Gambaran Umum dan Keadaan Perikanan Tangkap Kab. Flotim

output, nilai p yang digunakan berbeda, sehingga diperlukan perhitungan lain untuk mendapatkannya. Nilai p pada pendekatan output, dalam hal ini merupakan bioekonomi model Copes, menggunakan nilai p yang berasal dari titik keseimbangan kurva permintaan penawaran. Oleh karena itu, terlebih dahulu untuk mencari persamaan kurva, dalam mencari persamaan kurva nilai intersep dan koefisien variabel menggunakan hasil OLS antara harga riil dengan jumlah produksi. Tabel harga riil dengan produksi, tersaji pada Lampiran 1. Clarke, et al 1992 menyebutkan bahwa dalam menghitung cost per effort, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan biaya rata-rata armada, dan biaya optimal yang berasal dari armada penangkapan. Sedangkan pada fungsi pendapatan, berasal dari rata-rata harga nominal tuna yang telah disesuaikan dengan inflasi. Estimasi harga riil didapatkan dengan mengetahui harga nominal pada tahun penelitian, kemudian dengan menggunakan IHK, estimasi nilai riil pada setiap tahun dapat diketahui. Sebelum dilakukan regresi, data tersebut ditransformasi kedalam Ln, agar terdistribusi secara normal. Hasil OLS disubtitusi kedalam persamaan Qs dan Qd, sehingga dapat diplot kedalam sebuah grafik Gambar 9. Koordinat titik perpotongan tersebut adalah 3,462;0,443, kedua nilai tersebut merupakan nilai h dan p.

5.2.1.4 Estimasi optimasi statik pendekatan input

Bioekonomi algoritma Fox, dikerjakan kedalam dua perlakuan, yaitu optimasi statik dan dinamik. Sub bab ini merupakan pemaparan algoritma Fox pada kondisi statik, dimana kondisi ini menggunakan tiga rezim pengelolaan, yaitu OA suatu kondisi pemanfaatan sumberdaya dilakukan tanpa adanya fokus pengelolaan, MSY suatu kondisi pemanfaatan sumberdaya, dimana pemanfaatan yang dilakukan berdasarkan pada kondisi keseimbangan biologi, MEY suatu kondisi pemanfaatan sumberdaya yang berorientasi pada rente yang didapat. Nilai pada rezim pengelolaan OA, merupakan gambaran yang terjadi pada sumberdaya ketika tidak ada pihak yang mengelola sumberdaya, sehingga rezim pemanfaatan ini tidak akan dibahas lebih jauh. Tabel 13, tersaji hasil perhitungan optimasi statik model Fox pada beberapa rezim pengelolaan. Tabel 13. Optimasi statik pada beberapa rezim pengelolaan perikanan tuna MEY OA MSY Aktual x ton 13.195,276 166,426 13.112,063 - h ton 6.072,734 153,186 6.072,978 1.431,625 E trip 42.904 85.808 43.178 36.772 π juta Rp 88.220,579 - 88.216,980 20.097,520 Sumber: Hasil Analisis Data 2014 MSY menurut FAO 2006, merupakan keseimbangan hasil tangkapan tertinggi, yang dapat terus dimanfatkan, tanpa melebihi nilai stok yang sudah ada. Nilai MSY tidak boleh dipandang sebagai suatu nilai konstan, karena nilainya selalu berubah, sebagai respon dari fluktuasi keadaan lingkungan. Sehingga rezim pemanfaatan yang menggunakan MSY lebih sering di interpletasikan sebagai jumlah tangkapan tertinggi yang tersedia pada waktu tersebut. Pada penelitian ini didapatkan nilai h sebesar 6.073 ton yang artinya jumlah tangkapan optimal yang dapat dimanfaatkan yaitu sebesar 6.073 ton. Bila hasil tersebut dibandingkan dengan nilai aktual, maka jumlah tangkapan masih dapat ditingkatkan sebanyak 4.641 ton. Pada hasil upaya tangkap nilai jumlah upaya tangkap yaitu sebanyak 43.178 trip, sehingga penambahan trip dapat dilakukan sebanyak 6.406 trip. Selisih jumlah trip tersebut, akan berkaitan dengan penambahan jumlah armada tangkap, misalnya dalam satu tahun estimasi satu armada hand line beroperasi sebanyak 240 trip, sehingga dalam satu tahun jumlah maksimal penambahan armada hand line yaitu sekitar 26 armada. Pendapatan daerah per penambahan satu alat tangkap berdasarkan Perda Prov NTT No.8 Tahun 2009, kurang lebih sebesar Rp 300.000,- jadi total pendapatan asli daerah yang dihasilkan dari penambahan armada, kurang lebih sebesar Rp 7.800.000,-. Kapal hand line ukuran 5GT tersebut, terdiri dari 1 atau 2 orang abk, sehingga estimasi penyerapan tenaga kerja sekitar 30 orang. Estimasi investasi satu unit armada tangkap adalah sebesar Rp 121.100.000,- maka estimasi rente keseluruhan yang dihasilkan oleh penambahan produksi pada rezim MSY adalah sebesar Rp 64. 978.660.040,- Singini et al 2012 menuliskan, bahwa MEY merupakan solusi terbaik dalam upaya pemanfaatan sumberdaya, karena didalamnya efisiensi ekonomi dalam pemanfaatan berkelanjutan dapat dicapai. Salah satu yang ditawarkan oleh rezim pengelolaan MEY adalah dapat meminimalisir biaya penangkapan,