Skematik Semantik Judul artikel opini “Gara-gara Mbah Maridjan”

commit to user penulis artikel ingin menjelaskan bahwa kepercayaan akan hal-hal diluar rasio masih digunakan sebagai jalan pintas untuk tujuan tertentu.

b. Skematik

Pada artikel opini ini, fakta yang disampaikan oleh penulis di awal tulisan mengenai sosok Mbah Maridjan yang menjadi perantara antara manusia dan gunung Merapi yang dianggap sebagai simbol sebuah kosmologi gunung sebagai puncak perjalanan manusia tertinggi. Seperti yang dipaparkan dalam artikel opini ini bahwa alam dan manusia dianggap memiliki hubungan dan Mbah Maridjan adalah perantarannya. Selanjutnya di tengah tulisan, penulis menyampaikan informasi mengenai simbolisme gunung. Agama-agama dan kepercayaan tertentu banyak yang menganggap gunung sebagai simbol pencapaian spiritualitas tertinggi, yang dalam makna politis jadi kekuatan, bahkan legitimasi, kekuasaan raja atau para rahibnya. Penulis artikel beranggapan bahwa gunung yang berbentuk segitiga tanpa dasar, tidak hanya jadi simbol religius, tetapi juga sebagai lambang kekuasaan. Dan di akhir tulisan, membahas tentang cara berpikir rasional yang hanya menjadi pemanis di kalangan masyarakat, karena pada kenyataannya di kalangan masyarakat tertentu masih menggunakan pikiran irasional dalam praktik hidupnya. Di sinilah letak gagasan utama dari penulis artikel. Penulis ingin menekankan pada praktik hidup irasional yang masih menjadi kepercayaan di kalangan masyarakat. commit to user

