Daya Dukung Ecological Footprint atau EFA

5.3.4 Daya Dukung Air

Daya dukung air merupakan perbandingan ketersediaan air tawar di pulau dengan kebutuhan air tawar dari pengguna yang berada di wilayah tersebut Permen 17 Tahun 2009. Saat ini ketersediaan air tawar di pulau Lingayan dengan curah hujan 2.735 mmthn BPS, 2010 adalah 1.113.787 m 3 tahun. Menurut Unesco bahwa hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh Negara sebagai bagian dari layanan publik mendasar yaitu sebesar 60 literoranghari atau 21,9 m 3 thn atau untuk kebutuhan hidup layak 43,8 m 3 thn sehingga dengan jumlah penduduk 313 jiwa membutuhkan air 13.709,4 m 3 thn. Kebutuhan air bagi wisatawan menurut Sullivan et al. 1995 di wilayah tropis adalah 500 lt perhari sehingga dengan jumlah wisatawan 83orang akan membutuhkan air sebanyak 9.804 m 3 thn. Dengan ketersedian air yang ada di Pulau Lingayan dan dikurangi dengan kebutuhan air penduduk maka ketersediaan air untuk wisatawan sebesar 1.100.077,6 m 3 thn hanya dapat menampung 85 orghari. Berdasarkan kondisi di atas maka daya dukung air di Pulau Lingayan adalah 47,4 kali dari kebutuhan air, hal ini menggambarkan bahwa daya dukung air di Pulau Lingayan berada dalam kondisi aman Permen Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009.

5.4 Zonasi Pulau Lingayan di Zona Peruntukkan

Kajian kesesuaian suatu lokasi untuk suatu peruntukkan atau zonasi di butuhkan beberapa kriteria. Kriteia yang digunakan dibagi dalam tiga kelompok yaitu kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Pada setiap kriteria terdiri dari sub-sub kriteria yang berisi sejumlah variabel yang dipakai sebagai penilai terhadap suatu lokasi. Penetapan zonasi atas suatu lokasi dilakukan dengan metode memadukan antara kriteria ekologi, ekonomi dan sosial setelah sebelumnya masing-masing variabel diberikan nilai atau skor. Pembagian zonasi ditentukan berdasarkan : Zona Inti 70, Zona Penyangga 62-69, Zona Pemanfaatan 54-61 dan Zona Rehabilitasi 54. Berdasarkan penetapan ini, selanjutnya dihitung skor maksimal dan minimal dari semua sub kriteria yang menjadi variabel penilaian, sehingga diperoleh interval nilai pada penentuan setiap zona sebagai berikut : Zona Inti ≥ 40, Zona Penyangga 36-40, Zona Pemanfaatan 31-35, Zona Rehabilitasi ≤ 30. Hasil akhir dalam penentuan zonasi ini adalah mengintegrasikan antara hasil pnerapan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, serta pertimbangan aspirasi atau usulan masyarakat setempat. Adanya sebagian aspirasi masyarakat yang tidak terakomodir dalam penempatan ruang zonasi dalam peneliian ini ternyaa dapat dilakukan solusi antara lain diberikan pemahaman atas setiap alaasan penempatan zonasi, perlunya penyuluhan dalam rangka peningkatan kesadaan masyarakat pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, perlunya pelatihan, peningkatan ketrampilan dan kualitas sumberdaya, pelibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan, pemberian modal kerja terutama dalam melakukan ekstensifikasi pekerjaan di luar perikanan di saat musim paceklik ikan musim barat dan pemberdayaan ibu-ibu nelayan khususnya dalam pengolahan ikan dan pemanfaatan tanaman hasil pekarangan atau kebun. Secara diskriptif disajikan pada Gambar 31. Gambar 31. Peta Kawasan Zonasi di Kawasan Pulau Lingayan 1 Zona Inti Yulianda 2007 menyatakan bahwa Zona inti dikawasan ekowisata bertujuan untuk melindungi satwa dan ekosistem yang sangat rentan sehingga pengunjung di larang masuk. Zona inti di kawasan Pulau Lingayan berupa areal pulau, pesisir perairan dan perairan laut yakni pada stasiun 6 dan kawasan tempat bertelur burung maleo dan penyu, semua ini didasarkan atas pertimbangan kondisi ekologi, ekonomi dan sosial yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan. Dari Hasil pengamatan di lapangan bahwa secara ekologi di stasiun ini memilki presentase tutupan karang yang sangat baik, jumlah lifeform karang yang banyak serta beranekaragam ikan karang, dan juga di lokasi ini dijumpai hewan langka seperti kima raksasa, secara adat di lokasi ini dilarang untuk melakukan penangkapan ikan karena pada lokasi ini dianggap keramat oleh masyarakat.Dan pada kawasan tempat bertelur burung maleo dan penyu di tetapkan sebagai zona ini karena hewan ini tergolong langka dan harus dilindungi dari prilaku oknum masyrakat yang sering melakukan pengambilan telur-telur dari burung maleo. Luas kawasan zona ini 83,25 ha 7,25. Sebagai zona inti, maka aktifitas yang dapat dilakukan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penelitian dan ilmu pengetahuan. Dan pada zona ini tidak diijinkan sebagai kegiatan umum. 2 Zona Penyanggga Yulianda 2007 berpendapat bahwa zona penyangga merupakan kawasan penyangga yang dibuat untuk perlindungan terhadap zona inti, dapat dimanfaatkan untuk ekowisata dengan batasan minimal dari ganguan. Zona penyangga di kawasan Pulau Lingayan meliputi stasiun 5 di kawasan terumbu karang , kawasan mangrove di stasiun 1, 3, 4 dan 5, serta kawasan lamun di semua stasiun. Luas kawasan zona penyangga 129,25 ha 11,26 berdasarkan kondisi ekologi, eknomi dan sosial. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona ini adalah wisata terbatas yang hanya diperuntukkan bagi pendidikan dan ilmu pengetahuan. 3 Zona Pemanfaatan Yulianda 2007 berpendapat zona pemanfaatan merupakan kawasan yang diperuntukan untuk pengembangan wisata alam termasuk pengembangan fasilitas-fasilitas wisata alam dengan syarat kestabilan bentang alam sea space dan ekosistem, resisten trhadap berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di dalamnya. Zona pemanfaatan meliputi 1, 2, 3, 7, 5, 9 dan 10 sedangkan untuk mangrove pada stasiun 2, untuk untuk semua di kawasan pantai kecuali tempat bertelur penyu dan burung maleo di bagian barat pulau. Luasan zona pemanfaatan di kawasan pulau Lingayan adalah 768,31 ha 66,96, zona ini lebih luas dibandingkan dengan zona inti maupun zona penyangga. Luasan kawasan zona pemanfaatan yang relatif lebih besar ini, diharapkan akan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang ada, bagi perkembangan dunia ekowisata yang saat ini sedang berkembang pesat. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona ini adalah ekowisata pesisir dan laut, selain itu dapat juga dilakukan kegiatan penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Walaupun diperuntukan ekowisata pesisir dan laut tetapi harus tetap mempertimbangkan unsur perlindungan, pengawetan dan kelestarian sumberdaya. Pada zona ini dapat dibangun sarana dan prasarana berupa transportasi untuk memudahkan aksesbilitas, pendidikan dan rekreasi, akomodasi. Melalui pengelolaan yang baik dan aturan yang ketat, diharapkan dengan berkembangnya ekowisata saat ini, di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan sisi lain kelestarian sumberdaya tetap harus terjaga. 4 Zona Rehabilitasi Zona rehabilitasi berada pada lokasi 4 dan 8, luasan zona ini adalah 166,61ha 14,52. Luasan zona rehabilitasi lebih kecil dibandingkan dengan zona pemanfaatan maupun zona penyangga, dan zona ini berada pada lokasi yang sangat jauh dari penduduk, dan hasil wawancara dengan masyarakat bahwa pelaku pemboman ikan dilakukan oleh nelayan andong nelayan yang berasal dari luar Pulau Lingayan. Areal yang ditetapkan sebagai zona rehabilitasi memiliki tutupan karang mati sangat tinggi akibat sering dilakukannya pemboman oleh nelayan untuk menangkap ikan target sehingga kondisi di kawasan mengalami degradasi habitat danekosistem terumbu karang serta mengganggu kehidupan biota laut yang hidup didalamnya, oleh karena itu diharapkan dengan alokasi zona rehabilitasi di lokasi ini dapat memulihkan kondisi ekosistem dan sumberdaya terumbu karang yang telah rusak atau yang mengalami penurunan.

