Gambar 8. Proses Penyusunan Peta Kawasan Pemanfaatan.
3.4.4 Analisis Zonasi
Untuk menganalisa kesesuaian lokasi sesuai dengan peruntukan dalam sistem zonasi, maka dibutuhkan penerapan kriteria. Kriteria yang digunakan
dikelompokan berdasarkan kritera ekologi, ekonomi dan sosial Salm et al. 2000. Kriteriaparameter ekologi terdiri dari: integritas, produktivitas dan kerentanan.
Data Primer Data Sekunder
Basis Data
Peta PenggunaanPemanfaatan Lahan Saat ini Kriteria Kesesuaian
Lahan
Usulan Msyarakat Peta Tematik I
Peta Tematik II Peta Tematik n
Overlay
Peta Tentatif Kesesuaian Lahan I
Peta Tentatif Kesesuaian Lahan II
Peta Tentatif Kesesuaian Lahan III
Peta Kesesuaian Lahan I
Peta Kesesuaian Lahan II
Peta Kesesuaian Lahan n
Overlay
Peta Usulan Kawasan Pemanfaatan Usulan Kawasan Pemanfaatan
Kriteria ekonomi terdiri dari spesis penting, kepentingan perikanan, bentuk ancaman, manfaat ekonomi, kepentingan pariwisata, jasa lingkungan dari
sumberdaya yang dapat terjual, potensi lapangan pekerjaan. Kriteria sosial terdiri dari tingkat dukungan masyarakat, tempat rekreasi, budaya, estetika, konflik
kepentingan, keamanan, aksesibilitas dan kepedulian masyarakat. Dalam menentukan klasifikasi zonasi dilakukan integrasi dari kriteria ekologi, ekonomi,
dan sosial dengan metode skoring. Nilai-nilai dari skoring berkisar antara 1 sampai 3. Nilai 1 diberikan apabila kondisi ekosistem atau sumberdayanya rendah
buruk, nilai 2 diberikan apabila kondisi ekosistemnya sedang sedangkan nilai 3 diberikan apabila kondisi ekosistemnya tinggi baik. Hasil skoring dibagikan
dengan klasifikasi zonasi. Kriteria atau parameter dalam penentuan zonasi dapat di lihat pada lampiran 1.
Analisis ini dimaksudkan untuk melakukan zonasi atas sumbedaya yang terdapat di wilayah Pulau Lingayandan Simatang dalam mendukung kegiatan
pengembangan perikanan rakyat yang diwujudkan dalam bentuk zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona lain sesuai dengan peruntukan kawasan sesuai
dengan UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil pada pasal 29. Proses penyusunan peta kawasan konservasi disajikan
pada Gambar 9.
Gambar 9. Proses Penyusunan Peta Kawasan Konservasi Data Primer
Data Sekunder
Survey Lapangan Basis Data
Analisis Penentuan Zonasi Kriteria :
- Ekologi - Ekonomi
- Sosial
Plotting Zonasi -Kesesuaian Lahan
-Usulan Masyarakat -Pemanfaatan Saat ini
Peta Dasar Kawasan Konservasi
Peta Zonasi Usulan Kawasan K
i
3.4.5 Analisis Daya Dukung Ekologi
A. Analisis Daya Dukung Kawasan
Yulianda et al. 2009 berpendapat bahwa
Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang
disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.
Perhitungan untuk analisis daya dukung kawasan ini, mengacu pada formulasi rumus dari Yulianda 2007 dengan bentuk rumusnya sebagai berikut:
DDK = K x LpLt x WtWp ……………………………………….7
dimana : DDK
: Daya dukung kawasan K
: Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area org Lp
: Luas area yang dapat dimanfaatkan m
2
Lt : Unit area untuk kategori tertentu m
2
Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1
hari jam Wp
: Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan jam
Nilai maksimum K per satuan unit area dan Lt untuk setiap kategori wisata bahari disajikan pada Tabel 10 danserta waktu yang dibutuhkan untuk
setiap kegiatan wisata, Tabel 11, berikut ini: Tabel 12. Kapasitas Pengunjung K dan Luas Area Kegiatan Lt
Jenis Kegiatan K
Jlh. Pengunjung Lt
Unit Area Ket.
Selam 2
1000 m Setiap 2 orang dalam
100x10 m
2
Snorkling 1
250 m Setiap 1 orang dalam
50x5 m
2
Rekreasi pantai 1
50 m 1 orang setiap 50 m
panjang pantai Sumber: Yulianda. 2007
Tabel 13. Waktu yang Dibutuhkan untuk setiap Kegiatan Wisata Kegiatan
Waktu yang dibutuhkan Wp
-jam Total waktu 1 hari
Wt-jam Selam
Snorkeling Rekreasi Pantai
2 3
3 8
6 6
Sumber: Yulianda 2007 B.
