10 9
5.3 Pewilayahan Agroestat
Pewilayahan pola Agroestat yang dirancang dalam studi ini menggunakan kriteria subyektif dan obyektif. Secara subyektif batas pewilayahan ditentukan dengan
pendekatan wilayah fungsional untuk pengembangan sektor pertanian hortikultura. Pendekatan ini digunakan untuk memudahkan rekayasa pengembangan pola Agroestat
secara ideal. Kenyataan pada penelitian lapang, dijumpai kesulitan dalam ketersediaan data yang dibutuhkan sesuai dengan batas wilayah fungsional, maka pewilayahan
Agroestat kemudian disusun berdasarkan pendekatan obyektif sesuai dengan ketersediaan data Kabupaten wilayah administrasi otonom dengan tetap melandaskan
pada prinsip-prinsip dasar subyektif teoritis.
5.3.1 Pendekatan wilayah fungsional
Keterpaduan wilayah Agroestat dengan pendekatan fungsional ideal meliputi tiga Satuan Wilayah Ekonomi Economic Planning Region yang mengikat simpul-
simpul kegiatan dalam Satuan Wilayah Ekonomi yang terdiri dari: Usahatani, Agroindustri, dan Agroniaga, yang secara fungsional saling tumpang-tindih
overlapping sebagaimana disajikan Gambar 9.
Gambar 9. Struktur Pewilayahan Agroestat Fungsional. Kegiatan ekonomi utama pada usahatani adalah pembibitan dan budidaya.
Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu: 1 seleksi bibit dari produk berdasarkan persyaratan bibit yang baik dan 2 pembelian bibit dari usaha pembibitan
atau penyedia bibit. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi dalam usahatani melibatkan sub- sistem luar sehingga terjadi transaksi ekonomi dalam bentuk pemasaran jual-beli,
11 0 simpan-pinjam modal maupun pertukaran barang. Sub-sistem ekonomi usahatani dalam
pembibitan dan budidaya tidak dapat saling dipisahkan, meskipun pengadaan bibit dilakukan dengan seleksi produk sendiri. Dengan demikian, sub-sistem usahatani
menjadi overlapping dengan agroindustri maupun agroniaga. Kegiatan agroindustri selain mencakup beberapa jenis industri, juga harus
dibedakan pada skala industrinya. Dalam kegiatan agroindustri skala usaha menentukan jalur perniagaan yang dilalui, jumlah kebutuhan bahan baku secara rutin bulanan, dan
tingkat pembiayaan investasi yang diperlukan. Dengan memperhatikan klasifikasi skala industri maka aktivitas ekonomi di agroindustri bawang merah dapat dibedakan
dalam industri mikro rumah tangga, kecil, menengah, dan besar. Industri yang menggunakan bahan baku bawang merah umumnya berukuran mikrokecilsedang,
sedangkan industri besar pada umumnya menggunakan bawang merah hanya sebagai bahan baku penambah kesedapan.
Dalam mata rantai ekonomi kegiatan agroindustri, peranan pemasaran niaga sangat dominan dan dinamis sehingga sering terjadi overlapping kegiatan ke dalam sub-
sistem satuan wilayah ekonomi lainnya dalam wilayah Agroestat. Kegiatan ekonomi agroniaga mencakup kegiatan pelaku pemasaran mulai dari pengumpul, tengkulak,
pedagang, dan pedagang besar, serta lembaga pasar induk. Proses agroniaga ini mencakup wilayah yang luas, mulai dari wilayah budidaya hingga pasar ekspor.
Perkembangan agroindustri pada sentra-sentra budidaya di perdesaan masih terkendala oleh ketersediaan bahan baku yang tidak menentu. Akibatnya mendatangkan
bahan baku dari beberapa sentra budidaya yang tersebar di pulau Jawa, atau bahkan diimpor dari luar negeri, karena komoditi hortikultura Indonesia masih berada pada
posisi impor. Hal ini menunjukkan bahwa upaya yang diperlukan dalam pengembangan agroindustri adalah peningkatan dan kesinambungan pasokan hasil budidaya
Usahatani hortikultura Sudaryanto et al., 2002a. Struktur pewilayahan Agroestat dapat lebih dirinci dengan memasukkan simpul-
simpul kegiatan yang ada dalam rangkaian kawasan pertanian Agroestat sebagaimana tampak pada Gambar 10.
