sensitifitas discount rate, maka diketahui bahwa semakin tinggi nilai discount rate yang  diberikan,  kurva  penawaran  semakin  cepat  berbalik  mendekati  sumbu  y.
Hubungan discount rate dengan kurva penawaran, tersaji pada gambar berikut ini.
Gambar 11. Kurva keseimbangan demand supply pada tingkat discount rate yang berbeda
Perhitungan  optimasi  dinamik  pada  pendekatan  output  akan  dikaitkan langsung dengan kurva penawaran. Karena penawaran berkaitan langsung dengan
kegiatan ekstraksi  yang dilakukan, dan kegiatan  ekstraksi sangat besar kaitannya dengan  perubahan  nilai  discount  rate.  Pada  perhitungan  ini,  menggunakan  tiga
nilai  discount  rate  yang  berbeda,  yaitu  pada  tingkat  discount  rate  sebesar  10, 19  dan  50.  Berdasarkan  Gambar  11,  dapat  diketahui  bahwa  semakin  besar
nilai discount rate, kurva penawaran semakin cepat berbalik, mendekati sumbu Y. Kurva  permintaan  yang  relatif  cukup  kecil,  menyebabkan  perpotongan  kedua
kurva  hanya  terjadi  pada  satu  titik.  Hal  ini  kurang  memaksimalkan  fungsi perhitungan  model  Copes,  karena  tidak  dapat  melakukan  pengukuran  surplus
ekonomi secara lebih terperinci.
5.2.1.8 Estimasi produksi lestari
Produksi  lestari  merupakan  produksi  yang  dihasilkan  oleh  suatu pemanfaatan,  dimana  tingkat  pemanfaatan  tersebut  tidak  melebihi  ambang  batas
ekologi  keberlanjutan  sumberdaya.  Produksi  lestari  merupakan  hubungan kuadratik  antara  hasil  tangkapan  dengan  upaya  tangkap.  Ambang  batas  yang
dimaksud  dalam  kajian  bioekonomi  adalah  MEY  yang  merupakan  produksi lestari  secara  ekonomi  maksimum  dan  MSY  yang  merupakan  produksi  lestari
maksimum.  Estimasi  produksi  lestari  secara  MSY,  variabel  yang  digunakan hanya  berupa  parameter  ekologi,  sedangkan  pada  hasil  produksi  lestari  secara
MEY,  menggunakan  parameter  ekologi  dan  ekonomi.  Nilai  MSY  dihitung
-5 5
15 25
35 45
-4 -3
-2 -1
1 2
3 4
5 6
7 S10
S50
berdasarkan  fungsi  logistik  model  GS  h  =  qxE.  Perhitungan  produksi  lestari ini, menggunakan ketiga nilai pada parameter biologi r, q dan K, sehingga nilai
parameter  tersebut  disubtitusi  kedalam  fungsi  logistik  model  GS,  berdasarkan nilai E series selama sepuluh tahun, maka estimasi nilai produksi lestari pertahun
dapat diketahui. Tabel berikut merupakan estimasi hasil produksi lestari. Tabel 16. Hasil estimasi produksi lestari perikanan tuna
Tahun Effort
Produksi Aktual Produksi Lestari
trip ton
ton
2003 99.285
252,138 -4.181,293
2004 11.078
2.394,634 2.716,514
2005 22.701
3.735,486 4.707,072
2006 22.692
2.319,279 4.705,908
2007 97.312
885,099 -3.472,825
2008 77.880
1.510,616 2.150,323
2009 2.086
1.086,438 572,714
2010 3.540
1.928,572 954,977
2011 3.072
98,100 833,409
2012 28.070
105,890 5.329,454
Sumber: Hasil Analisis Data 2014
Estimasi  produksi  lestari  pada  tabel  diatas,  merupakan  hubungan  upaya tangkap  dengan  parameter  biologi,  dimana  hasil  tersebut  merupakan  cerminan
dari  pemanfaatan  yang  lestari.  Fungsi  dilakukan  pengukuran  estimasi  produksi lestari  ini  adalah  untuk  mengetahui  perbandingan  jumlah  hasil  tangkapan  yang
telah  dilakukan,  terhadap  batas  jumlah  hasil  tangkapan  yang  lestari.  Hasil  nilai produksi  lestari  pada  tahun  2003  dan  2007  bernilai  negatif,  hal  tersebut
dikarenakan  tingginya  nilai  upaya  tangkap  yang  dilakukan,  sehingga  pada  dua tahun tersebut dapat dikatakan telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi.
