Monopsoni KEGIATAN YANG DILARANG DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
Berbagai wujud penguasaan pasar seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai
market power, yaitu pelaku usaha yang dapat menguasai pasar sehingga dapat menentukan harga barang danatau jasa di pasar
besangkutan. Kriteria penguasaan pasar tersebut tidak harus 100, penguasaan sebesar 50 atau 75 saja sudah dapat dikatakan mempunyai
market power. Pasal 19 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 ini dirumuskan secara
Rule of Reason sehingga penguasaan pasar itu sendiri menurut pasal ini tidak secara
mutlak dilarang. Penguasaan pasar dilarang apabila dari pengasaan pasar yang dimiliki oleh pelaku usaha tersebut mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat atau mempunyai alasan-alasan yang dapat diterima. Perlu disimak, bahwa penguasaan pasarnya sendiri belum tentu bertentangan dengan
UU No. 5 Tahun 1999, yang kemungkinan bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 adalah jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha perusahaan yang
menguasai pasar yang pada akhirnya anti terhadap persaingan usaha yang sehat.
Kasus yang pernah ditangani oleh KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengenai penguasaan pasar ini diantaranyanya adalah kasus Carrefour.
Persaingan di pasar ritel untuk kurun waktu beberapa tahun belakangan ini terlihat semakin berat khususnya bagi peritel kecil, terutama sejak kehadiran peritel
yang berskala usaha sangat besar seperti Carrefour, Giant, Hypermart, Super Alfa, Makro, dan lain-lain, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
hypermarket. Terdapat beberapa
hypermarket yang ada, akan tetapi Carrefour yang paling sukses dalam mengembangkan usahanya di Indonesia, dan hal itu ditunjukkan dengan jumlah
gerai terbanyak yang dimilikinya dibandingkan hypermarket lain, serta lokasi gerai yang strategis dengan tingkat kenyamanan dan kelengkapan fasilitas yang tinggi.
Carrefour memiliki gerai pertama di Cempaka Putih pada bulan Oktober 1998, kini gerai Carrefour telah mencapai 17 gerai, dimana 11 gerai terdapat di hampir setiap
tempat strategis Ibu Kota Jakarta, dan sisanya tersebar dibeberapa kota utama di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Palembang dan Medan.
Keberhasilan Carrefour dalam menamkan image di masyarakat sebagai tempat
berbelanja murah, merupakan suatu prestasi yang luar biasa dan tidak mudah untuk diraih, dengan tempat berbelanja yang nyaman, kelengkapan produk yang
ditawarkan dengan harga yang bersaingan merupakan kunci sukses yang dimiliki hypermarket asal Perancis ini, yang juga menempati kedudukan terhormat sebagai
grup ritel terbesar di dunia setelah Wal Mart. Kemampuan akses lebih besar dalam menjual produk ke konsumen yang dimiliki Carrefour, memungkinkan pemasok
Carrefour dapat menjual lebih banyak produknya di gerai-gerai Carrefour, sehingga
kondisi itu menciptakan ketergantungan dari para pemasok Carrefour agar produknya dapat dijual di gerai Carrefour. Kemudian sadar akan ketergantungan
yang sangat tinggi dari pemasok kepada Carrefour, membuat Carrefour memiliki bargaining power yang besar untuk menyalahgunakan kekuatannya tersebut untuk
memaksakan syarat-syarat perdagangan
trading terms yang terkadang kurang begitu menguntungkan kepada para pemasoknya.
Terdapat beberapa syarat perdagangan yang diberlakukan Carrefour kepada pemasoknya, antara lain:
listing fee, ixed rebate, minus margin, term of payment, regular discount, common assortment cost, opening costnew store dan penalty.
Pemasok menganggap listing fee dan minus margin merupakan syarat perdagangan
yang dianggap paling memberatkan mereka. Trading terms mengenai listing fee
tersebut mensyaratkan pemasok wajib membayar biaya dalam memasok produk baru ke per-gerai Carrefour, yang berfungsi sebagai jaminan apabila barang tidak
laku dan hanya diterapkan sekali, dan tidak dikembalikan not refundable yang
besarannya berbeda antara pemasok kecil dan pemasok besar. Istilah
Listing Fee atau slotting allowances sebenarnya merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi kalangan yang bergerak di pasar ritel, dan praktek
listing fee ini sesungguhnya bukanlah monopoli Carrefour saja yang mempraktikannya, karena
ditemukan beberapa peritel besar lainnya pun menerapkan hal yang sama seperti Carrefour, sayangnya mungkin pemasoknya belum ada yang mempermasalahkannya.