11 1 Gambar 10. Pewilayahan Agroestat fungsional.
Dari segi pewilayahan geografis, struktur simpul-simpul yang ada menunjukkan bahwa subsistem Usahatani bersifat menyatu solid, sedangkan subsistem yang lain
Agroindustri dan Agroniaga dan usaha-usaha pendukung bersifat menyebar luas pada keterkaitan antar wilayah pulau Jawa, nasional, dan internasional. Gambar 11
menunjukkan keterkaitan subsistem yang lebih jelas dan menjadi landasan dalam pemilihan prioritas pengembangan pola Agroestat.
Gambar 11. Pewilayahan Agroestat geografis.
11 2 Proses pertambahan nilai berjalan searah kegiatan usahatani hortikultura, sejak
dari simpul-simpul kegiatan awal, pemuliaan benih pembibitan hingga pada konsumen akhir. Sepanjang alur proses terjadi pertambahan nilai hingga mencapai konsumen akhir
dengan akumulasi nilai tambah tertinggi. Dalam hierarki rantai nilai tambah yang ada, tampak dari Tabel 27, nilai keuntungan sebagai representasi nilai tambah terkecil terjadi
pada tingkat petani budidaya. Oleh karena itu peningkatan nilai tambah harus diupayakan dengan menambahkan lingkup kerja petani dengan kegiatan usaha industri
mikro rumah tangga. Melalui upaya ini maka petani mampu menghasilkan komoditi untuk konsumen akhir, bukan sekedar bahan baku industri. Sebagai ilustrasi, petani
menanamkan bawang merah akan mampu menghasilkan bawang merah goreng. Dengan demikian orientasi Agroestat diarahkan kepada Satuan Wilayah Ekonomi
Usahatani sebagai simpul utama central node. Beberapa pertimbangan penting dalam menentukan orientasi Agroestat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1 Tujuan terukur dari pengembangan pola Agroestat adalah meningkatkan penghasilan nyata dari petani budidaya melalui peningkatan produksi lahan
budidaya serta penganekaragaman enrichment lingkup usaha pengolahan hasil pertanian.
2 Subsistem Usahatani pertanian mempunyai wilayah yang terkonsentrasi sehingga lebih mudah dikelola dalam suatu manajemen kawasan, bahkan di daerah otonom
sentra produksi budidaya merupakan sebagian dari subsistem Agroindustri menengah dan besar serta sebagian dari subsistem Agroniaga. Kegiatan niaga yang
bersifat makro menyebar scattered dalam wilayah yang lebih luas Gambar 10. 3 Keberhasilan peningkatan produksi Usahatani dapat menghidupkan dan
menghadirkan dan perluasan industri pasca panen di daerah budidaya sehingga akan meningkatkan daya serap industri atas peningkatan hasil panen. Hal ini juga
meningkatkan penyerapan nilai tambah produk hortikultura di perdesaan. Oleh karena itu, konsentrasi upaya pengembangan kawasan pertanian secara
terpadu harus diarahkan kepada peningkatan Agroindustri, karena: 1 Agroindustri mempunyai peran yang sangat besar dalam pengembangan sektor
pertanian, terutama dalam rangka transformasi struktur perekonomian dan dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor industri agroindustri.
11 3 2 Keberhasilan suatu wilayah menarik industri masuk ke perdesaan merupakan tahap
penting yang menentukan keberhasilan perkembangan suatu wilayah, khususnya untuk agroindustri berbasis bahan baku pertanian material-oriented industries
North, 1973. 3 Secara rasional investor cenderung untuk memilih lokasi yang dapat menghasilkan
keuntungan maksimal, sehingga pelaku industri hortikultura tertarik pada lokasi di sentra budidaya dengan jaminan ketersediaan pasokan bahan baku.
5.3.2 Pendekatan wilayah secara obyektif