Estimasi laju degradasi dan depresiasi

terpilih menjadi model terbaik. Nilai statistik model Fox adalah, R 2 = 0,44, adj R 2 = 0,γ7, Sig F = 0,0γ6 pada α=5, kemudian hasil parameter biologi dan ekonomi model Fox adalah, r = 0,8106833703, q = 0,0000194802, K = 22.972,17, p = 8,827 jutaton, c = 0,1047 jutatrip. Tabel 21. Estimasi optimasi statik pada beberapa rezim pengelolaan perikanan cakalang MEY OA MSY Aktual x ton 11.790,552 608,934 11.486,085 - h ton 4.652,518 480,567 4.655,789 1.235,627 E trip 20.256 40.513 20.808 14.665 π juta Rp 38.950,036 - 38.921,157 9.372,135 Sumber: Hasil Analisis Data 2014 Perhitungan surplus produksi model Fox pada optimasi statik, menghasilkan tiga rezim pemanfaatan, yaitu OA, MSY dan MEY. Sama seperti pada perhitungan bioekonomi statik tuna, nilai OA tidak ditelaah lebih jauh, rezim yang akan dibandingkan dengan keadaan aktual merupakan rezim MEY dan MSY. Rezim tersebut digunakan sebagai rekomendasi bagi para steakholder dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Hasil pada masing-masing rezim berupa estimasi stok kelimpahan sumberdaya x, jumlah tangkapan optimal h, jumlah upaya pemanfaatan optimal E serta nilai rente sumberdaya π, serta juga terdapat nilai aktual, dimana nilai tersebut merupakan estimasi nilai yang terjadi selama periode penelitian. Artinya, telah dilakukan upaya tangkap sebanyak 14.665 trip dengan hasil tangkapan sebanyak 1.235 ton, dan menghasilkan rente sebesar Rp 9.372.000.000,-. Hasil aktual tersebut akan dibandingkan dengan dua rezim lainnya, guna mencari rezim pengelolaan yang paling efisien. Nilai utama yang dihasilkan MSY adalah h, E dan π, masing-masing memiliki nilai sebesar 4.656 ton, 20.808 trip, dan Rp38.921.000.000,-. Jika kebijakan pengelolaan sumberdaya cakalang menggunakan rezim ini dalam pengelolaannya, maka hasil aktual diperbandingkan dengan ketiga nilai tersebut. Artinya upaya pemanfaatan masih dapat ditingkatkan, karena total tangkapan yang belum termanfaatkan sebesar 3.420 ton, tetapi angka 4.656 ton merupakan nilai maksimal pemanfaatan agar sumberdaya tetap lestari, sehingga pemerintah pusat menggunakan sistem TAC total allowable catch, yaitu jumlah tangkapan yang diperbolehkan, hal tersebut telah ditetapkan kedalam sebuah UU perikanan No.45 Tahun 2009, pasal 7, ayat 1. Estimasi rente yang dihasilkan oleh penambahan produksi adalah sebesar Rp29.549.000.000,- Kemudian, dengan penambahan trip sebanyak 6.143, maka penerbitan izin pemanfaatan pada armada tangkap dapat ditambah sebanyak 25 armada hal ini jika diasumsikan 240 trip untuk satu armada tangkap dalam satu tahun. Pendapatan daerah yang diterima dari penerbitan satu izin alat tangkap pole and line ukuran 6 GT, berdasarkan Perda Prov NTT No.8 Tahun 2009, kurang lebih sebesar Rp 350.000,-. Setiap armada pole and line dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 8 hingga 11 orang. Maka, jika penambahan 25 armada dilaksanakan, minimal tenaga kerja yang dapat terserap sebanyak 250 orang. Sedangkan estimasi biaya investasi yang dikeluarkan untuk satu buah armada penangkapan, pada satu kali melakukan upaya penangkapan yaitu sebesar Rp306.250.000,- estimasi pada kondisi second hand. Nilai tersebut merupakan penjumlahan pada pembelian kapal, mesin, alat tangkap, alat bantu penangkapan keperluan amprak, tenaga kerja serta retribusi perizinan. Sehingga estimasi akumulasi rente secara keseluruhan adalah Rp 21.901.500.000,- Rezim pengelolaan MEY menawarkan minimalisir biaya penangkapan, sehingga harga output menjadi lebih kompetitif. MEY dalam Clarke et al, 1992 mengabaikan perbedaan antara present maupun future value. Sehingga MEY merupakan suatu rezim pengelolaan yang memaksimalkan net present value sebagai modal. Mohamed 2007 juga menuliskan, MEY dapat menghasilkan maximum resource rent ketika marginal cost sama dengan marginal revenue. Berikut analisis perbandingan jika menggunakan rezim pemanfaatan MEY. Secara berurut nilai h, E dan π pada rezim MEY adalah sebagai berikut, 4.65γ ton, 20.256 trip dan Rp 38.950.000.000,-. Bila dibandingkan dengan MSY, maka kesimpulan yang didapatkan adalah efisiensi telah dilakukan, sehingga dengan jumlah E yang lebih kecil dapat menghasilkan π yang lebih besar, meskipun selisihnya tidak begitu jauh. Estimasi rente secara keseluruhan sebesar Rp22.542.300.000,- penambahan jumlah armada sebanyak 23 unit, dan jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 230 orang. Sehingga model pengelolaan ini merupakan rekomendasi model yang paling efisien untuk dilakukan.