BAB VI POSISI DOMINAN DAN PENYALAHGUNAANNYA
Posisi dominan dapat dikatakan salah satu kunci pokok pusat dari persaingan usaha. Mengapa? Karena hampir pada setiap kasus hukum persaingan usaha,
menjadi perhatian pertama lembaga persaingan usaha, dalam hal ini di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU adalah terhadap posisi dominan suatu
perusahaan pada pasar yang bersangkutan. Siapa yang mempunyai posisi dominan pada pasar yang bersangkutan? Atau kalau suatu kasus dilaporkan ke KPPU apakah
terlapor mempunyai posisi dominan? Kalau pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab dengan ya, bagaimana pelaku usaha tersebut melakukan penyalahgunaan posisi
dominannya, maka yang akan dilakukan adalah tinggal membuktikan, apakah pelaku usaha tersebut benar-benar melakukan penyalahgunaan posisi dominannya dan
bagaimana pelaku usaha tersebut melakukan penyalahgunaan posisi dominannya.
Kalau pelaku usaha terlapor tidak mempunyai posisi dominan, bagaimana terlapor dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat di pasar yang bersangkutan?
Dan hal yang perlu dicari tahu dan dibuktikan adalah apakah pasar yang bersangkutan terdistorsi atau tidak. Bentuk pasar terdistorsi misalnya pelaku usaha lain tidak
dapat masuk ke pasar yang bersangkutan, karena adanya hambatan-hambatan pasar entry barrier atau apakah terlapor mempunyai hubungan terailiasi dengan pelaku
usaha lain sehingga dapat melakukan hambatan-hambatan persaingan usaha? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dielabolarasi dalam bab ini, ditinjau dari
aspek UU No. 51999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU No. 51999 sehingga mempermudah pemahaman tentang apa yang
dimaksud dengan posisi dominan dan penyalahgunaannya.
VI.1 Posisi Dominan
Posisi dominan atau menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan adalah menjadi salah satu tujuan pelaku usaha. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha
berusaha menjadi yang lebih unggul market leader pada pasar yang bersangkutan.
Penguasaan posisi dominan di dalam hukum persaingan usaha HPU tidak dilarang, sepanjang pelaku usaha tersebut dalam mencapai posisi dominannya atau menjadi
pelaku usaha yang lebih unggul market leader pada pasar yang bersangkutan
atas kemampuannya sendiri dengan cara yang fair. Konsep HPU adalah menjaga persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang bersangkutan dan
mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan menjadi unggul melalui persaingan usaha yang sehat dan efektif.
UU No. 51999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat UU No. 51999 tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar.
UU No. 51999 justru mendorong pelaku usaha untuk dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan. Persaingan inilah yang memacu pelaku usaha untuk melakukan
eisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif dibandingkan dengan kualitas produk dan harga jual dari
pesaingnya. Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan.
Pertanyaannya adalah apa deinisi atau pengertian posisi dominan? Dalam perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh perusahaan
yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan pangsa pasar yang besar tersebut perusahaan memiliki
market power. Dengan market power tersebut, perusahaan dominan dapat melakukan tindakanstrategi tanpa dapat dipengaruhi oleh
perusahaan pesaingnya. Dalam UU No.51999, posisi dominan dideinisikan sebagai suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau
suatu pelaku usaha mempunyai posisi lebih tinggi daripada pesaingnya pada pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan,
akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 51999
tersebut menetapkan syarat atau parameter posisi dominan. Dari ketentuan Pasal 1 angka 4 tersebut dapat disimpulkan terdapat 4 syarat yang dimiliki oleh suatu
pelaku usaha sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan, yaitu pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau pelaku usaha mempunyai posisi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan:
a pangsa pasarnya; b kemampuan keuangan;
c kemampuan akses pada pasokan atau penjualan; dan d kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu,
Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka 4 UU No. 51999 yang penting adalah bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai posisi
tertinggi diantara pesaingnya dalam kaitan pangsa pasar, kemampuan keuangan, kemampuan akses pasa pasokan atau penjualan, dan kemampuan menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Oleh karena itu menurut hukum hanya satu pesaing yang mempunyai posisi dominan yang dapat menguasai posisi
dominan di pasar bersangkutan.
190
Namun UU No. 51999 tidak menjelaskan, apakah syarat-syarat tersebut harus dipenuhi oleh suatu pelaku usaha secara
kumulatif atau tidak. Artinya, apakah jika salah satu syarat tersebut dimiliki oleh pelaku usaha dapat dinyatakan bahwa pelaku usaha tersebut sudah mempunyai
posisi dominan? Akan tetapi salah satu ciri-ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah, jika pelaku usaha tersebut dapat melakukan persaingan
usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan secara mandiriindividu tanpa memperhitungkan pesaing-pesaingnya. Kedudukan seperti ini kepemilikan pasang
pasarnya, atau karena kepemilikan pangsa pasar ditambah dengan kemampuan pengetahuan tehnologinya, bahan baku atau modal, sehingga pelaku usaha tersebut
mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga atau mengontrol produksi atau pemsaran terhadap bagian penting dari produk-produk yang diminta.