5.3.6 Persepsi

Masyarakat yang tinggal di Pulau Lingayanmerupakan pendatang yang berasal dari suku wajo, bugis, gorontalo dan tolitoli yang menetap selama puluhan tahun. Awal kedatangan mereka di lokasi ini merupakan tempat berkebun kelapa dan saat ini mereka dianggap sebagai penduduk asli di Pulau Lingayan. Sementara itu yang dianggap sebagai pendatang adalah beberapa pegawai negeri sipil yang bertugas sebagai guru dan bidan dengan pendapatan 2.000.000-3.000.000. Pada umumnya masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan dengan rata-rata pendapatan setiap bulan berkisar 250.000 sampai 500.000 rupiah. 1 Persepsi masyarakat Lokal. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat lokal diketahui bahwa sebesar 85 reponden masyarakat lokal ingin terlibat secara langsung dalam kegiatan wisata di Pulau Lingayan sedangkan 15 menyatakan tidak ingin terlibat dalam kegiatan wisata. Dalam kegiatan wisata di Pulau Lingayan, masyarakat terlibat dalam bentuk penyedia jasa penyedia perahu untuk transportasi, pendamping wisata tour guide dan menyewakan kamar-kamar di rumah masyarakat setempat. Berkaitan dengan persepsi masyarakat setempat tentang pengembangan ekowisata adalah bahwa 100 responden telah mengetahui Pulau Lingayan merupakan daerah tujuan wisata. Responden menyatakan bahwa kegiatan wisatawan yang dilakukan selama ini telah memberikan keuntungan bagi masyarakat 45,15, tidak memberikan keuntungan 27,37 dan menyatakan tidak tahu 27,47. Masyarakat Pulau Lingayan yang menyetujui untuk dilakukannya pengembangan ekowisata sebanyak 100, walaupun istilah ekowisata, sekitar 85 responden menyatakan belum pernah mendengar dan mengetahui tentang istilah tersebut, hanya 15 yang telah mendengar istilah ekowisata.Pemahaman terhadap prinsip ekowisata hanya 10, 90 tidak memahami prinsip-prinsip ekowisata.