Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi,
a. Hak yang diberikan: UU HAKI tidak memberikan kepada penemu atau pemilik HAKI kepemilikan yang mutlak tetapi memberikan beberapa hak tertentu,
misalnya: pemilik paten dapat membatasi orang lain untuk membuat, menggunakan atau menjualnya;
b. Ruang Lingkup: HAKI hanya melindungi bagian tertentu dari penemuan, seperti: hak paten hanya memberikan perlindungan kepada paten yang
diajukan atau didaftarkan; c. Waktu: HAKI memberikan batasan waktu dan akan berakhir setelah periode
tertentu hak paten dan hak cipta atau bila timbulnya keadaan tertentu merek atau hak cipta;
Oleh sebab itu bagaimana sebaiknya batasan pengecualian diberikan dalam undang-undang Hukum Persaingan? Dampak kekhawatiran terjadinya monopoli,
sementara HAKI merupakan hak yang legal untuk memonopoli yang dijamin oleh undang-undang. HAKI yang legal dan sah dapat dijadikan alasan pembenaran
bila pasar yang diduga dimonopoli tersebut didukung oleh HAKI yang sah pula. Pertanyaan yang timbul adalah apakah monopoli tersebut berifat absolut atau
tidak? Dalam beberapa keadaan, tujuan kepemilikan HAKI akan sangat menentukan. Di samping itu pemberian ijin untuk menjual oleh pemilik HAKI kepada pihak lain
untuk menggunakan HAKI dianggap eisien dan mengurangi upaya monopolisasi HAKI. Tetapi bila tidak hati-hati, maka pemberian hak atau ijin yang tertuang dalam
perjanjian dapat dikategorikan sebagai tindakan yang menghambat persaingan karena memberikan para pihak keuntungan ekonomi.
Dengan kata lain, pembatasan mutlak diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan. Pembatasan dapat dilakukan dengan jalan pembatasan pada
pemilik HAKI dimana pihak yang membeli HAKI terutama paten dapat menjual kembali tanpa berarti melanggar HAKI karena pemilik dianggap telah menikmati
hak monopolinya sebelum menjualnya. Adanya pembatasan dalam perjanjian penetapan harga jual kembali antara pemilik HAKI dan pembeli atau penerima
haruslah dibatasi walaupun rasionalnya sudah tentu pemilik HAKI berkeinginan untuk membatasi persaingan dengan penerima atau pembeli. Di samping itu antara
pemilik dan pembeli atau penerima HAKI hak paten sudah tentu dilarang untuk melakukan perjanjian penetapan harga, membagi wilayah atau melakukan boikot
serta tidak dapat melakukan perjanjian yang bersifat ekslusif di antara mereka.
Hal lain yang berkaitan antara HAKI dengan undang-undang Hukum Persaingan adalah mengenai apa yang disebut dengan
”grant back clauses” kewajiban untuk tetap menjual hak paten yang akan ditingkatkan atau diperbaharui kepada satu pihak
saja atau akumulasi dari Hak Paten. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran hukum
persaingan karena adanya upaya untuk memperpanjang atau memperluas monopoli dalam Hak Paten tersebut. Di samping itu HAKI juga dapat berakibat pada kemungkinan
terjadinya perjanjian ekslusif antara pemilik HAKI dengan para distributor yang setuju untuk tidak menjual produk mereka yang dianggap bersaing dengan produk
lain sehingga dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan hak paten. Kemungkinan lain adalah terjadinya Perjanjian Tertutup dimana penerima hak paten tidak dapat
memperluas hak monopolinya dengan memaksa pelanggan untuk membeli produk yang tidak mempunyai paten ketika mereka menginginkan justru sebaliknya. Di samping
itu apa yang disebut dengan
”block booking” yaitu dimana penerima atau pembeli Hak Paten dipaksa untuk membeli beberapa Hak Paten padahal yang dibutuhkannya
hanya satu. Dengan melihat begitu banyak kompleksitas yang dapat timbul dari hubungan antara HAKI dan pengecualian, maka pengecualian yang yang ditetapkan
dalam undang-undang Hukum Persaingan harus diberikan pedoman yang jelas.
Oleh sebab itu dalam menentukan bagaimana HAKI dapat diberikan pengecualian dalam undang-undang hukum persaingan haruslah dengan tetap
mempertimbangkan bahwa pengecualian ini tidak bersifat mutlak. Perlu juga dipastikan bahwa HAKI yang mempunyai sifat alamiah diberikan hak monopoli tidak
dipergunakan justru sebagai cara atau alat untuk mempertahankan atau memperluas pasar yang memang sudah dimonopoli atau bahkan memperkuat posisi dominannya.
Pada bulan Mei 2009, KPPU mengeluarkan Peraturan Komisi No.2 Tahun 2009 dan Pedoman Tentang Ketentuan pasal 50 Huruf B UU No.5 Tahun 1999 Mengenai
Pengecualian Perjanjian HAKI. Berikut ini adalah rangkuman dari penjelasan isi Pedoman yang akan menjadi lampiran dalam buku ini.
KPPU menjelaskan dalam Pedoman bahwa ada tiga hal yang perlu diperdalam dari rumusan Pasal 50 huruf b tersebut. Pertama, penyebutan istilah ’lisensi’ yang
diikuti dengan istilah ’paten, merek dagang, hak cipta...dan seterusnya’ seolah- olah menempatkan lisensi sebagai salah satu jenis hak dalam rezim hukum HKI,
padahal sesungguhnya tidaklah demikian adanya. Lisensi adalah salah satu jenis perjanjian dalam lingkup rezim hukum HKI yang dapat diaplikasikan di semua jenis
hak dalam rezim hukum HKI. Kedua, penggunaan istilah merek dagang yang seolah- olah mengesampingkan merek jasa. Padahal maksudnya tidaklah demikian. Istilah
’merek dagang’ dalam pasal tersebut digunakan sebagai padanan dari bahasa inggris trademark; namun yang dimaksud dari istilah tersebut adalah mencakup merek
dagang dan merek jasa. Ketiga, istilah ’rangkaian elektronik terpadu’ bukanlah salah satu jenis hak yang terdapat dalam rezim HKI. Jenis hak yang benar adalah
hak atas desain tata letak sirkuit terpadu.