Persekongkolan Membocorkan Rahasia DagangPerusahaan Pasal 23

BAB VI POSISI DOMINAN DAN PENYALAHGUNAANNYA

Posisi dominan dapat dikatakan salah satu kunci pokok pusat dari persaingan usaha. Mengapa? Karena hampir pada setiap kasus hukum persaingan usaha, menjadi perhatian pertama lembaga persaingan usaha, dalam hal ini di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU adalah terhadap posisi dominan suatu perusahaan pada pasar yang bersangkutan. Siapa yang mempunyai posisi dominan pada pasar yang bersangkutan? Atau kalau suatu kasus dilaporkan ke KPPU apakah terlapor mempunyai posisi dominan? Kalau pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab dengan ya, bagaimana pelaku usaha tersebut melakukan penyalahgunaan posisi dominannya, maka yang akan dilakukan adalah tinggal membuktikan, apakah pelaku usaha tersebut benar-benar melakukan penyalahgunaan posisi dominannya dan bagaimana pelaku usaha tersebut melakukan penyalahgunaan posisi dominannya. Kalau pelaku usaha terlapor tidak mempunyai posisi dominan, bagaimana terlapor dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat di pasar yang bersangkutan? Dan hal yang perlu dicari tahu dan dibuktikan adalah apakah pasar yang bersangkutan terdistorsi atau tidak. Bentuk pasar terdistorsi misalnya pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke pasar yang bersangkutan, karena adanya hambatan-hambatan pasar entry barrier atau apakah terlapor mempunyai hubungan terailiasi dengan pelaku usaha lain sehingga dapat melakukan hambatan-hambatan persaingan usaha? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dielabolarasi dalam bab ini, ditinjau dari aspek UU No. 51999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU No. 51999 sehingga mempermudah pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan posisi dominan dan penyalahgunaannya.

