Komoditi Unggulan Hortikultura Kawasan Pertanian Terpadu

41 bukti kepemilikan atas barang yang disimpan oleh petani document of title di gudang untuk dialihkan, diperjual-belikan dan dijadikan agunan tanpa perlu persyaratan yang lain. Dalam hal itu, penguasaan terhadap barang jaminan berada di tangan pengelola gudang. Dengan Sistem Resi Gudang, maka penjualan komoditi dapat dilakukan sepanjang waktu maupun menunggu sampai harga naik, tanpa ada kekhawatiran bahwa komoditi menjadi turun kualitasnya karena berada dalam pengelolaan pengelola gudang yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara menunggu harga naik, petani pemilik komoditi dapat mengangunkan resinya guna memperolah pembiayaan bagi usahanya. Dari bentuk-bentuk itu, lembaga koperasi yang paling dominan baik dari segi titik layanan unit lembaga maupun nasabah peminjam. Dengan demikian koperasi, khususnya koperasi simpan pinjam KSP yang kegiatan usahanya dikhususkan pada aktivitas simpan pinjam, atau koperasi yang memiliki unit simpan pinjam USP-Kop, berpotensi menjadi lembaga-lembaga pengelola pendanaan kredit mikro dan kecil, walaupun untuk itu koperasi juga masih terkendala dengan sumber permodalan. Oleh karena itu perlu dibangun keterkaitan antara koperasi dengan sumber keuangan lainnya baik bank maupun non-bank. Pada dasarnya ada tiga fungsi yang harus dilakukan oleh LKM untuk pengembangan UMKM dari sisi pembiayaan, yaitu: 1 Memberikan jaminan atas kredit yang diberikan bank kepada UMKM. 2 Memberikan bantuan teknis kepada UMKM di bidang usaha sesuai kebutuhan. 3 Memberikan kredit kepada UMKM yang belum terjangkau oleh bank. Masalah permodalan LKM diharapkan akan dapat diatasi melalui adanya keterkaitan antara LKM dengan institusi keuangan lainnya Bank dan BPR. Selain itu, telah ditempuh terobosan dalam pemberian bantuan modal berbentuk Bantuan Perkuatan Dana Bergulir bagi Koperasi Simpan Pinjam di sektor pertanian Dana Bergulir KSP, sumber dana berasal dari Pemerintah dan disalurkan ke KSP di sektor agribisnis untuk disalurkan kepada anggotanya.

2.3.3 Komoditi Unggulan Hortikultura

Kata hortikultura berasal dari bahasa Latin, yaitu hortus yang bermakna kebun dan colere cultura yang berarti menanam cultivate. Di jaman Belanda, hortikultura 42 diartikan sebagai perkebunan rakyat tuinbouw, jadi mengandung arti pengusahaan tanaman di kebun seputar tempat tinggal Ashari, 1995. Tanaman hortikultura jenis sayuran dapat dibedakan dari jenis buah-buahan, berdasarkan Sutarya et al., 1995: 1 Tempat tumbuhnya: sayuran ada dua jenis yaitu a sayuran dataran rendah dan b sayuran dataran tinggi. Lahan tumbuh sayuran dataran rendah di Indonesia terbagi menjadi empat jenis, yakni: a sawah bekas tanaman padi 60, b sawah khusus sayuran 10, c ladang 25, dan d pekarangan 10. 2 Berdasarkan tujuannya: usahatani sayuran terbagi dalam 5 macam, yaitu: a. Budidaya pekarangan, digunakan untuk keperluan sendiri. b. Budidaya komersial, untuk dijual ke pasar. Aktivitas usaha dilakukan pada sebidang tanah yang cukup luas. Pemeliharaan tanaman dilakukan secara intensif dengan mempertimbangkan biaya dan perkiraan pendapatan. c. Budidaya agroindustri, sama dengan budidaya komersial, hanya berbeda dalam luas, skala usaha dan transportasi. Aktivitas usaha dilakukan di tempat yang jauh dari pasar dan memerlukan prosespekerjaan yang lebih kompleks dan bervariasi. d. Budidaya sayuran olahan agroindustri. Hasil panen diolah lebih lanjut, antara lain diawetkan dalam kaleng. Areal usahatani ini sangat luas dengan menggunakan peralatan mesin pertanian yang canggih. Beberapa aktivitas usaha yang dilakukan dalam pengolahan hasil panen ini dengan proses: i pengalengan dengan penggunaan bahan pengawet, ii pembekuan untuk diawetkan dengan suhu rendah, dan