Analisis Keberlanjutan Metode Analisis Data

Sehingga dalam interpletasi hasil atribut, dilakukan pengklasifikasian nilai indeks keberlanjutan, dengan klasifikasi seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 8. Tabel klasifikasi hasil nilai indeks keberlanjutan Nilai Indeks Status Keberlanjutan 0-25 Buruk 26-50 Kurang 51-75 Cukup 76-100 Baik Tahap selanjutnya adalah mengetahui tingkat sensitivitas pengaruh suatu atribut terhadap keberlanjutan. Abdullah 2011, menuliskan bahwa dalam analisis sensitivitas, nilai RMS kuadrat nilai tengah yang akan menentukan ordinasi dari status keberlanjutan. Artinya, semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya satu atribut tertentu, maka semakin besar pula peranan atribut dalam penentuan nilai indeks keberlanjutan pada skala 0-100, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam status keberlanjutan perikanan tangkap. Kavanagh dan Pitcher 2004 dalam Abdullah 2011, menuliskan bahwa pembangkit bilangan acak dalam analisis ini berdasarkan pada sebaran normal galat, angka skor dengan nilai tengah 0 dan simpangan baku � terseleksi, berselang kepercayaan 95 dalam proporsi 20 dari selang skor setiap atribut skor baik dan skor buruk. Sebaran normal tabel Z memiliki nilai 3,92 untuk selang kepercayaan 95. Sehingga perhitungan simpangan baku, menjadi: � = 0,2 ′ ′− ′ ′ 3,92 ... 4.14

4.4.6 Analisis Kebijakan

Budiharsono 2007, merinci tahapan yang akan dilakukan untuk mencari nilai keberlanjutan dimensi secara keseluruhan adalah sebagai berikut. Pertama merupakan pengisian hasil nilai yang berasal dari koesioner dalam penentuan bobot. Setelah keseluruhan responden menentukan bobot, maka bobot tersebut diakumulasikan, sehingga mendapatkan nilai bobot gabungan. Nilai bobot gabungan inilah yang akan dikalikan dengan nilai indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi. Nilai perkalian tersebut merupakan hasil akhir status keberlanjutan suatu pengelolan. Nilai indeks status keberlanjutan dapat diklasifikasikan menjadi: - Buruk, jika nilai indeks 50, - Baik, jika nilai indeks berkisar antara 50-75, dan - Sangat baik, jika nilai indeks 75. Pemilihan kriteria pembobotan harus sesuai dengan fokus sasaran yang akan dicapai. Kriteria tersebut dibentuk ke dalam matriks dengan berbanding berpasangan, seperti tabel dibawah ini. Perhitungan selanjutnya adalah dengan mengubah bilangan matriks tersebut kedalam desimal. Kemudian matriks desimal dikuadratkan dan dilakukan normalisasi, yaitu perkalian antara hasil matriks pangkat dengan penjumlahan baris pada matriks Marimin dan Nurul, 2010. Tabel 9. Tabel matriks pairwise comparision X Y Z X 1 Y 1 Z 1 Penggabungan pendapat responden dalam hal ini adalah pakar yang sesuai dengan bidang yang akan diteliti secara manual, adalah dengan menggunakan rata-rata geometrik. � = � =1 ... 4.15 dimana: � = rata-rata geometrik n = jumlah responden � = penilaian oleh responden ke-i � = perkalian Penilaian para responden menjadi satu nilai dalam bentuk matriks. Matriks pakar ke-i = 11 12 13 21 22 23 31 23 33 matriks pakar ke n = 11 12 13 21 22 23 31 23 33 Kerangka gabungan matriks ke n = 11 12 13 21 22 23 31 23 33 Hasil gabungan matriks tersebut akan dikalikan dengan hasil nilai indeks keberlanjutan per dimensi, dan akan menghasilkan nilai indeks keberlanjutan keseluruhan.

