Estimasi nilai surplus produsen dan konsumen

yang diperbolehkan, hal tersebut telah ditetapkan kedalam sebuah UU perikanan No.45 Tahun 2009, pasal 7, ayat 1. Estimasi rente yang dihasilkan oleh penambahan produksi adalah sebesar Rp29.549.000.000,- Kemudian, dengan penambahan trip sebanyak 6.143, maka penerbitan izin pemanfaatan pada armada tangkap dapat ditambah sebanyak 25 armada hal ini jika diasumsikan 240 trip untuk satu armada tangkap dalam satu tahun. Pendapatan daerah yang diterima dari penerbitan satu izin alat tangkap pole and line ukuran 6 GT, berdasarkan Perda Prov NTT No.8 Tahun 2009, kurang lebih sebesar Rp 350.000,-. Setiap armada pole and line dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 8 hingga 11 orang. Maka, jika penambahan 25 armada dilaksanakan, minimal tenaga kerja yang dapat terserap sebanyak 250 orang. Sedangkan estimasi biaya investasi yang dikeluarkan untuk satu buah armada penangkapan, pada satu kali melakukan upaya penangkapan yaitu sebesar Rp306.250.000,- estimasi pada kondisi second hand. Nilai tersebut merupakan penjumlahan pada pembelian kapal, mesin, alat tangkap, alat bantu penangkapan keperluan amprak, tenaga kerja serta retribusi perizinan. Sehingga estimasi akumulasi rente secara keseluruhan adalah Rp 21.901.500.000,- Rezim pengelolaan MEY menawarkan minimalisir biaya penangkapan, sehingga harga output menjadi lebih kompetitif. MEY dalam Clarke et al, 1992 mengabaikan perbedaan antara present maupun future value. Sehingga MEY merupakan suatu rezim pengelolaan yang memaksimalkan net present value sebagai modal. Mohamed 2007 juga menuliskan, MEY dapat menghasilkan maximum resource rent ketika marginal cost sama dengan marginal revenue. Berikut analisis perbandingan jika menggunakan rezim pemanfaatan MEY. Secara berurut nilai h, E dan π pada rezim MEY adalah sebagai berikut, 4.65γ ton, 20.256 trip dan Rp 38.950.000.000,-. Bila dibandingkan dengan MSY, maka kesimpulan yang didapatkan adalah efisiensi telah dilakukan, sehingga dengan jumlah E yang lebih kecil dapat menghasilkan π yang lebih besar, meskipun selisihnya tidak begitu jauh. Estimasi rente secara keseluruhan sebesar Rp22.542.300.000,- penambahan jumlah armada sebanyak 23 unit, dan jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 230 orang. Sehingga model pengelolaan ini merupakan rekomendasi model yang paling efisien untuk dilakukan.

5.2.2.5 Estimasi optimasi dinamik pendekatan input

Perhitungan optimasi dinamik perikanan cakalang juga dilakukan untuk menduga sensitifitas tingkat eksploitasi yang dilakukan terhadap sumberdaya terkait dengan perubahan discount rate. Nilai riil interest rate yang digunakan sebesar 19, Tabel 22 merupakan estimasi hasil perhitungan tersebut. Tabel 22. Estimasi optimasi dinamik perikanan cakalang Discount Rate 1,0 2,3 2,5 3,0 19,0 h ton 4.654,759 4.655,789 4.655,764 4.655,491 4.514,357 E trip 20.498 20.809 20.856 20.974 24.435 π juta Rp 3.913.887,320 1.711.605,739 1.576.011,834 1.316.057,364 214.384,355 Sumber: Hasil Analisis Data 2014 Gambar 13. Nilai rente pada berbagai tingkat discount rate Estimasi optimasi dinamik model Fox pada perikanan cakalang, tidak jauh berbeda dengan hasil optimasi dinamik pada perikanan tuna. Berdasarkan Tabel 22 dan Gambar 13, mengindikasi bahwa semakin meningkatnya discount rate akan menyebabkan ektraksi yang dilakukan semakin tinggi, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah upaya tangkap dan menurunnya jumlah rente ekonomi. Pada nilai discount rate sebesar 2,3 merupakan titik maksimal dimana hasil tangkapan akan cenderung terus meningkat, setelah nilai discount rate berada lebih besar dari nilai tersebut, maka hasil produksi dan rente ekonomi akan terus menurun.

5.2.2.6 Estimasi optimasi statik pendekatan output

Bioekonomi model Copes, menggunakan hasil parameter biologi r, q dan K dan parameter ekonomi c. Sedangkan nilai price diambil dari titik keseimbangan antara kurva permintaan dan penawaran. Perhitungan model Copes 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 δ= δ= , δ= ,5 δ= δ= 9 Re n te eko n om i R p Discount rate