Dimensi Sosial Economic Policy For Sustainable Large Pelagic Fisheries Management In East Flores Regency

VII ANALISIS KEBIJAKAN

7.1 Analisis Kebijakan

Dalam analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan, difokuskan pada pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, pemerataan welfare bagi masyarakat dan implementasi kebijakan pengelolaan berkelanjutan. Berdasarkan hasil AHP, prioritas kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan menempatkan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan pemantauan dan evaluasi kebijakan sebelumnya, sebagai dua alternatif utama dengan masing-masing nilai sebesar 0,228 dan 0,222. Hasil AHP secara lengkap, tersaji pada gambar berikut. Gambar 26. Hasil penilaian AHP pada prioritas pengelolaan perikanan berkelanjutan Analisis kebijakan digunakan sebagai langkah lanjutan dari hasil output kedua analisis sebelumnya, untuk menjadi suatu rumusan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, pendekatan yang digunakan adalah sistem perikanan berkelanjutan yang tertulis dalam Charles 2001, yaitu ekologi, sosial ekonomi dan sistem menejemen. Penelitian dikerjakan dengan menggunakan Expert Choice 11 sebagai tools. Langkah awal dalam penyelesaiannya adalah mengidentifikasi informasi yang sedang diamati menurut elemen pokok, kemudian penentuan prioritas dalam tahap ini dilakukan 0,1 0,2 0,3 Pemantauan Alat Tangkap Ramah Lingkungan Pemantauan dan Evaluasi Kebijakan Sebelumnya Kestabilan Harga dan Kwalitas Produk Penyerapan Tenaga Kerja Penanggulangan Konflik Maupun Kecemburuan … Distribusi pemasaran Produk 0,228 0,222 0,202 0,152 0,129 0,067 Goal: Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan Overall Inconsistency = ,01 pairwise comparison yang akan terbentuk dalam matriks, dan terakhir adalah mencari nilai konsistensi dari hasil bobot tersebut. Analisis ini terdapat tiga tujuan, yaitu pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat dan implementasi kebijakan pengelolaan berkelanjutan, sehingga pemilihan alternatif didasarkan pada tujuan tersebut, serta kondisi yang terjadi pada lokasi penelitian. Gambar 26, merupakan hasil pengolahan AHP. Hasil pengolahan tersebut memiliki nilai inconsistency ratio sebesar 0,01, artinya tahapan selama pengolahan telah dilakukan secara konsisten. Hal ini sesuai dengan Marimin dan Nurul 2010, dimana nilai rasio konsistensi harus 10 atau 10. Jika melebihi 10, maka penilaian dinilai masih acak, sehingga perlu diulang kembali. Analisis ini menghasilkan urutan prioritas pengelolaan perikanan berkelanjutan berdasarkan pilihan alternatif yang ditawarkan, yaitu penggunaan alat tangkap ramah lingkungan memiliki nilai sebesar 0,228, pemantauan dan evaluasi kebijakan sebelumnya 0,222, kestabilan harga dan kwalitas produk 0,202, penyerapan tenaga kerja 0,152, penanggulangan konflik maupun kecemburuan sosial 0,129 dan distribusi pemasaran produk 0,67. Berdasarkan hasil tersebut, maka prioritas alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya pengelolaan perikanan berkelanjutan adalah penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan pemantauan dan evaluasi kebijakan sebelumnya. Asumsi alternatif penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, bukan hanya berlaku pada alat tangkap pole and line dan hand line tetapi juga pada alat tangkap bagan yang digunakan untuk menangkap umpan dalam perikanan cakalang, maupun pelarangan alat tangkap peledak pada perahu-perahu body pada penangkapan tuna, karena keberlangsungan upaya penangkapan cakalang sangat bergantung pada ketersediaan ikan tembang atau anakan ikan layang, sebagai umpan hidup. Alat tangkap ramah tersebut, juga berkaitan dengan ukuran mata pancing, dan diharapkan ikan yang tertangkap sudah mengalami matang gonad, sehingga upaya pemanfaatan dapat terus berlanjut. Pada alternatif pemantauan dan evaluasi kebijakan sebelumnya adalah terkait dengan seluruh bantuan pemerintah maupun swasta dalam upaya pemanfaatan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Misalnya, berdasarkan pengamatan dilapangan tercatat sejak tahun 2002 hingga 2014 alat tangkap pole and line merupakan program pengadaan dari pemerintah, yang seringkali salah sasaran, sehingga menimbulkan banyak kecemburuan sosial. Sehingga evaluasi dalam implementasi kebijakan sebelumnya, sangat perlu dilakukan.

7.2 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

Tujuan akhir yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mendapatkan rumusan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Landasan strategi diperlukan dalam penyusunan kebijakan tersebut, oleh sebab itu, rangkaian analisis telah dilakukan sebelumnya akan dibahas secara ringkas, guna mengetahui pola alternatif kebijakan yang akan direkomendasikan. Melalui analisis bioekonomi, diketahui bahwa secara keseluruhan pemanfaatan sumberdaya pelagis besar di lokasi penelitian masih dapat ditingkatkan. Hal ini terlihat pada Tabel 13 dan Tabel 21, dimana nilai MEY 6.072,7 ton dan MSY 6.072,9 ton perikanan tuna lebih tinggi dari nilai aktual 1.431,6 ton. Hal yang sama juga terjadi pada perikanan cakalang, dimana nilai aktual 1.235,6 ton tersebut berada dibawah nilai MEY 4.652,6 ton dan MSY 4.655,8 ton cakalang. Dengan rata-rata estimasi laju degradasai dan depresiasi sebesar 0,3525 dan 0,3043. Sedangkan hasil estimasi pada model Copes, diperoleh bahwa tingkat harga komoditi yang digunakan dalam penelitian sangat rendah. Hal ini akan berkaitan erat dengan rendahnya nilai surplus produsen yang dihasilkan. Secara keseluruhan, penelitian ini belum dapat menyimpulkan secara pasti tentang status pemanfaatan yang terjadi pada lokasi penelitian. Hal ini disebabkan pendataan yang dilakukan hanya menggunakan satu lokasi fishing base. Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa, masing-masing dimensi menunjukan hasil indeks yang berbeda-beda, sehingga setiap atribut yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap status keberlanjutan pada masing-masing dimensi, diharapkan lebih menjadi kajian utama dalam upaya pemanfaatan sumberdaya. Sedangkan, berdasarkan analisis kebijakan diperoleh urutan alternatif kebijakan, tiga alternatif utama adalah: 1. Penggunaan alat tangkap ramah lingkungan. 2. Pemantauan dan evaluasi kebijakan sebelumnya.