iii dehidrasi melalui pengeringan atau cara lain sebelum disimpan. e. Budidaya yang dilakukan dalam rumah kaca ruang terkontrol, tujuannya untuk memproduksi sayuran di luar musimnya. Usahatani ini mahal namun prospeknya baik karena dapat mensuplai pasar setiap saat dengan kualitas produk yang tinggi. Sebagian besar dari sayuran dataran rendah 50 tidak ditanam sebagai pola tanam tunggal monokultur tetapi sebagai tanaman campuran tumpangsari atau tanaman sisipan mixed cropping, intercropping, relay cropping. Beberapa alasan petani menggunakan pola tumpangsari adalah: 43 1 Mengurangi risiko gagal panen. 2 Pemanfaatan tanah yang lebih baik pada satuan waktu yang sama. 3 Keuntungan dari penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja. Menurut catatan Direktorat Jendral Hortikultura, Departemen Pertanian 2005, tanaman hortikultura yang berumbi seperti bawang, tumbuh paling baik di tanah jenis aluvial, latosol atau tanah andosol yang ber-pH antara 5.15-7.0, ketinggian maksimum 250 m dpl di atas permukaan laut, beriklim kering dengan suhu 25-32 o C dengan suhu rata-rata tahunan 30 o C, curah hujan 300-2.500 mmtahun, dan cuaca dengan penyinaran matahari 12 jam per hari. Tanaman hortikultura bawang merah yang kekurangan sinar matahari akan menyebabkan pertumbuhan umbi yang kecil. Tanaman ini membutuhkan air yang cukup banyak selama pertumbuhan umbi, karena akarnya yang pendek. Namun, tanaman bawang merah juga tidak tahan terhadap genangan air dan tempat yang selalu basah Rahayu dan Berlian, 2004. Salah satu resiko dalam usahatani bawang merah adalah kegagalan panen akibat serangan hama. Hama utama yang menyerang tanaman bawang merah adalah ulat bawang atau disebut ulat grayak Spodoptera exigua Lepidoptera: Noctuidae dan lalat grandong Lyriomiza Sp, karena sulit dibasmi Suheriyanto, et al., 2000. Pencegahan hama dan penyakit pada tanaman bawang merah ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara manual fisik, musuh alami biologi, atau pestisida kimia. Hama ulat bawang memiliki arti yang sangat penting mengingat tingkat serangannya tercatat mencapai 21 dari total lahan produksi yang ada. Teknologi pengendalian yang paling efektif adalah menggunakan insektisida, dengan dosis yang tinggi. Cara ini dikombinasikan dengan penggunaan perangkap lampu light trap. Menurut Negara 2003, ulat bawang dapat menyerang tanaman bawang merah sejak fase vegetatif sampai saat panen, dan pada serangan berat dapat menyebabkan kerugian total. Serangan OPT organisme pengganggu tanaman yang terjadi hampir setiap musim tanam mendorong petani untuk menggunakan pestisida dan insektisida sebagai tindakan pengendalian, dengan penggunaan yang cenderung terus meningkat dalam frekuensi dan dosis yang digunakan. Perilaku petani ini mengakibatkan peningkatan biaya pada usahatani Herwanto, et al, 2005. 44 Usahatani dari hortikultura memerlukan penanganan yang lebih intensif dibanding tanaman pangan, sehingga memerlukan modal yang lebih besar pula, namun nilai jual produknya juga lebih tinggi, sehingga memadai. Pola budidaya hortikultura masih bergantung pada musim, karena pada musimnya tanaman mudah dikendalikan dan hasil panennya tinggi. Akibatnya persediaan komoditi menjadi berlebihan di musim panen dan menurun di luar musimnya. Karena itu pada musim panen raya, penawaran jauh lebih besar dibandingkan dengan permintaan, sehingga posisi tawar petani menjadi lemah dan harga turun bahkan seringkali petani terpaksa menjual dengan merugi. Di dalam era globalisasi peluang pasar hortikultura di dalam dan di luar negeri menjadi terbuka dan kompetitif. Sistem perniagaan hortikultura saat ini masih belum efisien, hal ini tampak dari perbedaan harga pada tingkat petani yang sangat rendah dibandingkan dengan harga pada tingkat konsumen. Untuk meningkatkan daya saing komoditi hortikultura harus dilakukan perubahan dari pola usahatani yang tradisional ke pola usahatani yang komersial melalui usaha pertanian terpadu. Mekanisasi penggunaan teknologi untuk peningkatan usahatani merupakan alternatif untuk dapat memenuhi persyaratan kualitas produk yang ditetapkan oleh analisa pemasaran menekankan pada teknologi yang bersifat Austin, 1981: 1 Spesifik daerah setempat yang mampu meningkatkan produksi dan mutu panen. 