c. Semantik

Elemen semantik terdiri dari pertama, latar adalah bagian pesan yang dapat mempengaruhi semantik arti yang ingin ditampilkan. Kedua, detail adalah elemen wacana yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Ketiga, maksud adalah elemen wacana yang hampir sama dengan elemen detail. Latar yang dikemukakan penulis adalah mengenai kosmologi gunung yang sejak jaman purba dipercaya sebagai tempat dewa dan kerajaan arwah-arwah serta roh manusia setelah mati. Dalam tulisan ini penulis menggunakan latar historis suku bangsa jaman purba. Tampak jelas, bahwa penggunaan latar histories ini untuk mempertegas bahwa pada dasarnya gunung digunakan sebagai simbol oleh manusia dengan kepercayaan mistis pada jaman dulu. Dalam latar ini dipaparkan pula negara-negara atau suku-suku diseluruh dunia yang mempercayai kosmologi tersebut pada jaman purba. Berikut latar yang disampaikan penulis : “Hidup dengan kosmologi semacam ini memiliki makna dan bentuk yang universal di kalangan masyarakat etnistradisional seluruh dunia. Gunung adalah tempat dewatuhan berdiam, arwah-arwah membangun kerajaannya, atau rumah ke mana roh manusia pergi setelah mati, adalah riwayat yang tersebar sejak dari suku bangsa purba Eropa, Basque, hingga bangsa Kanaan di Timur Dekat, dari Mesir, India, China, hingga Inca dan Indian di Benua Amerika.” Selanjutnya pada elemen detail, penulis juga dengan lugas menceritakan tentang hubungan manusia dan alam gunung dimana gunung dianggap sebagai simbol pencapaian spiritual tertinggi. Berikut kutipannya : “Pertautan antara hidup fisik-material manusia dan hidup batin-imaterial gunung tidak lain merupakan upaya purba dan esensial manusia dalam memahami keberadaan kekuatan suprahumansupranatural, sampai hari ini. Satu upaya yang dalam kehidupan agama pagan melahirkan dewa dan commit to user tuhannya sendiri-sendiri, melahirkan agama-agama awal. Gunung jadi simbol utama di berbagai tradisi karena bentuk dan posisinya yang meruncing, tinggi, menyentuh langit: menyentuh wilayah di mana manusia tak mampu meraihnya. Gunung adalah batas tertinggi di mana manusia dapat menyentuh atau memasuki dunia ”lain”, mendapatkan berkah dan kekuatannya. Tak mengherankan jika agama-agama banyak menggunakan gunung sebagai simbol pencapaian spiritualitas tertinggi, yang dalam makna politis jadi kekuatan, bahkan legitimasi, kekuasaan raja atau para rahibnya. Abstraksi gunung yang berbentuk segitiga tanpa dasar, seperti piramida atau candi, tidak hanya jadi simbol religius, tetapi juga kekuasaan politik. Lebih khusus lagi ”kekuasaan lelaki” ketika ia jadi simbol phallus atau lelaki dalam abstraksi berbentuk dua garis miring bertemu di bagian atas.” Detail di atas diberikan untuk dua hal. Pertama, menggambarkan hubungan antara manusia dan alam gunung dimana terdapat pertautan fisik- material manusia dan hidup batin-imaterial dari gunung. Kedua, detail ini juga simbolisme gunung yang dipercaya oleh manusia. Berbagai arti simbol gunung yang bersifat irasional dijelaskan dalam kutipan detail di atas, salah satunya adalah simbol kekuasaan. Dengan detail ini yang tentunya akan tergambar dalam benak pembaca, bahwa bagi beberapa kalangan masyarakat gunung bukan hanya sebagai bagian dari alam tetapi juga memiliki simbol-simbol tertentu yang dipercaya. Selanjutnya dalam elemen maksud, penulis, kemudian dengan jelas menampilkan fakta-fakta tentang praktik hidup irasional di kalangan masyarakat. Berikut kutipan dalam artikel ini: “Tak bisa ditutupi, di setiap lapisan masyarakat kita, di kalangan yang memiliki posisi desisif—secara politis, ekonomis, yuridis, atau religius— praktik hidupnya diisi oleh kegiatan atau ritual-ritual yang sudah menjadi tradisi dari hidup dengan kosmologi di atas. Praktik yang disebut mistis, magis, atau klenik mengisi kehidupan mereka, bahkan hingga cara mereka menghitung hari, membangun rumah, memulai bisnis, mencari istri, hingga mengejar dan mempertahankan posisijabatan.” commit to user Dalam kutipan di atas dijelaskan berbagai kegiatan irasional dari praktik hidup manusia. Berbagai kegiatan yang bersifat mistis atau klenik disebutkan dengan jelas mulai dari menghitung hari hingga ritual-ritual yang dilakukan untuk mengejar dan mempertahankan posisi atau jabatan dan kekuasaan.

d. Sintaksis

Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN PEMBERITAAN PENGUNGSI MERAPI PASCA LETUSAN MERAPI ( Analisis Framing Headline tentang Pemberitaan Pengungsi Merapi pada Surat Kabar HARIAN JOGJA selama November 2010).

1 5 34

PENUTUP PEMBERITAAN PENGUNGSI MERAPI PASCA LETUSAN MERAPI ( Analisis Framing Headline tentang Pemberitaan Pengungsi Merapi pada Surat Kabar HARIAN JOGJA selama November 2010).

0 2 47

TEKNIK FOTO JURNALISTIK BENCANA ALAM MELETUSNYA GUNUNG MERAPI DI YOGYAKARTA TEKNIK FOTO JURNALISTIK BENCANA ALAM MELETUSNYA GUNUNG MERAPI DI YOGYAKARTA DALAM SURAT KABAR HARIAN LOKAL (Analisis Isi Kuantitatif Foto Jurnalistik Pada Peristiwa Meletusnya Gu

0 5 15

BAB 1 TEKNIK FOTO JURNALISTIK BENCANA ALAM MELETUSNYA GUNUNG MERAPI DI YOGYAKARTA DALAM SURAT KABAR HARIAN LOKAL (Analisis Isi Kuantitatif Foto Jurnalistik Pada Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Surat Kabar Harian Ked

0 4 34

MEDIA CE MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 2 16

PENDAHULUAN MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 3 43

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 2 8

KESIMPULAN DAN SARAN MEDIA CETAK DAN PEMBERITAAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI (Analisis Wacana Pemberitaan Letusan Gunung Berapi Pada Headline Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Periode 27 Oktober 2010 sampai 26 November 2010).

0 2 9

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 3 11

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 5 16