87 kemitraan dalam bentuk Agroestat maupun potensi peningkatan nilai tambah dari
produk yang diolah pasca panen. 2. Pilihan komoditi unggulan akan secara timbal balik diikutidipatuhi oleh petani
bilamana terjamin harga jual yang stabil dan cukup memuaskan maupun pemasaran dari produk.
3. Industri pengolahan produk pasca panen oleh para investorpengusaha akan mendapatkan insentif untuk melakukan proses terpadu dengan proses budidaya
pertanian bilamana ada jaminan keamanan, kelancaran penyediaan bahan baku dan tingkat keuntungan.
4. Harapan dan kepentingan dari masyarakat sekitar lokasi terutama adalah ketersediaan kesempatan kerja, sehingga komoditi unggulan yang dipilih harus
mampu memberikan peluang keikut-sertaan masyarakat dalam proses pengolahan. Secara lebih spesifik, masyarakat lokal ikut berpartisipasi aktif atau tidak
tersingkirkan oleh tenaga kerja pendatang. 5. Bagi pemerintah daerah pemda, pemilihan komoditi unggulan ditinjau dari sisi
potensinya untuk menghasilkan pendapatan asli daerah PAD yang dapat dipakai untuk meningkatkan kemakmuran dan kemajuan daerah itu secara keseluruhan.
Berdasarkan kriteria di atas, pemilihan komoditi unggulan daerah dalam Agroestat dengan menggunakan teknik PHA disajikan pada Gambar 8, dimana komoditi
hortikultura daerah Kabupaten Brebes yang paling layak adalah bawang merah dengan skor 0.412.
4.4 Potensi dan Permasalahan Pengembangan
Analisa Situasional yang disusun berdasarkan hasil studi lapangan sebagaimana diuraikan pada bab 4.1 menghasilkan formulasi potensi dan permasalahan yang
dihadapi, sebagai berikut:
4.4.1 Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu
1 Secara regional dan nasional, peran dan kesempatan untuk mengembangkan sektor pertanian hortikultura di Indonesia masih sangat luas.
88
Petani 0.483
Investor 0.272
Masyarakat 0.157
Pemda 0.088
Aktor
Produk unggulan
1.000
Fokus
Pendapatan petani 0.153
Harga jual produk 0.135
Jaminan pemasaran 0.126
Kesinambungan bahan baku 0.071
Laba usaha merata 0.061
Harga produk layak 0.051
Keamanan berusaha 0.056
Kesempatan kerja 0.062
Masyarakat lokal 0.043
Peningkatan PAD 0.037
Kriteria
Bawang Merah 0.412
Cabe Merah 0.254
Bawang Putih 0.334
Produk Unggulan
Gambar 8. Hierarki Komoditi Unggulan Agroestat 2 Kebijakan Pemerintah Kabupaten untuk pengembangan agroindustri terpadu untuk
komoditi unggulan tertuang dalam Rencana Tataruang Wilayah RTRW, didukung alokasi anggaran, serta organisasi dinas.
3 Tersedia sumberdaya manusia trampil petaniburuh tani yang menguasai teknik budidaya hortikultura, khususnya di sentra-sentra produksinya.
4 Tersedia dan tumbuhnya sentra pemuliaan bibit hortikultura yang berkualitas di sentra-sentra produksinya.
5 Potensi lahan pertanian dengan klimat serta jenis tanah yang cocok untuk tanaman hortikultura, dan sentra produksi hortikultura khususnya di lokasi-lokasi geografis
yang strategis di daerah transit mobilitas perekonomian. 6 Tersedianya sumber air untuk pengairan irigasi, khususnya di sentra produksi
hortikultura. 7 Ditinjau secara spesifik untuk beberapa sentra produksi hortikultura, ada beberapa
potensi untuk pengembangan yaitu:
89 a. Budidaya hortikultura, secara tradisional masih terkonsentrasi di sebagian dari
wilayah yang potensial, sehingga masih ada peluang untuk dikembangkan di wilayah stagnan dan lahan-lahan produktif.
b. Banyak alternatif agroindustri untuk komoditi hortikultura. c. Koreksi harga yang jatuh saat produksi melimpah pada panen raya hasil
penanaman di awal musim hujan bisa dilakukan dengan menggeser masa panen melalui penyediaan fasilitas jaringan irigasi.
d. Pemuliaan benih pembibitan sudah menjadi usaha yang menguntungkan
dengan potensi yang besar. 4.4.2
Permasalahan Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu
1 Sifat komoditi hortikultura: a. Sifat komoditi hortikultura yang sangat rentanmudah rusak perisable,
sehingga harga produk hortikultura tidak stabil, terutama saat panen raya produk hasil pertanian harus segera dijual dengan harga yang murah sekalipun.
