Eisiensi Sebagai Tujuan Kebijakan Persaingan
akan menggunakan kekuatan pasar ”secara tidak jujur” untuk mendapatkan keuntungan dari konsumen dan pembuat undang-undang tidak memikirkan tentang
eisiensi ekonomi
9
. Ia juga menyimpulkan bahwa dengan demikian Konggres telah memberikan suatu hak kepada konsumen untuk membeli produk yang harganya
kompetitif dan menyatakan bahwa harga yang tinggi dari harga kompetitif berarti mengambil hak konsumen secara tidak adil. Undang-Undang Anti
trust menyatakan bahwa hasil dari kapitalisme Amerika adalah barang dengan harga kompetitif
adalah milik konsumen, bukan kartel.
F.M. Scherer, bersama dengan ekonom yang lainnya, menunjukkan manfaat dari persaingan bagi eisiensi maupun kesejahteraan konsumen, tetapi menyadari bahwa
berbagai otoritas pembuat kebijakan persaingan telah memilih atau telah diberi mandat untuk menentukan kesejahteraan konsumen sebagai tujuan utamanya
10
. Bagi Indonesia sebagaimana tercermin pada tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999
maka tujuan tidak sekedar memberikan kesejahteraan kepada konsumen namun juga memberikan manfaat bagi publik. Dengan adanya kesejahteraan konsumen
maka berarti akan berdampak pada terciptanya kesejahteraan rakyat.
Pasal 3 itulah yang membedakan dengan UU Persaingan di negara lain yang tidak sekedar menjamin adanya kesejahteraan konsumen tetapi juga menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan eisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
9
Robert H. Lande, “Wealth Transfers As The Original And Primary Concern Of Antitrust : The Eficiency Interpretation Challenged”,
Hastings Law Journal April 1999.
10
Laporan Kebijakan Persaingan Indonesia: Indonesian Competition Report, Elips, loc.cit.