Pengertian tentang Pengembangan Wilayah

8

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Wilayah

2.1.1 Pengertian tentang Pengembangan Wilayah

Richardson 1979 berpendapat bahwa pengertian tentang pewilayahan regionalisation dan lingkup wilayah region tidak dapat didefinisikan secara baku karena kriteria yang digunakan sangat tergantung dari lingkup rancangan studi yang akan disusun. Cakupannya dapat beragam mulai dari pusat pemukiman kecil, hingga wilayah yang sangat luas mencakup beberapa pulau, bahkan negara Raymond, 1996. Menurut Poernomosidi 1981 pengertian tentang wilayah, kawasan, dan daerah adalah sebagai berikut: 1 Wilayah region dapat diartikan sebagai batasan geografis yang mempunyai karakter penggunaan tertentu, seperti wilayah pertanian budidaya, wilayah hutan, atau wilayah padat penduduk. 2 Kawasan dapat meliputi beberapa wilayah karena batasnya ditentukan oleh suatu fungsi tertentu, seperti kawasan pengembangan pertanian yang mencakup wilayah pertanian dan industri hasil pertanian. 3 Daerah adalah wilayah dengan batas administrasi pemerintahan formal. Perbedaan juga terjadi pada istilah pembangunan development yang sering digunakan secara rancu dengan kata pengembangan. Kedua istilah ini mempunyai pengertian sebagai berikut Poernomosidi, 1981: 1 Pembangunan adalah upaya untuk mengadakanmembuatmengatur sesuatu yang belum ada. 2 Pengembangan adalah upaya untuk memajukanmemperbaikimeningkatkan sesuatu yang telah ada. Richardson 1979 dan Glasson 1992 mendefinisikan wilayah secara formal adalah suatu kesatuan alam yang mempunyai keterkaitan yang menjadi pengikat. Suatu wilayah dalam pengertian geografi, merupakan kesatuan alam homogeneous region yang mempunyai kesamaan commonalities dan ciri geografis yang khas, antara lain 9 wilayah ekonomi yang berkaitan dengan suatu proyek pembangunan dan pengembangan. Menurut Raymond 1996, wilayah perencanaan planning region pada dasarnya adalah wilayah geografis yang memungkinkan perencanaan dan penerapan program pengembangan wilayah sesuai dengan permasalahan dan kondisi spesifik di wilayah itu. Kesimpulan ini memperkenalkan pengertian tentang wilayah fungsional functional region , yaitu suatu wilayah dengan keadaan alam yang tidak sama tetapi memungkinkan berlangsungnya bermacam-macam kegiatanfungsi yang saling mengisi dalam kehidupan masyarakat Glasson, 1992; Porter, 1998. Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan, pengertian wilayah formal dan wilayah fungsional menghasilkan dua macam pendekatan yang berguna, yaitu Johara, 1999: 1 Perencanaan wilayah formal teritorial memperhitungkan mobilisasi terpadu dari semua sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dari suatu wilayah tertentu yang dicirikan oleh perkembangan masyarakatnya sehingga terbentuk menjadi beberapa kelompok sosial. Strategi yang melandasi perencanaan wilayah formal ini menggunakan pendekatan dari bawah ke atas bottom up, serta menekankan pada pelayanan aspirasi masyarakat. 2 Perencanaan wilayah fungsional memperhitungkan lokasi berbagai kegiatanfungsi ekonomi dan perdagangan, serta pengaturan secara ruang dari berbagai simpul pusat dan jaringan. Strategi pengembangan dari atas ke bawah top down melandasi perencanaan wilayah fungsional ini. Pewilayahan adalah proses perancangan wilayah yang sangat tergantung dari maksud penyusunan, kriteria yang digunakan, dan data yang tersedia. Dalam hal ketersediaan data yang tidak memadai maka perancangan wilayah akan menghasilkan batas-batas yang kabur misty boundaries. Oleh karena itu sering digunakan pendekatan kuantitatif untuk mengelompokkan berbagai sub-wilayah. Pengembangan metode kuantitatif dipelopori oleh Berry 1961 yaitu metode Analisis Faktor The Factor Analysis yang kemudian dianggap terlalu rumit, sehingga dikembangkan metode Nilai Indeks Terbobot The Weighed Index Number oleh Boudeville 1966 yang lebih banyak digunakan. Pada dasarnya perancangan membagi wilayah formal yang ada dengan menggunakan karakter dan kriteria spesifik yang ditentukan. Proses 10 perancangan juga memperhatikan faktor fungsi, keterkaitan, dan ketergantungan antar sub-wilayah, yang ditinjau dari dua aspek dasar yaitu Raymond, 1996: 1 Analisis Aliran Flow Analysis, dilakukan dengan observasi lapangan yang melihat kenyataan tentang intensitas aliran kegiatan penduduk. Hal ini akan menggambarkan daerah pusat dominant center dan daerah penunjang surrounding sattelites. Dari tingkat intensitas yang ditampakkan maka dapat ditentukan batas-batas wilayah ditinjau dari sisi kriteria tertentu. Kriteria aktivitas yang digunakan dapat berupa aktivitas ekonomi angkutan barang atau penumpang, jalan raya, atau kereta api, atau motivasi belanja, sekolah, bekerja, atau informasi. 2 Analisis Gravitasi Gravitational Analysis, disusun tentang kegiatan yang secara teoritis dilakukan oleh penduduk. Analisa ini menggunakan asumsi bahwa kekuatan interaksi antara dua kutub poles ditentukan oleh besarnya massa jumlah penduduk dan berbanding terbalik dengan jauhnya jarak. Wilayah perencanaan yang disusun dengan kriteria formal maupun fungsional pada hakekatnya tidak terkait pada wilayah administrasi pemerintahan. Namun demikian, Smith 1965 menekankan pentingnya orientasi wilayah administrasi dalam penerapan program pengembangan. Dalam kenyataannya, perancangan wilayah seringkali tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan secara tegas. Untuk menghindari kerancuan yang bisa berakibat fatal pada penerapan program pengembangan wilayah, maka pewilayahan tidak dapat disusun dengan melandaskan pada salah satu kriteria murni namun harus disusun secara komprehensif, lentur dengan beberapa kompromi. Hal ini terjadi terutama antara pewilayahan berdasarkan kriteria formal atau fungsional, dan administrasi. Raymond 1996 menyatakan bahwa pewilayahan dapat ditinjau secara subyektif atau obyektif. Untuk keperluan studi dan penelitian, pewilayahan dipakai sebagai alat untuk menganalisis secara subyektif atas dasar kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan pendekatan ini dapat dideskripsikan wilayah formal, fungsional, administrasi, dan kawasan pengembangan ekonomi secara terinci, sehingga memudahkan penyusunan rekayasa pengembangan wilayah secara memadai ideal. Namun pendekatan subyektif membutuhkan ketersediaan data yang memadai untuk dapat menganalisis masing-masing kriteria secara tepat dan akurat. Dalam 11 kenyataannya, data yang dibutuhkan sesuai format studi seringkali tidak tersedia, sehingga pewilayahan biasanya disusun berdasarkan ketersediaan data wilayah administrasi dengan tetap memperhatikan dan memperhitungkan prinsip-prinsip dasar subyektif teoritis Glasson, 1992.

2.1.2 Konsep Pengembangan Wilayah