijakan
merger diperlukan? Ada dua alasan: 1.
Merger mengurangi persaingan yang ada antara pihak-pihak yang melakukan merger dan mengurangi jumlah pesaing di dalam pasar, dimana pengurangan
jumlah perusahaan pesaing ini memiliki efek substansial pada keseluruhan persaingan di pasar. Orientasi pasar akan tujuan konsumen dan eisiensi akan
berkurang, bahkan pada kondisi dimana tidak terdapat hukum persaingan.
2. Penegakan ketentuan larangan hukum persaingan usaha belumlah sempurna. Mendeteksi dan membuktikan pelanggaran terhadap ketentuan larangan sulit
dilakukan. Kebutuhan akan aturan hukum berkurang dengan memperoleh kondisi persaingan sehingga insentif dan kesempatan untuk berkolusi,
penyalahgunaan posisi dominan, dan pelanggaran hukum lainnya dapat dicegah sejak dini, atau setidaknya mampu menekan efek negatif dari
merger.
VII.1 Pengertian
Merger
Secara sederhana, merger, akuisisi dan konsolidasi, atau yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dan dipakai dalam peraturan perundang-undangan dengan istilah penggabungan
232
, peleburan
233
, dan pengambilalihan
234
untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut “
merger” dapat diartikan sebagai “the act or an instance
232
Ketentuan UU No. 402007 Pasal 1 butir 9 “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva
dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum”.
233
Ketentuan UU No. 402007 Pasal 1 butir 10 ”Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum”.
234
Ketentuan UU No. 402007 Pasal 1 butir 11 ”Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut”.
of combining or uniting”.
235
Merger adalah bentuk penggabungan perusahaan atau bergabungnya dua atau lebih pelaku usaha yang independen
236
atau berintegrasinya kegiatan yang dilakukan oleh dua pelaku usaha secara menyeluruh dan permanen.
237
Secara komprehensif Henry Black
238
memberi batasan merger sebagai berikut:
“Merger is an amalgamation of two corporations pursuant to statutory provision in which one of the corporations survives and the other disappears. The
absorption of one company by another, the former losing its legal identity and latter retaining its own name and identity and acquiring assets, liabilities, franchises, and
powers of former, and absorbed company ceasing exist as separate business entity.”
Fusi atau absorpsi terjadi melalui kombinasi 2 dua perusahaan atau lebih, di mana 1 satu di antaranya merupakan perusahaan yang lebih kecil yang akan
kehilangan identitasnya dan bergabung atau menjadi bagian dari perusahaan lainnya yang tetap eksis
survive dan tetap mempertahankan nama dan identitasnya.
VII.2 Bentuk Umum
Merger
Merger secara umum dapat terjadi dalam 3 tiga macam bentuk
239
, yaitu: a.
Merger Horizontal. Merger horizontal terjadi apabila dua perusahaan yang memiliki lini usaha
yang sama bergabung atau apabila perusahaan-perusahaan yang bersaing di industri yang sama melakukan
merger; b. Merger Vertical.
Merger vertical melibatkan suatu tahapan operasional produksi yang berbeda yang saling terkait satu sama lainnya, mulai dari hulu hingga ke hilir.
Merger vertikal dapat juga berbentuk 2 jenis, yakni
Upstream Vertical Merger dan Downstream Vertical Merger.
c. Merger Konglomerat. Merger konglomerat terjadi apabila 2 dua perusahaan yang tidak memiliki
lini usaha yang sama bergabung. Atau dengan kata lain, merger konglomerat
terjadi antara perusahaan-perusahaan yang tidak bersaing dan tidak memiliki hubungan penjual-pembeli.
235
Bryan A. Garner, et.al. ed. Black’s Law Dictionary 7th ed. St. Paul, Minnesota: West Group, 1999 p.1002.
236
Alison Jones and Brenda Sufrin, op.cit. p. 847.
237
Earnest Gellhorn and William E. Kovacic, Anti trust Law and Economics St. paul, Mennesota: West Publishing, 1994 p. 348.
238
Henry Campbell Black, op.cit. p.988.
239
Lihat Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001 p.84, lihat juga Alison Jones and Brenda Sufrin,
op. cit. pp.850-852, dan lihat juga ABA Section of Antitrust Law, Antitrust Law Development, 5th ed. 2002 pp. 327, 362, 368.
Pada berbagai bentuk merger yang umumnya terjadi, yaitu merger horizontal,
vertikal dan konglomerat, maka merger horizontal merupakan bentuk merger yang
perlu diwaspadai oleh hukum persaingan. Pada
merger jenis ini, dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam lini usaha yang sama bergabung menjadi satu entitas bisnis yang lebih besar. Jika
perusahaan dengan lini usaha yang sama bergabung, maka secara otomatis jumlah pesaing di pasar akan berkurang. Hal inilah yang dapat merusak iklim persaingan,
sebab semakin sedikit jumlah pesaing di dalam pasar, maka akan semakin kecil leksibilitas persaingan di pasar yang bersangkutan. Pada akhirnya, kondisi ini akan
merugikan masyarakat dan kepentingan umum.
Akibat dari berkurangnya jumlah pesaing dalam pasar serta semakin kuatnya posisi dominan perusahaan hasil
merger di dalam pasar, maka potensi terjadinya hambatan masuk pasar
entry barrier bagi pelaku usaha baru akan semakin besar. Hal inilah yang sangat membahayakan.
Merger menjadi sangat berbahaya apabila situasi
entry barrier ini muncul di dalam pasar.