VI.1 Posisi Dominan

Posisi dominan atau menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan adalah menjadi salah satu tujuan pelaku usaha. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha berusaha menjadi yang lebih unggul market leader pada pasar yang bersangkutan. Penguasaan posisi dominan di dalam hukum persaingan usaha HPU tidak dilarang, sepanjang pelaku usaha tersebut dalam mencapai posisi dominannya atau menjadi pelaku usaha yang lebih unggul market leader pada pasar yang bersangkutan atas kemampuannya sendiri dengan cara yang fair. Konsep HPU adalah menjaga persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang bersangkutan dan mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan menjadi unggul melalui persaingan usaha yang sehat dan efektif. UU No. 51999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat UU No. 51999 tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar. UU No. 51999 justru mendorong pelaku usaha untuk dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan. Persaingan inilah yang memacu pelaku usaha untuk melakukan eisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif dibandingkan dengan kualitas produk dan harga jual dari pesaingnya. Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan. Pertanyaannya adalah apa deinisi atau pengertian posisi dominan? Dalam perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan pangsa pasar yang besar tersebut perusahaan memiliki market power. Dengan market power tersebut, perusahaan dominan dapat melakukan tindakanstrategi tanpa dapat dipengaruhi oleh perusahaan pesaingnya. Dalam UU No.51999, posisi dominan dideinisikan sebagai suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau suatu pelaku usaha mempunyai posisi lebih tinggi daripada pesaingnya pada pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan, akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 51999 tersebut menetapkan syarat atau parameter posisi dominan. Dari ketentuan Pasal 1 angka 4 tersebut dapat disimpulkan terdapat 4 syarat yang dimiliki oleh suatu pelaku usaha sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan, yaitu pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan: a pangsa pasarnya; b kemampuan keuangan; c kemampuan akses pada pasokan atau penjualan; dan d kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu, Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka 4 UU No. 51999 yang penting adalah bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dalam kaitan pangsa pasar, kemampuan keuangan, kemampuan akses pasa pasokan atau penjualan, dan kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Oleh karena itu menurut hukum hanya satu pesaing yang mempunyai posisi dominan yang dapat menguasai posisi dominan di pasar bersangkutan. 190 Namun UU No. 51999 tidak menjelaskan, apakah syarat-syarat tersebut harus dipenuhi oleh suatu pelaku usaha secara kumulatif atau tidak. Artinya, apakah jika salah satu syarat tersebut dimiliki oleh pelaku usaha dapat dinyatakan bahwa pelaku usaha tersebut sudah mempunyai posisi dominan? Akan tetapi salah satu ciri-ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah, jika pelaku usaha tersebut dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan secara mandiriindividu tanpa memperhitungkan pesaing-pesaingnya. Kedudukan seperti ini kepemilikan pasang pasarnya, atau karena kepemilikan pangsa pasar ditambah dengan kemampuan pengetahuan tehnologinya, bahan baku atau modal, sehingga pelaku usaha tersebut mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga atau mengontrol produksi atau pemsaran terhadap bagian penting dari produk-produk yang diminta. 191 Sehingga keadaan suatu pasar yang dapat dipengaruhi oleh satu pelaku usaha secara mandiri, karena pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya dan kemampuan keuangan yang lebih kuat dari pada pesaingnya serta mampu menetapkan harga dan mengatur pasokan barang di pasar yang bersangkutan. Dengan demikian akibat tindakan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut pasar menjadi terdistorsi. Pelaku usaha tersebut secara independen 192 tanpa mempertimbangkan keadaan pesaingnya dapat mempengaruhi pasar akibat penyalahgunaan posisi dominannya. Lebih lanjut, Komisi Uni Eropa dan Pengadilannya membangun konsep posisi dominan sejak ditetapkannya putusan terhadap United Brands, yaitu the ECJ has deined a dominant position as ”a position of economic strength enjoyed by an undertaking which enable it to prevent effective competition being maintained on the relevant market by giving it power to behave to an appreciable extent independently of its competitors, customers and ultimately of consumers”. 193 190 Heermann in Knud Hansen, op.cit. p.41 191 Valentine Korah, op.cit. p.81 192 Ibid. 193 Valentine Korah, op.cit. p.82 Posisi dominan dapat dimiliki oleh satu pelaku usaha sebagaimana disebut di atas, yaitu yang disebut dengan monopolist, 194 jika satu pelaku usaha tidak pesaing pada pasar yang bersangkutan atau jika pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya. Posisi dominan dapat juga dikuasai oleh dua atau lebih pelaku usaha yang disebut dengan oligopoly. 195 Oligopoly adalah dimana keadaan suatu pasar tertentu terdapat dua atau lebih pelaku usaha yang mempunyai kekuatan pasar yang hampir sama atau seimbang. Para oligopolist tersebut secara bersama-sama dapat menyalahgunakan posisi dominannya sehingga mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan. Dengan demikian para oligopolist tersebut tidak saling bersaing pada pasar yang bersangkutan, sebaliknya bahkan mereka menciptakan suatu kondisi dan menikmatinya, dimana mereka dapat mendominasi atau menjalankan pasar dalam perilaku yang sama, seperti seorang monopolist. Pertanyaannya adalah apakah kriteria struktur oligopolist tersebut? Hal ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu dari aspek objektif dan subjektif. Dari aspek objektif, bahwa para oligopolist tersebut perilakunya satu sama lain saling tergantung. Ketergantungan ini khususnya berdasarkan terbatasnya sedikitnya jumlah pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan. Pada struktur pasar yang oligopolis, jika suatu perubahan perilaku mempengaruhi, khususnya dalam masalah harga, tidak hanya permintaan terhadap pelaku usaha yang berubah dapat terpenuhi, tetapi juga terhadap anggota oligopolist. Dari aspek subjektif, tergantung dari suatu pelaku usaha, apakah pelaku usaha tersebut tergantung kepada pelaku usaha lain. Dalam hal ini, jika pelaku usaha tersebut mempertimbangkan keputusan mengenai harga jual, jumlah penawaran, peningkatan kapasitas produksi atau kegiatan perusahaan, bagaimana pesaing- pesaingnya nantinya memberikan reaksi terhadap keputusannya. Dalam hal ini para oligopolist tidak melakukan tindakannya berdasarkan suatu perjanjian, melainkan suatu tindakan parallel yang murni tanpa perjanjian, demikian ditetapkan di dalam salah satu keputusan Komisi Uni Eropa dalam menetapkan pentingnya ciri-ciri perilaku yang saling menyesuaikan berdasarkan Pasal 81 ayat 1 EEC Treaty, yaitu bukan suatu perjanjian yang rahasia yang menentukan, tetapi kebersamaan kemauan para pelaku usaha untuk membatasi persaingan diantara mereka. Jadi, pertama- tama ada kesadaran para oligopolist dari ketergantungan yang satu dengan yang lain, keputusan kebijakan pasar mereka mengarah kepada perilaku oligopolistik. 196 194 Pasal 25 Ayat 2 huruf a UU No. 51999 195 Pasal 25 Ayat 2 huruf b UU No. 51999 196 Valentine Korah, op. cit. p.45