191
Sehingga keadaan suatu pasar yang dapat dipengaruhi oleh satu pelaku usaha secara mandiri, karena pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih
tinggi daripada pesaingnya dan kemampuan keuangan yang lebih kuat dari pada pesaingnya serta mampu menetapkan harga dan mengatur pasokan barang di pasar
yang bersangkutan. Dengan demikian akibat tindakan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut pasar menjadi terdistorsi. Pelaku usaha tersebut secara
independen
192
tanpa mempertimbangkan keadaan pesaingnya dapat mempengaruhi pasar akibat penyalahgunaan posisi dominannya. Lebih lanjut, Komisi Uni Eropa
dan Pengadilannya membangun konsep posisi dominan sejak ditetapkannya putusan terhadap
United Brands, yaitu the ECJ has deined a dominant position as
”a position of economic strength enjoyed by an undertaking which enable it to prevent effective competition being maintained on the relevant market by giving
it power to behave to an appreciable extent independently of its competitors, customers and ultimately of consumers”.
193
190
Heermann in Knud Hansen, op.cit. p.41
191
Valentine Korah, op.cit. p.81
192
Ibid.
193
Valentine Korah, op.cit. p.82
Posisi dominan dapat dimiliki oleh satu pelaku usaha sebagaimana disebut di atas, yaitu yang disebut dengan
monopolist,
194
jika satu pelaku usaha tidak pesaing
pada pasar yang bersangkutan atau jika pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya. Posisi dominan dapat juga
dikuasai oleh dua atau lebih pelaku usaha yang disebut dengan oligopoly.
195
Oligopoly adalah dimana keadaan suatu pasar tertentu terdapat dua atau lebih pelaku usaha yang mempunyai kekuatan pasar yang hampir sama atau seimbang.
Para oligopolist tersebut secara bersama-sama dapat menyalahgunakan posisi
dominannya sehingga mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan. Dengan demikian para
oligopolist tersebut tidak saling bersaing pada pasar yang bersangkutan, sebaliknya bahkan
mereka menciptakan suatu kondisi dan menikmatinya, dimana mereka dapat mendominasi atau menjalankan pasar dalam perilaku yang sama, seperti seorang
monopolist. Pertanyaannya adalah apakah kriteria struktur oligopolist tersebut? Hal ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu dari aspek objektif dan subjektif.
Dari aspek objektif, bahwa para oligopolist tersebut perilakunya satu sama
lain saling tergantung. Ketergantungan ini khususnya berdasarkan terbatasnya sedikitnya jumlah pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan. Pada struktur
pasar yang oligopolis, jika suatu perubahan perilaku mempengaruhi, khususnya
dalam masalah harga, tidak hanya permintaan terhadap pelaku usaha yang berubah dapat terpenuhi, tetapi juga terhadap anggota
oligopolist. Dari aspek subjektif, tergantung dari suatu pelaku usaha, apakah pelaku usaha
tersebut tergantung kepada pelaku usaha lain. Dalam hal ini, jika pelaku usaha tersebut mempertimbangkan keputusan mengenai harga jual, jumlah penawaran,
peningkatan kapasitas produksi atau kegiatan perusahaan, bagaimana pesaing- pesaingnya nantinya memberikan reaksi terhadap keputusannya. Dalam hal ini para
oligopolist tidak melakukan tindakannya berdasarkan suatu perjanjian, melainkan suatu tindakan
parallel yang murni tanpa perjanjian, demikian ditetapkan di dalam salah satu keputusan Komisi Uni Eropa dalam menetapkan pentingnya ciri-ciri
perilaku yang saling menyesuaikan berdasarkan Pasal 81 ayat 1 EEC Treaty, yaitu bukan suatu perjanjian yang rahasia yang menentukan, tetapi kebersamaan kemauan
para pelaku usaha untuk membatasi persaingan diantara mereka. Jadi, pertama- tama ada kesadaran para
oligopolist dari ketergantungan yang satu dengan yang lain, keputusan kebijakan pasar mereka mengarah kepada perilaku oligopolistik.
196
194
Pasal 25 Ayat 2 huruf a UU No. 51999
195
Pasal 25 Ayat 2 huruf b UU No. 51999
196
Valentine Korah, op. cit. p.45