VII.3 Pengaturan
Merger di dalam Peraturan Perundang-undang Indonesia
Ketentuan mengenai merger telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas untuk selanjutnya disebut “UU No. 11995” dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 109. Ketentuan pasal-pasal
merger tersebut kemudian dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas untuk selanjutnya disebut “PP No. 271998”. Ketentuan dalam PP No. 271998 ini berisi
hal-hal yang bersifat teknis dan prosedural dalam aktivitas
merger. Secara umum, ketentuan
merger dalam UU No. 11995 dan PP No. 271998 sudah cukup mengakomodir kebutuhan akan kepastian hukum dalam melakukan
merger di Indonesia, hanya saja pengaturan dalam kedua ketentuan tersebut belum menyentuh pada aspek persaingan usaha.
Ketentuan mengenai merger berlaku secara umum bagi seluruh pelaku usaha
yang berbentuk perseroan terbatas, oleh karena itu ketentuan merger ini memiliki
cakupan yang sangat luas, bahkan dalam kasus-kasus tertentu merger merupakan
strategi nasional untuk menciptakan daya saing ditingkat internasional
240
, dan bahkan
merger dilakukan secara transnasional untuk tujuan tersebut. Mengingat
240
Alison Jones and Brenda Surin, op.cit. p 848.
cakupannya yang luas tersebut, secara khusus di Indonesia aktivitas merger di
bidang usaha perbankan dan pasar modal memiliki peraturan tersendiri yang dikeluarkan oleh lembaga otoritasnya masing-masing.
Ketentuan mengenai merger bagi emiten atau pelaku usaha yang sudah
listing di pasar modal diatur melalui Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, sedangkan
merger di bidang perbankan diatur dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan untuk selanjutnya disebut “UU
No. 101998” dan sebagai peraturan pelaksanaannya dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 untuk selanjutnya disebut “PP No. 281999” dan
Bank Indonesia juga menerbitkan beberapa peraturan terkait.
Keberadaan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas untuk selanjutnya disebut “UU No. 402007” sebagai pengganti UU No. 11995
diharapkan dapat membawa kepastian hukum yang semakin nyata khususnya bagi pelaku usaha. UU No. 402007 yang disahkan pada tanggal 16 Agustus 2007 ini
mengalami beberapa penambahan dan banyak penyempurnaan dari UU No. 11995, termasuk dalam hal pengaturan kegiatan
merger yang diatur dalam Pasal 122 sampai dengan Pasal 137.
Adapun PP No. 271998 sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 11995 kini sedang dalam tahap penyempurnaan, guna menyelaraskan ketentuan-ketentuan
yang baru yang dimuat dalam No. UU 402007.
Jika ditelaah lebih rinci, terdapat beberapa perbedaan yang cukup signiikan dalam pengaturan
merger di dalam UU No. 11995 dengan Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru, yaitu UU No. 402007. Beberapa ketentuan yang baru dan
ketentuan yang disempurnakan, antara lain adalah: a. UU No. 11995 hanya mengatur ketentuan mengenai
merger saja, sedangkan UU No. 402007 memiliki cakupan yang lebih luas karena undang-undang ini
tidak hanya mengatur ketentuan mengenai merger akan tetapi juga mengatur
mengenai pemisahan perseroan corporate split
241
, sedangkan UU No. 11995 tidak mengenal ketentuan ini;
b. UU No. 11995 mengatur bahwa merger mengakibatkan perseroan yang
menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum, dan merger merger
dapat dilakukan dengan atau tanpa mengadakan likuidasi terlebih dahulu.
241
UU No. 402007 Pasal 1 butir 12 “Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada
dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih”.
Ketentuan tersebut berdasarkan UU No. 402007 dipersempit sehingga berakhirnya perseroan terjadi tanpa likuidasi terlebih dahulu.
242
; c. UU No. 402007 mensyaratkan kewajiban perseroan untuk mengumumkan
rencana merger, konsolidasi, dan akuisisi kepada karyawan perseroan dalam
bentuk tertulis dalam waktu 30 hari sebelum merger
243
suatu hal yang belum diatur oleh UU No. 11995.
Menelaah ketentuan-ketentuan di dalam UU No. 402007, tampaknya pengaturan mengenai perseroan terbatas di Indonesia sudah semakin komprehensif,
walaupun khusus mengenai merger belum sepenuhnya sempurna, karena aktivitas
merger menyangkut dengan berbagai aspek yang sangat luas, dalam hal ini kaitannya dengan masalah persaingan usaha. Karena sebagaimana kita ketahui, kegiatan
bisnis bergerak sangat cepat, dan inovasi-inovasi bisnis berkembang dengan sifat dan jumlah yang sangat bervariatif. Melalui
merger, pelaku usaha mengharapkan dapat meningkatkan keuntungan keuangan dari perusahaan hasil
merger, namun peningkatan keuangan tersebut dapat diperoleh melalui
merger yang pro terhadap persaingan maupun yang anti-persaingan
244
. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk selanjutnya disebut “UU No. 51999” yang diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku efektif mulai satu tahun
kemudian, dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi didalam proses produksi dan pemasaran barang
dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan eisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar
245
. Selain itu UU No. 51999 juga dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pemusatan
kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu yang dapat menghalangi persaingan usaha yang sehat dan wajar
246
. Maksud dan tujuan dari UU No. 51999 tersebut dituangkan dalam pasal-pasal
yang mengatur bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan
242
UU No. 402007 Pasal 122 “1 Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum; 2 Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
243
UU No. 402007 Pasal 127: ”Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambil- alihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 satu Surat Kabar
dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sebelum
pemanggilan RUPS.
244
ABA Section of Anti trust Law, op. cit. p.317
245
UU No. 51999, bagian menimbang butir b.
246
Lihat UU No. 51999, bagian menimbang butir c.