b. Hortikultura sebagai komoditi unggulan, tidak memberikan kontribusi yang memadai bagi masyarakat karena proses pengolahan dengan nilai tambah tinggi
masih banyak berada di luar daerah budidaya. 2 Permintaan demand:
a. Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat nasional akan meningkatkan jumlah, mutu dan keragaman permintaan produk hortikultura.
b. Perubahan komposisi umur, proporsi angkatan kerja, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi cenderung kurang tertarik bekerja di sektor
pertanian yang masih tradisional. 3 Sarana dan prasarana:
a. Pembangunan perumahan dan industri semakin mempercepat peralihan fungsi lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian, sehingga mengurangi luas
areal sawah rata-rata 0.15 per tahun. Hal ini menyebabkan penguasaan lahan oleh petani saat ini relatif rendah 51.
b. Terjadi pencemaran sumberdaya alam dan lingkungan akibat penggunaan obat anti hama secara berlebihan sehingga menurunkan produksi lahan pertanian.
90 c. Ancaman bahaya banjir yang terjadi setiap tahun, serta menurunnya tingkat
kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk organik yang berlebihan. d. Pemanfaatan air untuk kepentingan non pertanian seperti industri dan rumah
tinggal semakin meningkat dan berdampak pada penyediaan air untuk pertanian yang kurang proporsional, sehingga kelangkaan air semakin dirasakan oleh
petani. e. Rendahnya fungsi jaringan irigasi sehingga tidak mampu menggeser pola tanam
pada musim hujan ke musim kemarau. Hal ini diperlukan untuk memperbaiki mutu komoditi, memperpanjang masa penyimpanan dan menjamin
kesinambungan produksi. 4 Industri pengolahan:
a. Industripabrik pengolahan di daerah belum berkembang karena kebutuhan modal sulit diperoleh dan tidak ada jaminan kesinambungan pasokan bahan
baku. b. Prasarana jaringan jalan yang tersedia masih kurang memadai untuk
meningkatkan industi pengolahan kecilmenengah dan menarik investor menanamkan modal bagi industri pengolahan skala besar ekspor. Kurangnya
kesadaran bahwa keberadaan industri berdampak pada peningkatan nilai tambah di Kabupaten, sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan per kapita. 5 Posisi tawar petani:
a. Kemitraan antara petani budidaya dengan pelaku agroindustri, masih menghadapi banyak masalah operasional di lapangan. Integrasi antara pemilik
modal kuat dengan petani miskin dalam bentuk hubungan kemitraan bisnis tidak terjalin dengan baik karena tidak adanya kesetaraan.
b. Posisi tawar petani budidaya hortikultura sangat lemah sehingga dalam mekanisme pasar sempurna perfect market competition terjadi kekuatan pasar
yang tidak seimbang buyer’s market. Keadaan ini mengakibatkan keterkaitan antara sektor pertanian, niaga, dan industri tidak terjadi secara sinergis.
c. Kelompok tani pada subsistem budidaya hortikultura merupakan bentukan Pemerintah, akibatnya kelompok ini lemah, dan kepedulian petani kepada
91 lembaga ini sangat kurang.
6 Sumberdaya manusia: a. Kualitas sumberdaya manusia yang belum mampu mendukung kegiatan
agroindustri, sehingga petani tidak mudah menerima teknologi inovatif yang menguntungkan. Pola tanam anjuran seringkali diabaikan oleh petani.
b. Kultur masyarakat kurang mendukung adanya agroindustri. Budaya pertanian memberikan ciri sosial kemasyarakatan yang kurang agresif dalam menanggapi
pembangunan dan kemajuan. Masyarakat cenderung bersikap konvensional lambat. Budaya hari pasaran di beberapa wilayah menghambat pada aktivitas
produksi yang menunggu hari pasaran. 7 Globalisasi:
a. Era pasar bebas globalisasi mengakibatkan produk-produk agroindustri impor membanjiri pasar domestik. Terbatasnya informasi pertanian memperlemah
posisi produk lokal dalam pasar regional. b. Arus globalisasi telah menempatkan produk-produk pertanian pada posisi
persaingan internasional yang semakin terbuka. c. Penetapan standar kualitas competitive advantage usaha pertanian dari negara
pengimpor hasil pertanian yang sangat tinggi tidak mudah untuk dipenuhi oleh eksportir dari negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia.
4.5 Formulasi Alternatif Strategi Dasar