Konsep Rantai-nilai Value Chain

58 Jika Net BC 1 maka proyek dinyatakan layak, jika Net BC = 1, maka proyek mencapai titik impas dan jika Net BC 1 maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dikembangkan. 3 Pay Back Period PBP Pay Back Period PBP digunakan guna menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang ditanamkan. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan. Rumus yang digunakan guna menghitung PBP adalah : 4 Break Even Point BEP Break Even Point titik Pulang Pokok menunjukkan tingkat penjualan perusahaan yang tidak menghasilkan untung maupun menimbulkan kerugian. Rumus yang digunakan adalah: Melalui beberapa analisis tersebut di atas, kemudian dapat dinilai dan disimpulkan kelayakan usaha komersial dari keseluruhan konsep yang telah dirancang bangun.

2.5 Konsep Rantai-nilai Value Chain

Perkembangan pengertian nilai value pada tahun 1980-an mengandung arti yang penting dalam mengarahkan upaya-upaya peningkatan nilai bagi konsumen customer value dari suatu produkjasa secara berkesinambungan menuju pada pemenuhan kepuasan konsumen secara prima dan menyeluruh, tidak hanya dari sisi ekonomi saja. Pengertian tentang nilai ini disempurnakan dengan sebutan customer value yang didefinisikan sebagai perhitungan dari manfaat benefits dibandingkan dengan pengorbanan sacrifices dalam arti luas dari konsumen akibat penggunaan suatu Penjualan Jumlah Variabel Biaya - 1 Tetap Biaya BEP = tahun 1 x Periodik Penerimaan Awal Investasi PBP = 59 produkjasa dalam rangka memenuhi kebutuhannya Porter, 1985. Dalam aplikasi, besarnya nilai-tambah yang ditimbulkan dari proses pengolahan dihitung dari nilai produk yang dihasilkan dikurangi biaya bahan baku dan input lainnya. Dewan Produktivitas Nasional DPN menyatakan bahwa nilai-tambah adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh dari penjualan barangjasa dengan biaya untuk pembelian bahan-bahan yang diperlukan guna menghasilkan barangjasa tersebut. Suatu produkjasa sampai di tangan konsumen akhir setelah melalui proses yang rumit dan panjang. Proses ini ditempuh melalui proses produksi, distribusi, transportasi, pemasaran, pedagang besar wholesaler, pengecer, dan lainnya. Konsumen akhir berhubungan secara tidak langsung dengan semua lembaga-lembaga itu. Semua pihak yang terlibat dalam supply chain memberikan tambahan nilai pada produk akhir, serta meningkatkan manfaat ekonomis dari produk melalui proses yang mengeluarkan biaya, walaupun kesemuanya hanya akan dinilai oleh konsumen akhir yaitu sampai sejauh mana kebutuhannya terpenuhi. Sedangkan tingkat keuntungan diperoleh dari kelebihan yang didapat setelah harga dikurangi dengan keseluruhan biaya yang keluar selama proses pengadaan produkjasa, sehingga keunggulan bersaing diperoleh jika keseluruhan proses dapat menghasilkan nilai konsumen yang sama dengan biaya yang lebih rendah atau penerapan cara yang menghasilkan nilai konsumen yang lebih besar Porter, 1990. Nilai bagi konsumen customer value dapat ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu kegiatan-kegiatan yang mampu menciptakan: 1 keunggulan bersaing competitive advantage, 2 menekan biaya proses, atau 3 mempercepat proses penyediaan produkjasa ke tangan konsumen. Peningkatan daya saing ini dapat diperoleh dengan menerapkan cara-cara baru dalam melakukan kegiatan, menerapkan prosedur dan teknologi baru, atau menggunakan masukan input yang berbeda Porter, 1990; Pierce dan Robinson, 2000. Masalahnya, konsep nilai-tambah berorientasi internal dan kurang efektif karena analisisnya terlambat dimulai, dan terlalu dini diakhiri. Proses analisisnya dimulai sejak pembelian bahan baku atau barang setengah jadi dari supplier, sehingga tidak mencakup kegiatan sebelumnya previous activities yang potensial untuk efisiensi. Di 60 lain pihak, proses analisisnya diakhiri saat produk yang dihasilkan dijual kepada unit usaha berikutnya, sehingga tidak mencakup proses pelayanan yang sangat penting untuk peningkatan kepuasan konsumen Shank dan Govindarajan, 1993. Konsep nilai-tambah dikembangkan oleh Porter 1985 dengan memperkenalkan konsep rantai-nilai value-chain, yang berorientasi eksternal dan melihat semua unit usaha dalam kaitannya dengan kegiatan penciptaan nilai-tambah dari bahan baku di kegiatan paling hulu, hingga kegiatan pemasaran dan pelayanan purna-jual di ujung yang paling hilir. Konsep rantai-nilai ini dilandasi pengertian bahwa upaya-upaya penurunan biaya dan peningkatan manfaat dari produkjasa harus dilakukan pada setiap aktivitas sepanjang rantai proses suatu produkjasa sampai ke tangan konsumen akhir. Pada dasarnya konsep rantai-nilai dilandasi oleh pendekatan sistem systemic approach , karena itu rantai-nilai dikelola sebagai suatu sistem, bukan sekedar kumpulan kegiatan semata. Rangkaian sistem rantai-nilai ini disebut sistem-nilai value system Porter, 1990. Analisis rantai-nilai dapat menghitung kontribusi nilai-tambah dari setiap aktivitas dalam proses pengolahan suatu produkjasa, sehingga dapat digunakan untuk menghitung besarnya balas jasa yang layak diterima oleh masing-masing pelaku dalam suatu sistem komoditi. Analisis nilai-tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan secara sederhana, yaitu melalui perhitungan nilai-tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali pengolahan yang menghasilkan satu satuan produk tertentu. Metode ini sangat tepat untuk penilaian proses pengolahan produk-produk pertanian, serta dapat mencakup semua jenis pengolahan yang berbeda dalam satu siklus usaha Hayami et al., 1987; Porter, 1990. Analisis rantai-nilai yang rinci akan menggambarkan peta keseluruhan proses suatu sistem komoditi, sehingga dapat dipakai untuk menghilangkan konflik yang ada di antara unit-unit usaha dalam rangkaian proses, bahkan merubahnya menjadi sinergi. Proses analisis peningkatan sinergi ini sekaligus akan menjamin bahwa aktivitas- aktivitas yang ada telah memenuhi semua fungsi yang diperlukan dalam sistem komoditi. 61

2.6 Globalisasi dan Otonomi Daerah