Merujuk kepada survey yang dilakukan Paul N. Bloom, Gregory T. Gundlach dan Joseph P. Canon didentiikasikan beberapa fakta menarik bahwa memang peritel
besar lebih sering memberlakukan
listing fee dibandingkan peritel kecil. Kemudian masih dari hasil survey yang sama, ternyata ditemukan bahwa
peritel besar begitu diuntungkan dengan pemberlakuan listing fee dibandingkan
peritel kecil. Dan dari temuan tersebut disebutkan adanya hubungan yang positif antara
listing fee dengan kekuatan pasar market power peritel. Hal ini gampang untuk dipahami, karena hanya peritel besar saja yang mungkin mampu menerapakan
tarif listing fee yang tinggi dikarenakan mereka memiliki daya tawar yang tinggi
pula di pasar ritel. Listing fee juga merupakan salah satu metode yang digunakan oleh peritel
besar untuk meningkatkan market power yang dimilikinya. Listing fee sebenarnya
tidak hanya pengalihan keuntungan pemasok kepada peritelnya, tetapi juga suatu cara untuk menekan peritel kecil yang menjadi pesaing untuk meningkatkan biaya
marjinalnya marginal cost. Jadi di satu sisi listing fee dapat meningkatkan
keuntungan dan pangsa pasar bagi peritel besar, tetapi disisi lain keuntungan dan pangsa pasar peritel kecil juga akan semakin berkurang.
Kemudian syarat perdagangan yang dianggap cukup memberatkan bagi pemasok juga adalah
minus margin, dimana minus margin merupakan jaminan pemasok Carrefour bahwa harga jual produk mereka adalah harga jual yang paling
murah, dimana apabila Carrefour mendapatkan bukti tertulis bahwa pesaingnya dapat menjual produk yang sama dengan harga yang lebih rendah daripada harga
pembelian Carrefour, maka Carrefour meminta kompensasi dari pemasok sebesar selisih antara harga beli Carrefour dengan harga jual pesaingnya.
Sehingga pantaslah dengan pemberlakuan minus margin ini membuat produk-
produk yang dijual disetiap gerai Carrefour terkadang dapat lebih murah dibandingkan produk-produk sama yang dijual ditempat lain. Dan hal tersebut rupanya membuat
Carrefour sangat percaya diri untuk menggunakan slogan “Ada yang lebih murah- kami ganti selisihnya”. Karena yang akan dibebani tanggung jawab atas slogan itu
adalah para pemasoknya.
PT Sari Boga Snack, merupakan salah satu pemasok dari Carrefour, melaporkan mengenai permasalahan penerapan syarat-syarat perdagangan yang dianggap
memberatkan pemasok tersebut kepada KPPU khususnya mengenai permasalahan listing fee dan minus margin. Akhirnya KPPU memproses perkara ini dengan
dugaan awal terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan, Pasal 19 huruf b menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya dan Pasal 25 ayat 1 huruf a posisi dominan dalam menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi
konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Carrefour dalam
menetapkan syarat-syarat perdagangan kepada pemasoknya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan dan bukti-bukti yang ditemukan selama persidangan berlangsung, KPPU memutuskan Carrefour terbukti secara sah
dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 dan memerintahkan kepada Carrefour untuk menghentikan kegiatan pengenaan persyaratan
minus margin kepada pemasok, serta membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- satu miliar
lima ratus juta rupiah, yang kebetulan Carrefour sedang dalam rangka perayaan ulang tahunnya yang ke-tujuh, sehingga dapat dikatakan ini merupakan salah satu
kado istimewa yang diberikan KPPU kepada Carrefour. Berdasarkan putusan KPPU tersebut, diharapkan Carrefour tidak mencoba menyalahgunakan kembali
market power yang dimilikinya kepada para pemasoknya. Bagi hypermarket lain putusan
KPPU haruslah dipandang sebagai peringatan warning agar tidak mengikuti jejak
Carrefour yang harus berurusan dengan KPPU.