5.2.1.9 Estimasi laju degradasi dan depresiasi
Degradasi  merupakan  penurunan  sumberdaya  secara  biologi,  sehingga perhitungan  laju  degradasi,  membutuhkan  estimasi  nilai  produksi  aktual  dan
produksi  lestari.  Sedangkan  pada  estimasi  laju  depresiasi,  pendekatan  yang dilakukan  adalah  monetisasi  sumberdaya,  sehingga  data  yang  diperlukan  adalah
rente ekonomi, yaitu selisih nilai TR dan TC.
Tabel 17. Estimasi laju degradasi dan depresiasi perikanan tuna
Tahun Produksi
Rente Ekonomi Laju
Laju Aktual
Lestari Aktual
Lestari Degradasi
Depresiasi ton
ton juta Rp
juta Rp
2003 252,14
-4.181,29 2.277,26
-132.527,74 1
1 2004
2.394,63 2.716,51
27.550,77 31.284,89
0,24 0,24
2005 3.735,49
4.707,07 41.981,84
53.020,92 0,22
0,22 2006
2.319,28 4.705,91
31.086,99 63.645,42
0,12 0,11
2007 885,10
-3.472,83 10.090,67
-51.725,19 0,98
0,99 2008
1.510,62 2.150,32
14.482,41 21.237,01
0,19 0,19
2009 1.086,44
572,71 12.888,43
6.773,15 0,37
0,37 2010
1.928,57 954,98
25.226,46 12.449,60
0,38 0,38
2011 98,10
833,41 1.422,63
12.717,37 0,00
0,00 2012
105,89 5.329,45
835,92 79.117,07
0,00 0,00
Sumber: Hasil Analisis Data 2014
Tabel 17 merupakan hasil estimasi laju degradasi dan depresiasi, dimana laju  degradasi  terkait  dengan  penurunan  ekologi,  sedangkan  depresiasi  berkaitan
dengan  rente  yang  diperoleh.  Rata-rata  nilai  kedua  laju  tersebut  sebesar  0,3505 pada  laju  degradasi  dan  0,3510  pada  laju  depresiasi,  artinya  laju  degradasi  dan
depresiasi pada kurun waktu 10 tahun mencapai tingkat 30-40. Meskipun pada tahun 2003 dan 2007, nilai degradasi maupun depresiasi mencapai 100, hal ini
berkaitan erat dengan tingginya jumlah upaya tangkap yang dilakukan.
5.2.1.10 Estimasi nilai surplus produsen dan konsumen
Hasil  perhitungan  parameter  ekonomi  perikanan  tuna,  diketahui  bahwa nilai  c  harga  riil  rata-rata  sebesar  Rp.  26.265  per  trip,  sedangkan  pada  nilai  p
harga riil rata-rata model Copes sebesar Rp. 443.700 per ton. perhitungan nilai p merupakan perpotongan pada kurva keseimbangan permintaan dengan penawaran
Gambar  9.  Pada  Gambar  9,  diketahui  bahwa  koordinat  titik  potong  tersebut adalah  3,462  dan  0,443,  dimana  nilai  tersebut  merupakan  nilai  h  produksi
dengan p harga. Nilai  p  dan  h  dari  titik  keseimbangan,  akan  diasumsikan  sebagai  p
harga awal dan h sustainable yield awal, sehingga untuk mencari nilai surplus
produsen  menggunakan  persamaan  4.9  sedangkan  perhitungan  surplus konsumen  dengan  menggunakan  rumus  luasan  segitiga.  Besarnya  nilai  surplus
produsen  pada  kondisi  p dan  h
adalah  Rp.  1.530.000  per  ton,  dan  surplus konsumen sebesar Rp. 46.030.000 per ton.