commit to user
Keberadaan BPNB malah semakin memperumit masalah penanggulangan bencana karena koordinasi yang sulit dan anggaran bencana yang terpecah-pecah
ke banyak lembaga. Kemudian penulis artikel memaparkan dampak dari kesadaran anggaran dari pemerintah yang masih sangat kurang. Dalam
menentukan anggaran, pemerintah dinilai tidak berkaca pada bencana alam yang terjadi sebelumnya. Gagasan utama dalam artikel opini ini ditempatkan di akhir
tulisan, dengan pembahasan tentang pemerintah yang harus sadar akan pentingnya pemenuhan anggaran bencana. Gagasan utama diletakkan di akhir tulisan dengan
maksud agar menjadi klimaks ketika artikel opini tersebut dibaca.
c. Semantik
Elemen semantik terdiri dari pertama, latar adalah bagian pesan yang dapat mempengaruhi semantik arti yang ingin ditampilkan. Kedua, Detail adalah
elemen wacana yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Ketiga, Maksud adalah elemen wacana yang hampir sama dengan
elemen detail. Latar yang dikemukakan penulis berkaitan dengan pemerintah yang dinilai
masih memandang remeh ancaman bencana di Indonesia. Alokasi dana yang sudah ditentukan pun hanya dianggap sebagai bentuk formalitas saja. Berikut latar
yang disampaikan penulis : “Minimnya alokasi dana untuk penanggulangan bencana di APBN itu
menunjukkan bahwa pemerintah memang masih memandang remeh ancaman bencana di Indonesia. Angka Rp 6,43 triliun terlihat lebih sebagai
bentuk ”formalitas” pemenuhan tuntutan ”isu bencana” yang memang sedang hangat di masyarakat daripada sebagai bentuk kesadaran
pemerintah akan bahaya bencana.”
commit to user
Tentu penggunaan latar seperti pada kalimat di atas dimaksudkan penulis
untuk melakukan kritik pemerintah yang selama ini dianggap kurang memperhatikan ancaman bencana terutama masalah angggaran. Dengan latar ini
penulis ingin mengesankan bahwa ada yang salah dengan system yang diterapkan pemerintah dalam penanganan bencana..
Selanjutnya pada elemen detail, penulis menceritakan tentang pembentukkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB. Berikut
kutipannya : “Perlu waktu dua tahun dari tahun 2005 sampai tahun 2007 serta melalui
serangkaian perdebatan panjang antara pemerintah dan DPR sampai dilahirkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Perdebatan yang paling panjang adalah menyoal perlu tidaknya dibentuk
suatu badan khusus yang menangani bencana. DPR saat itu beralasan badan tersebut sangat diperlukan karena bencana tak bisa ditangani secara
temporer melalui lembaga-lembaga koordinatif, butuh lembaga khusus yang bersifat permanen yang tugasnya hanya memikirkan penanganan
bencana setiap hari. Namun, pemerintah keberatan karena pembentukan badan baru akan
semakin membebani anggaran belanja negara. Namun, DPR berkilah justru pembentukan badan khusus tersebut akan mengurangi beban
anggaran negara karena akan diikuti dengan peleburan badan dan lembaga yang selama ini menangani bencana ke dalam satu atap.
Perdebatan itu akhirnya selesai dengan tetap dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB, tetapi sayangnya tanpa disertai ide
peleburan penyatuan ke dalam satu atap sebagaimana gagasan yang telah muncul sebelumnya.”
Detail di atas menguraikan proses pembentukkan BNPB yang mengalami perdebatan yang panjang. Sampai pada akhirnya BNPB terbentuk pun masih ada
satu hal yang kurang yaitu pada pembentukkan tidak diikuti dengan peleburan lembaga-lembaga yang terkait dengan penanganan bencana menjadi satu. Dengan
commit to user
detail ini yang tentunya akan tergambar dalam benak pembaca, bahwa pembentukkan BNPB memiliki kelemahan-kelemahan.
Selanjutnya dalam elemen maksud, penulis, kemudian dengan jelas menampilkan fakta-fakta tentang pengalokasian dana anggaran yang terdapat pada
lembaga-lembaga penanggulangan bencana. “Dampaknya seperti yang terjadi saat ini. Dari total anggaran yang
terdapat di delapan badan dan lembaga yang terlibat dalam penanganan bencana, total anggaran yang benar-benar digunakan untuk program-
program yang langsung berkaitan dengan penanggulangan bencana hanya sebesar Rp 2,64 triliun.
Jika saja badan dan lembaga-lembaga tersebut bisa disatuatapkan, tentunya anggaran yang muncul jauh lebih besar dari hanya Rp 2,64 triliun
karena tidak perlu lagi ada double budget bagi pembiayaan kebutuhan aparatur sebagaimana tersebut di atas.
Jika diteliti lebih lanjut, untuk pengendalian bencana berupa pengembangan sistem peringatan dini tsunami, cuaca, dan iklim hanya
dianggarkan Rp 137,85 miliar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Pengembangan Sistem Manajemen dan Penetapan Zona
Rawan Bencana, baik darat maupun laut, sebesar Rp 42,27 miliar BNPB dan Bakosurtanal.
Adapun untuk pelaksanaan tanggap darurat sebesar Rp 666,12 miliar Mabes TNI, Kementerian PU, Kementerian Sosial, BNPB, dan Basarnas.
Untuk Pengendalian Lahar Gunung Berapi Rp 6,89 miliar serta pengendalian bencana banjir Rp 1,5 triliun, itu pun hanya digunakan untuk
membangun sarana dan prasarana penanggulangan banjir yang dikerjakan di bawah Departemen PU.”
Melalui teks di atas, pembaca diajak untuk melihat anggaran dana yang
dibuat pemerintah untuk penanganan bencana. Dengan melaui pemaparan diatas pembaca menjadi mengerti alokasi dana dari pemerintah yang selama ini dianggap
kurang dalam menangani masalah bencana yang tejadi.
commit to user
d. Sintaksis