commit to user
7. Judul artikel opini “Gara-gara Mbah Merapi”
a. Tematik
Melalui tematik atau topik kita bisa menangkap substansi apa yang ingin disampaikan. Terdapat dua tema dalam artikel opini ini. Pertama, mengenai
ketakutan kolektif yang muncul akibat bencana erupsi Merapi yang mengancam seluruh lapisan masyarakat. Ketakutan kolektif menjadi lahan bagi berbagai
macam spekulasi klenik yang makin menggelisahkan manusia, apalagi jika media ikut mengipas-ngipasinya. Ilmu pengetahuan pun menjadi imbas dari ketakukan
kolektif itu, kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan tidak berani lagi menjamin keselamatan manusia akibat bencana. Dalam ketakutan kolektif itu,
manusia dipojokkan kembali pada keterbatasan dan ketakmampuannya dan memaksa manusia untuk berupaya semaksimal mungkin menggunakan akal
budinya. Berikut kutipan, berkaitan dengan tema tersebut : “Erupsi Merapi yang dahsyat kali ini tak hanya mengancam para
pengungsi yang bertebaran di daerah Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang, tapi juga menimbulkan ketakutan kolektif. Kolektif, karena
ketakutan itu mengenai seluruh lapisan masyarakat, di luar korban. Siapa pun tiba-tiba dicekam kegelisahan, bisa saja erupsi itu mengenainya dan
menghancurkan segala miliknya.”
Tema kedua yang diangkat dalam artikel opini adalah tentang erupsi
Merapi yang menjadi peringatan dan memberi pelajaran bagi manusia serta sarana membersihkan dan memperbarui diri. Penulis menggunakan istilah Jawa “gara-
gara” untuk menunjukkan kejadian erupsi Merapi yang mengalami proses pembaruan. Dalam tema ini, tidak hanya alam saja yang mengalami pembaruan
melalui erupsi Merapi tetapi juga dari aspek manusianya yang dibersihkan dan
commit to user
diperbarui. Dengan adanya bencana Merapi manusia dituntut memperhitungkan alam semesta. Manusia dipaksa untuk bertobat dan berpaling lagi kepada
Khaliknya dan
mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya. Inilah
sesungguhnya makna terdalam dari erupsi Merapi sebagai gara-gara. Berikut kutipannya dalam artikel ini:
“Erupsi Merapi memang merupakan kerja alam. Tetapi sebagai gara-gara, ia telah menuding dan menegur manusia, menyibakkan kesalahannya. Dan
dalam alam pikiran Jawa, gara-gara bukanlah sekadar bencana: gara-gara adalah proses pembaruan alam semesta, yang dipicu dengan perubahan
atau bencana alam.
Maka dengan erupsi Merapi sebagai gara-gara, bukan hanya alam, tetapi juga manusia yang dibersihkan dan diperbarui.”
b. Skematik