4.5 Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1 Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 2 Perikanan open access adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan. 3 Perikanan berkelanjutan adalah aktivitas perikanan yang dapat dilakukan tanpa mengurangi kemampuan ikan untuk mempertahankan populasinya dalam jumlah yang cukup dan tidak merusak spesies lain dalam ekosistem 4 Ikan pelagis adalah kelompok Ikan yang berada pada lapisan permukaan dan lapisan tengah. 5 Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidaya atau dipelihara dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan mengawetkannya. 6 Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. 7 Lokasi penelitian dilakukan pada perairan Kabupaten Flores Timur dan sekitarnya, dengan asumsi tempat pendaratan ikan berlokasi di Kecamatan Larantuka. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan biaya penelitian dan pusat pendaratan perikanan terbesar di Pulau Flores ada di Kecamatan Larantuka. 8 Obyek dalam penelitian ini merupakan nelayan pancing khususnya nelayan yang menggunakan alat tangkap pole and line dan hand line, yang berada pada wilayah lokasi penelitian. 9 Ikan jenis pelagis besar yang diteliti adalah, ikan tuna sirip kuning dan ikan cakalang, hal ini berdasarkan hasil tangkapan dominan pada kedua alat tangkap tersebut. 10 Ukuran armada tangkap pada perahu body¸ diasumsikan memiliki GT dibawah 5 gross tonage. Sedangkan armada pole and line diasumsikan sebesar 6 GT, hal ini disebabkan pengoperasian armada tangkap ukuran 6 GT lebih banyak digunakan. 11 Dalam analisis data, analisis surplus produksi dengan menggunakan model Fox, CYP, Schnute maupun W-H, akan dipilih salah satu model terbaik yang akan digunakan dalam penelitian ini. Kriteria model terbaik tersebut, berdasarkan nilai harvest yang tidak boleh melebihi jumlah stock ikan, pertimbangan nilai r, harvest optimal yang balance dan rasional, serta analisis statistik diantaranya, nilai R 2 , t hitung, maupun nilai Sig F. 12 Penggunaan bioekonomi model Copes adalah untuk mengetahui hubungan dampak harga produk terhadap laju upaya tangkap, sehingga menghasilkan titik keseimbangan optimal. Titik keseimbangan tersebut digunakan dalam menghitung estimasi nilai surplus yang diterima oleh produsen dan konsumen. 13 Pada lokasi penelitian terdapat suatu bentuk kelembagaan inti-plasma antara perusahaan sebagai inti, dan nelayan sebagai plasma, sebagai salah satu wujud kemitraan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya. Dalam penelitian ini pihak produsen diasumsikan merupakan pihak plasma, sedangkan pihak konsumen merupakan pihak inti. 14 Keberlanjutan sumberdaya merupakan suatu pengelolaan dan perlindungan sumberdaya dan perubahan orientasi teknologi serta kelembagaan, dengan berbagai cara, dengan tujuan pemenuhan kebutuhan generasi saat ini dan yang akan datang. 15 Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. 16 Pengisian kuesioner pada analisis keberlanjutan, dilakukan dengan cara berdiskusi dalam menentukan hasil scoring pada masing-masing atribut. 17 Metode keberlanjutan sumberdaya dan kebijakan diolah dengan menggunakan software Rap+ dan expert choice 11 sebagai tools. V ANALISIS BIOEKONOMI

5.1 Gambaran Umum dan Keadaan Perikanan Tangkap Kab. Flotim

Kabupaten Flores Timur terletak antara 08 o 04’ - 08 o 40’ LS dan 1ββ o γ8’ - 123 o 57’ BT. Luas wilayah daratan 1.812,85 Km 2 tersebar di 17 pulau 3 pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni, dibagi kedalam 3 bagian yaitu, Flores daratan, Solor dan Adonara. Sementara luas wilayah perairan 2.064,65 Km 2 . Dengan iklim cenderung kering, dan musim basah sekitar empat bulan, yaitu bulan Desember hingga Maret Flores Timur Dalam Angka, 2011. Kecamatan Larantuka merupakan Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, secara geografis terletak diantara Selat Larantuka dan Selat Solor. Luas wilayah administrasi 75,91 Km 2 , sebelah utara berbatasan dengan Kec. Ile Mandiri, sebelah timur dengan Selat Larantuka, sebelah selatan dengan Selat Solor, dan sebelah barat dengan Kec. Demon Pagong Statistik Daerah Kecamatan Larantuka, 2013. Statistik Pertanian Kab. Flores Timur 2013, mencatat bahwa pembangunan pada subsektor perikanan Kab. Flores Timur, diarahkan pada peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan, memajukan kualitas desa pantai melalui peningkatan dan diversifikasi produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan nilai ekspor. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan, perikanan juga menunjang program pemerintah dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah dan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian subsektor perikanan tetap mendapat prioritas pengembangan, dengan kondisi wilayah yang sebagian besar merupakan wilayah perairan. Secara potensi biodiversitas di Kabupaten Flores Timur memiliki 16 jenis bakau dengan luasan 630,83 Ha disepanjang pesisir, sedangkan jenis lamun yang ditemukan sebanyak 5 jenis dengan luasan padang lamun sebesar 1.639,82 Ha. Tutupan karang hidup di kabupaten Flores Timur secara umum berkisar 55,13 hingga 71,97 yang artinya masih dalam kondisi baik, jenis karang batu yang tercatat sebanyak 345 jenis dari 19 sukufamili WWF, 2009. Namun berdasarkan NTT Dalam Angka, sejak tahun 2009 hingga 2011, Kab. Flores Timur selalu mendominasi dalam aspek kelimpahan jumlah armada kapal motor 5 GT. Tercatat pada tahun 2011 sebanyak 360 unit armada dengan ukuran tonase diatas