Peta Agribisnis Analisis Situasional

78 perekonomian nasional dan menetapkan kawasan andalan di Propinsi disertai sektor unggulan yang potensial di kawasan itu, dalam fungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah PKW dan Pusat Kegiatan Lokal PKL. Dari arahan kebijakan tersebut ditetapkan kawasan-kawasan strategis di propinsi. RTRWP menekankan pada aspek perekonomian dan fisik, sedangkan RTRWK sebagai perencanaan lokal menekankan pada perencanaan fisik. Arah kebijakan Pemerintah Daerah tertuang pada kedua rancangan ini. Sebagai antisipasi dari globalisasi ekonomi, pembangunan desa-desa sentra budidaya pertanian harus diupayakan untuk menentukan dan mengembangkan komoditi unggulan sebagai spesialisasi setiap wilayah. Terjadinya perubahan spesialisasi komoditi unggulan suatu wilayah akan menyebabkan perubahan arus perdagangan antar daerah. Oleh karena itu, tata ruang dan tata guna tanah secara nasional harus senantiasa diperbaharui dan mengikuti pola dan perubahan spesialisasi wilayah. Sektor pertanian merupakan pengguna air yang terbesar pada beberapa negara Organization for Economic Co-operation and Development OECD Journeaux, 2003. Hal itu menunjukkan bahwa pengembangan kawasan pertanian terpadu membutuhkan: 1 Dukungan sumberdaya air SDA, karena dalam proses produksi semua jenis komoditi pangan pertanian memerlukan air dalam jumlah dan mutu yang cukup. Dalam kenyataannya, jaringan irigasi yang tersedia masih jauh dari kebutuhan para petani, terutama di musim kemarau, dan daya dukung prasarana jaringan irigasi masih belum seimbang dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur lainnya. 2 Sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi unggulan pertanian yang dapat atau telah mempunyai pasar, serta memiliki berbagai sarana dan prasarana yang dapat mendukung pengembangan usaha agribisnis.