2 Dapat mengurangi resiko gagal panen dan menekan kehilangan hasil panen. 3 Hemat penggunaan air. Pola produksi hortikultura yang berfluktuasi sesuai musim harus diupayakan agar lebih stabil untuk setiap periode waktu Gunawan et al., 1997. Komoditi unggulan hortikultura ditandai dengan kemampuan produksi pada off season dengan kualitas yang baik selain dicirikan oleh produktivitas tanaman dan volume produksi yang tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya Anonim, 2002. Agroindustri hortikultura mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan kawasan pertanian dengan pola Agroestat. Peningkatan agroindustri pada sentra-sentra budidaya akan merealisasi transformasi struktur perekonomian perdesaan dari dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor industri agroindustri yang didukung ketersediaan bahan baku hortikultura secara berkesinambungan Sudaryanto et al ., 2002a. 45 Untuk peningkatan produksi komoditi hortikultura, rekayasa genetika bioteknologi dapat mempercepat masa tanam hortikultura sehingga panen dapat dilakukan lebih cepat. Dalam hal ini perusahaan agroindustri dapat berperan dalam mendiseminasikan kepada para petani Rustiani et al., 1997. Indonesia yang terletak di kawasan hutan tropik basah, memiliki potensi sumberdaya alam berupa berbagai mikroba yang diperlukan bagi rekayasa genetika Marx, 1989. Pemikiran tentang komoditi unggulan untuk setiap satuan wilayah mulai digagas dan dicetuskan di Oita, Jepang disebut: One Village One Product. Program ini kemudian Maret 2002 mulai diadopsi dengan sebutan One Tambon One Product OTOP di Thailand, karena penerapannya di wilayah administrasi seluas desa yang disebut “tambon”. Konsep dasar dari OTOP adalah pengembangan dan peningkatan komoditiproduk lokal dengan sinergi dan konsentrasi sumberdaya di wilayah setempat untuk kualitas perdagangan internasional ekspor. Konsep ini menarik perhatian dunia setelah berhasil memasarkan produk-produk lokal Thailand melalui pameran di Shibuya, Tokyo, Jepang pada September 2002 JETRO, 2003. Sesuai pertimbangan dari aspek teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan, komoditi unggulan hortikultura yang harus dikembangkan di negara tropis seperti Indonesia antara lain adalah sayuran, khususnya cabai, bawang merah, kentang, kubis dan tomat Sudaryanto et al., 2002a. Peningkatan luas lahan per tahun rata-rata secara nasional dari tanaman sayuran olericulture, sebagai salah satu jenis tanaman hortikultura, kira- kira 3.3. Sedangkan angka ekspor tahunan sayuran segar dari Indonesia hanya 0.7, dengan demikian 99,30 dari total produksi sayuran segar digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Keunggulan suatu komoditi tidak hanya ditentukan oleh sifat komoditi itu, tetapi juga interaksi antara komoditi tersebut dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Suatu komoditi yang memberikan pengaruh yang positif peningkatan nilai tambah, kesejahteraan, kesempatan kerja terhadap lingkungan yang spesifik pada setiap wilayah pengembangan dapat dikatakan unggul. Pengembangan komoditi unggulan harus berbasis agroindustri karena sebagian besar dari perolehan nilai tambah dibentuk pada mata rantai pengolahan Anonim, 2002. 46

2.3.4 Agroindustri