Analisis Touristic Ecological FootprintTEF Analisis Touristic Ecological Footprintdigunakan untuk mengestimasi
daya dukung lingkungan pulau-pulau kecil terluar yang berada di Kabupaten Tolitoli untuk pengembangan ekowisata bahari secaraberkelanjutan berdasarkan
luas total kawasan yang sesuai untuk kegiatan ekowisata bahari. Perhitungan Ecological footprint
menggunakan rumus Haberl et al. 2001; GFN 2008 sebagai berikut :
Dimana :
Sedangkan
EF
i
:
Ecological Footprint komponen wisata ke-i Ef
lok
:
Total Ecological Footprint lokal De
i
:
Konsumsi produk komponen wisata ke-i Y
lok i
:
Produktivitas lokal komponen wisata ke-i
Menurut Gossling et al. 2002; Li Peng and Guihua 2007; Solarbesain 2009 bahwa analisis ecological footprint untuk aktivitas wisata terdiri dari 3 tiga
komponen yaitu Build Up Land, Konsumsi Sandang Pangan dan Energi yang dibutuhkan. Komponen Build Up Land terdiri dari komponen transportasi,
akomodasi dan aktifitas, komponen konsumsi Sandang Pangan terdiri dari Croopland, Pasture, Forest, Fishing area
berdasarkan Living Planet Report 2008. Jadi untuk menghitung total kegiatan wisata di pulau-pulau kecil terluar di
Kabupaten Tolitoli adalah sebagai berikut :
TEF = TEF
b
+ TEF
k
+ TEF
e
Dimana :
………….………………………………9 TEF
: Total Footprint Wisatawan ke Pulau Lingyan haorgthn TEF
:
b
Jumlah agregat komponen Build Up Land transportasi, akomodasi dan aktifitas.
TEF :
k
Jumlah agregat komponen konsumsi Croopland, Pasture, Forest dan Fishing area
. TEF
:
e
agregat fossil energy land. EF
i
= DE
i
Y
lok i
EF
lok
= ∑ EF
i
………8
Sedangkan dalam pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai ecological footprint sama dengan nilai kapasitas biologis bio-capacity dari
sumberdaya alam yang dianalisis. Bioapacity dengan satuan ha, maka rumusnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus Lenzen and Murray 2001; GFN 2008:
BC
j
= A
j
YF
j
dimana :
…………………………………..…………….…..10 BC
:
j
Biocapacity ruang ke-j yang diperlukan untuk pariwisata
A : Luas land cover i ha;
YF : Yield faktor land cover
Nilai Yield faktor land cover di peroleh dari produktivitas relatif nasional dan rata-rata dunia dalam hektar dari setiap tipe land use Tabel 12.
Tabel 14. Yield Faktor Tipe Land Use
Yield Faktor -
Build up 1,0
- Croplandarable land
1,7 -
Pasture land 2,2
- Forest land
1,3 -
Fishing ground 0,6
Sumber : WWF 2008
Tabel 15. Equivalence Faktor Brdasarkan Hasil biomasa relatif
Kategori Ruang Nilai
Fosil energy land newly planted forest are needed to absorb emited CO2
1,33
Build up land required for roads, houses, playgrounds, etc
2,64
Arable land for growing crops
2,64
Pastures for grazing animals
0,50
Sea Space for harvesting fish and other sea food
0,40
Forest are for producing wood for furniture, paper, etc
1,33
Sumber : WWF 2008
Setelah diperoleh nilai biocapacity BC, kemudian dilanjutkan dengan menghitung nilai daya dukung lingkungan carrying capacity dengan
menggunaka rumus :
CC = BC TEF…………………………………………………………….…
11
Dimana :
CC = Carrying capacity
BC = Biocapacity
TEF = Tourstic Ecological Footrint.
3.4.6 Analisis Daya Dukung Fisik Wisata Bahari
Daya dukung fsik suatu kawasan merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal
tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik McLeod and Cooper 2005. Adapun standar kebutuhan resort untuk wisata
bahari disajikan pada Tabel 15. Tabel 16. Standar Kebutuhan Wisatawan di Pulau Lingayan
No Uraian
Keterangan
1 Jenis Akomodasi
a. Hotel -Ekonomi
10 m
2
bed 2
Infrastruktur a. Kebutuhan konsumsi air
b. Pembuangan Limbah 500-1 000 lhari
0,3 ha1 000 orang
3 Fasilitas Turis
a. Ruang terbuka b. Pertokoan
20-40 m
2
0,67 m bed
2
4 bed
Fasilitas Pantai Fasilitas kebersihan yang setara dengan 5
buah WC, 2 buah bak mandi dan 4 pancuran air untuk setiap 500 orang
5 Kapasitas Pantai
Jumlah orang optimum per 20 - 50 m pantai 6
Kepadatan Resort 60-100 tempat tidurha
7 Fasilitas Marina
a. Ukuran b. Kapasitas Pelabuhan
c. Lahan 150-200 perahukapal wisata
75-150 perahuha 100 perahuha, digunakanuntuk parker dan
perbaikan
Sumber : Kate et al. 1995; Wong 1991. Daya dukung fisik dibutuhkan untuk meningkatkan kenyamanan
pengunjung maupun masyarakat setempat dan dapat dikaji melalui berapa besar kapasitas dan ruang pesisir yang tersedia untuk membangun infrastruktur
pariwisata Kate et al. 1995; McLeod and Cooper 2005. Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor: KM. 67UM.001MKP2004 tentang
Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil Menteri