4.1.2 Peta Agribisnis

Kegiatan utama dalam agribisnis terdiri dari pemuliaan benih, budidaya, dan industri pengolahan, sebagai berikut: 1 Pemuliaan benih Pembibitan. Usaha pemuliaan benih hortikultura telah berkembang menjadi usahatani yang menguntungkan dengan prospek yang cerah. Pemulia benih telah meningkatkan 79 mutu dengan memproduksi benih berkualitas dengan sertifikat dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih BPSB. Dari penelitian lapang, 87 responden menyatakan pertimbangan utama dalam membeli benih adalah benih berkualitas. Hal itu menunjukkan kesadaran petani yang tinggi tentang pentingnya menggunakan benih yang bermutu guna mencapai hasil budidaya yang tinggi. Meskipun demikian 39 responden yang mewakili petani tradisional masih memakai benih dari hasil budidayanya sendiri dan 49 responden membeli dari petani lain yang panennya dianggap berhasil. Sementara itu, hanya 11 dari responden yang menyatakan telah membeli benih yang dijual di pasar toko pertanian. Sebaliknya, pemulia benih sudah berorientasi kepada kebutuhan para petani budidaya sebagai konsumennya dan atas kesadaran akan pentingnya peranan kelompok, para pemulia benih telah membentuk Kelompok Tani Penangkar Benih. Masalah utama dari usaha pemuliaan benih hortikultura adalah: a. Belum tersedianya pinjaman modal lunak untuk para penangkar benih maupun petani budidaya yang akan alih usaha ke pembenihan. Akibatnya, proses pemuliaan benih masih dilakukan secara sederhana tanpa peralatan canggih. b. Pemilikanpenyewaan lahan garapan sangat sempit dan berpindah-pindah padahal penanaman harus dilakukan secara rutin setiap bulan. c. Resiko harga jual benih yang seringkali lebih rendah dibanding harga komoditi hortikultura untuk konsumsi. 2 Budidaya. Petani budidaya hortikultura menyadari usahanya sangat tergantung pada cuaca dan ketersediaan air, sehingga waktu tanam yang terbaik dilakukan pada awal musim hujan, atau justru di musim kemarau untuk lahan-lahan yang dialiri air irigasi atau sumur-sumur bor. Dari hasil kuesioner, 62 dari petani budidaya menyatakan menggunakan dana sendiri untuk membiayai kebutuhan dana awal karena sulitnya perolehan dana dari perbankan. Sementara 38 petani lainnya menyatakan menggunakan dana pinjaman sebagai modal awal budidaya. Dari 38 petani yang menggunkana dana pinjaman hanya 19 yang menyatakan memperoleh pinjaman dari bank, 3 dari koperasi, sebagian besar memilih meminjam pada sumber lain petani lain, tengkulak bahkan 80 rentenir sebanyak 62 dan hutang benih, pupuk dan obat-obatan dari toko pertanian sebanyak 16. Gambaran yang paralel dengan ini tampak dari jumlah petani responden yang memiliki lahan sendiri ternyata sebanyak 51 dibandingkan jumlah petani yang menggunakan lahan sewa sebanyak 49. Dalam hal penjualan hasil panen, 35 petani responden mengutamakan harga jual dan 29 menyatakan kecepatan transaksi, 8 menyatakan memilih menjual pada orang yang sudah dipercaya langganan, dan 6 lainnya memilih berdasarkan kesepakatan sistem penjualan dan cara pembayaran. Menurut 85 responden, penjualan dengan cepat dapat terjadi dengan adanya jasa pengumpul dan tengkulak, oleh karena itu petani cenderung mempercayakan penjualan hasil panennya kepada tengkulak. Sejumlah 68 petani responden menyatakan lebih menyukai penjualan dengan sistem tebas ijon karena mereka membutuhkan adanya kepastian tentang terjualnya hasil panen, sebanyak 17 memilih menjual dalam kondisi kering askip, 10 menjual dengan sistem borongan dan 5 lainnya dengan cara yang berbeda- beda. Cara pembayaran dalam penjualan hasil panen, sebanyak 48 petani responden dibayar pada saat terjadi kesepakatan sebagian besar terjadi dalam sistem ijon, 43 responden dibayar saat pengambilan barang, dan hanya 7 dari responden menyatakan pernah menerima uang muka, 2 lainnya dengan cara yang berbeda. 3 Industri pengolahan. Dari penelitian lapang, ternyata kondisi industri pengolahan komoditi hortikultura saat ini dapat dikelompokkan dalam: a. Industri mikro rumah tangga dengan lokasi tersebar pada rumah-rumah di daerah pemukiman di beberapa kecamatan di wilayah budidaya. Industri ini dijalankan dengan proses yang sederhana dan mengandalkan harga bahan baku yang murah. Industri jenis ini biasanya berproduksi secara maksimal pada saat panen raya, dan tidak berproduksi saat harga bahan baku terlalu mahal tinggi. b. Industri pengolahan hasil pertanian hortikultura sedang dengan bahan baku utama produk hortikultura berskala ekspor secara sporadis telah ada di wilayah budidaya. Industri ini harus dikembangkan di wilayah yang mempunyai produksi unggulan sesuai dengan kebutuhan bahan baku industri dimaksud. 81 Penelitian lapang juga menunjukkan adanya beberapa industri yang masih berpeluang untuk dikembangkan yaitu: a. Industri mikro dalam bentuk industri rumah tangga oleh petani budidaya. b. Industri pengolahan antara untuk melayani industri besar di luar daerah, seperti industri essence untuk perusahaan industri makanan. c. Fasilitas pergudangan yang bermanfaat menjaga stok yang berlebih, yang saat ini tidak berkembang padahal mempunyai peran penting dalam agroniaga. Sejumlah 70 dari petani responden menyatakan tidak berminat untuk mengembangkan usaha di bidang industri, dimana 31 responden menyatakan hal itu disebabkan karena besarnya modal yang dibutuhkan, 19 tidak mau memikul resiko yang tinggi dan 20 menyatakan tingkat laba di industri yang tidak memadai. Untuk dapat menarik investor industri, 39 dari responden menyatakan Pemerintah Daerah harus mempersiapkan tata ruang dan infrastuktur jaringan transportasi dan angkutan, sedangkan 23 menganggap ketersediaan tenaga trampil yang diperlukan, 22 responden menyatakan jaminan kesinambungan ketersediaan bahan baku yang paling diperlukan, dan 16 lainnya menyatakan keamanan berusaha, kemudahan perijinan, dan keringanan pajak dan pungutan sebagai pertimbangan utama dalam mendirikan industri. Sejauh ini tidak ada keterkaitan dan keterikatan antara industri dengan petani budidaya, terbukti bila harga sedang tinggi petani lebih suka menjual langsung kepada perantarapengumpul. Pengumpul hasil budidaya hortikultura biasanya mengadakan transaksi harga dengan petani langsung di sawah dengan menggunakan harga taksiran tanpa ditimbang dengan menetapkan harga komoditi saat itu di tingkat petani. Pembayaran dilakukan secara tunai kepada petani. Selanjutnya komoditi hortikultura diperjualbelikan di Pasar Induk lokal kepada para pembeli dari beberapa kota besar daerah lain seperti Surabaya dan Jakarta, yang berkumpul untuk melakukan transaksi dengan pengumpul. Sebanyak 85 responden mengakui peran pedagang perantara sangat penting, terutama pada fungsi sebagai penyambung katalisator agroniaga dalam keterkaitan rantai proses antara petani budidaya dan industri pengolahan. 82

4.1.3 Lembaga Penunjang