Teori Lokasi Location Theory

21 dan industri yang selalu berubah. Setiap peralihan penggunaan lahan harus dihitung besarnya kadar pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. 2 Faktor ekologis, berkaitan dengan kemampuan alamiah untuk mendukung kegiatan pembangunan yang berlangsung serta dampaknya faktor akibat. 3 Faktor alokasi ruang secara proporsional, yaitu terpenuhinya syarat minimal alami dari suatu wilayah, sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungan. Hal ini diperhitungkan sebelum dilakukan konversi lahan untuk kepentingan pembangunan. 4 Faktor pendekatan keterpaduan, yaitu keterpaduan dalam konsep penataan ruang wilayah yang terjadi antar sektor pembangunan serta keterpaduan vertikal skala lokal, regional dan nasional. 5 Faktor pendapatan penduduk, yaitu upaya untuk meningkatkan pendapatan di berbagai sektor dengan tetap menjaga kualitas lingkungan pada setiap skenario pembangunan yang dirancang. Lima faktor di atas pada hakekatnya menggambarkan keterkaitan antara tata ruang dengan dampak yang terjadi akibat pembangunan terhadap lingkungan. Dampak negatif yang mungkin terjadi harus diantisipasi dan dihindari dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam upaya pelestarian lingkungan ini, disadari sepenuhnya bahwa perencanaan secara nasional harus didukung oleh implementasi pada tingkat lokal Brody, 2003. Menurut Marsudi 1992 dan Johara 1999, pengkajian tata ruang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai teori yang telah dikembangkan, antara lain: Teori Lokasi oleh Von Thünen sebagai landasan bagi teori-teori penggunaan tanah pertanahan modern, Model Gravitasi, Analisis Input Output, dan Teori Kluster. Teori-teori ini dikembangkan untuk penggunaan pada situasi yang berbeda.

2.2.1 Teori Lokasi Location Theory

Setiap kegiatan manusia selalu memerlukan lokasi tanah dan kondisi lingkungan yang baik. Dalam hal ini harga memegang peranan yang penting dan menentukan pemilihan serta intensitas persaingan untuk mendapatkan tanah. Motivasi ekonomi manusia adalah untuk dapat mencapai target keuntungan yang maksimum, biaya transpor minimum dari penggunaan tanah di lokasi yang memadai. Untuk itu, maka 22 diperlukan pemahaman tentang kebijakan lokasi dan struktur spasial yang menyangkut pola penggunaan tanah, lokasi industri dan interaksi spasial. Konsep dasar dari Teori Lokasi memerlukan kajian struktur spasial terhadap sistem jaringan nodal dan hierarki, blok diagram, bangunan normatif konsep pendekatan spasial ekonomi. Wacana teori ini tidak lepas dari interaksi aspek sosial, fisik dan ekonomi. Teori Lokasi masuk ke bidang ilmu ekonomi sejak Von Thünen mengembangkan teorinya sekitar tahun 1880. Teori Lokasi kemudian diperkenalkan secara utuh oleh Walter Isard pada tahun 1952, sehingga konsep pemilihan lokasi produksi mulai disadari pengaruhnya terhadap efisiensi, serta mulai masuk dalam ilmu ekonomi. Von Thünen pada dasarnya mengembangkan Teori Lokasi secara keruangan. Lingkaran lokasi yang disusunnya merupakan daerah yang efisien sebagai lokasi kegiatan usaha tertentu dalam daerah tersebut. Teori yang dimulai oleh Launhardt diteruskan oleh Weber yang membahas teori tempat lokasi yang kemudian berkembang pesat. Akhirnya Hotelling mengembangkan teori yang merupakan sumbangan penting dalam perkembangan keseimbangan keruangan. Sejak Isard berhasil mengintegrasikan Teori Lokasi jalur Von Thünen dan LaunhardtWeber dan mengintroduksikan peralatan yang dikenal dalam ekonomi, maka Teori Lokasi lebih diterima di kalangan ahli ekonomi. Dalam perkembangan selanjutnya tampaknya teori tentang tempat lokasi dan ketergantungan lokasi menyatu dalam bentuk yang disebut mikro ekonomi spasial. Sebaliknya teori yang dirintis oleh Thünen menjadi landasan bagi teori pertanahan modern Johara, 1999. Teori Lokasi maupun Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Growth Theory sependapat tentang adanya tahapan perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah perdesaan. Transformasi struktural wilayah perdesaan melalui industrialisasi untuk menumbuhkan produktivitas sumberdaya manusia, dapat dilakukan terutama dengan pengaturan tata ruang dan infrastruktur prasarana yang progresif di wilayah perdesaan. Peter Hall menyimpulkan bahwa perencanaan dan penataan dalam pengembangan wilayah merupakan upaya perancangan investasi usaha dan masyarakat melalui penataan ruang dan penciptaan fasilitas menjadi insentif yang positif untuk investasi. 23 Menurut Claudius Petit, hal itu menunjukkan bahwa perencanaan tata ruang harus dilakukan oleh dan untuk masyarakat di wilayah itu sendiri Gillingwater, 1975. Teori Lokasi untuk industri Industrial Location Theory menyatakan bahwa investor yang akan membangun suatu industri, secara rasional dan komprehensif mempertimbangkan dan memilih lokasi yang mampu menghasilkan keuntungan maksimal. Dengan pola pikir ini, maka pelaku industri akan tertarik pada lokasi yang paling kompetitif dalam hal upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, fasilitas komunikasi, pendidikan dan diklat, kualitas pelayanan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Smith, 1973; Glasson, 1992; Arsyad, 1999; Dirdjojuwono, 2004.

2.2.2 Model Gravitasi Gravity Model