Ikan Karang Ekonomis TINJAUAN PUSTAKA

maupun non-spasial secara bersama-sama dalam bentuk vektor, raster atau tabular. Kegiatan survey pemetaan dewasa ini sudah tidak dapat dilepaskan dari dua macam teknologi, yaitu penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Pada perkembangan selanjutnya, keduanya cenderung diintegrasikan demi peningkatan efisiensi pemerolehan serta akurasi hasil pemetaan. Pada tahun 1970-an beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah memulai untuk menerapkan SIG dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan wilayah Danoedoro 1996. Sistem pengolah citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta- peta tematik hasil ekstraksi informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari SIG mampu mempertajam kemampuan analisis pengolahan citra, terutama dalam hal pemanfaatan data bantu untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi multispektral Jensen 1986 di dalam Danoedoro 1996. Penentuan luas perairan yang sesuai bagi pengembangan budidaya KJA dilakukan dengan aplikasi perangkat SIG dengan operasi tumpang susun overlay dari masing-masing peta tematik yang ditentukan. Hasil overlay peta-peta tematik beserta dengan kriteria kesesuaian atau dikenal dengan analisis kesesuaian dengan pembobotan scoring method akan menghasilkan lokasi potensial untuk budidaya kerapu sistem KJA beserta tingkatan kesesuaiannya Sunyoto 1997. Data oseanografi dan kualitas perairan untuk budidaya pembesaran ikan pada keramba jaring apung dengan metode interpolasi dan tumpang susun overlay. Data diperoleh pada 10 stasiun penelitian di perairan Belitung Barat berupa suhu, salinitas, kecepatan arus, kadar oksigen terlarut, keasaman pH, kecerahan dan batimetri perairan yang sesuai terhadap perkembangan komoditas budidaya dipergunakan sebagai syarat pembatas dalam analisis Suyarso 2008. Berdasarkan jenis data dan cara analisisnya, kesesuaian lahan dibedakan menjadi dua macam kesesuaian yaitu kesesuaian lahan kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan atas data fisik lahan dan analisisnya tanpa memperhitungkan biaya dan keuntungan ekonomis. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan atas faktor-faktor sosio-ekonomi dengan mengutamakan biaya dan keuntungan ekonomis FAO 1997.

2.6. Daya Dukung Lingkungan

Salah satu konsep daya dukung ditemukan sebagai baku mutu untuk air laut menurut KepmenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut, baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Selanjutnya terdapat pembagian baku mutu air laut untuk perairan pelabuhan, wisata bahari, dan biota laut. Menurut Undang- undang RI No. 27 tahun 2007, daya dukung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kemampuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Menurut Dahuri et al. 2001, daya dukung lingkungan suatu kawasan ditentukan oleh kemampuannya menyediakan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan bagi kehidupan mahluk hidup serta kegiatan manusia, yaitu 1 ketersediaan ruang yang sesuai untuk tempat tinggal dan berbagai kegiatan pembangunan, 2 ketersediaan sumberdaya alam untuk keperluan konsumsi dan proses produksi lebih lanjut, 3 kemampuan kawasan untuk menyerapmengasimilasi limbah sebagai hasil samping kegiatan manusia dan pembangunannya, 4 kemampuan kawasan menyediakan sistem-sistem penunjang kehidupan dan kenyamanan seperti udara bersih, air bersih, siklus hidrologi, siklus hara, siklus biogeokimia, dan tempat-tempat yang indah serta nyaman untuk rekreasi dan pemulihan kedamaian jiwa. Kapasitas lingkungan dibatasi oleh karakter fisik dan ekologi pada daerah tertentu, sedangkan daya dukung tergantung dari karakteristik dan teknologi produksi seperti volume dan konsentrasi limbah. Kapasitas lingkungan adalah sifat yang melekat pada lingkungan untuk menyediakan barang-barang lingkungan dan untuk mengasimilasi atau memproses limbah dan meminimalkan dampak dari setiap kegiatan alam atau antropogenik. Kapasitas asimilatif adalah sifat yang melekat dari lingkungan untuk mengasimilasi atau memproses limbah dan meminimalkan dampak dari setiap kegiatan alam atau antropogenik. Jadi daya dukung lingkungan merupakan jumlah aktifitas tertentu yang diberikan pada lingkungan yang dapat ditampung dalam kapasitas lingkungan pada kawasan tertentu Southall et al. 2004. Dalam perencanaan suatu sistem produksi budidaya perikanan, nilai daya dukung dimasukan sebagai faktor penting untuk dapat menjamin siklus produksi dalam waktu yang cukup lama sehingga berhubungan dengan produktivitas lestari perairan tersebut, termasuk nilai mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen fisika, kimia, dan biologi dalam suatu kesatuan ekosistem. Estimasi daya dukung lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan di KJA merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan atau jika telah ditentukan banyaknya ikan budidaya dalam satu KJA, estimasi ini akan menunjukan berapa unit KJA yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan. Menghindari degradasi lingkungan dalam hal ini berhubungan dengan kualitas perairan, apabila beban limbah yang masuk melebihi kemampuan daur ulang dan kekuatan pencucian badan air maka perairan menjadi tercemar. Budget nitrogen tahunan untuk kerapu Ephinephelus areolatus budidaya memenuhi persamaan Konsumsi C = input makanan I dikurangi limbah makanan W atau sama dengan produksi P + mortalitas M + ekskresi E + fekal produksi F. Di laboratorium diperoleh hasil 27,5 disalurkan untuk pertumbuhan, 64,4 diekskresikan dalam bentuk ammonia, 8,1 hilang dalam bentuk feces. Efisiensi N-asimilasi yaitu 91,9, sedangkan efisiensi N-retensi bersih sebesar 29,9. Pada keramba di laut terbuka hanya 8,6 total N masuk ke lahan peternakan dipanen dalam bentuk produksi ikan, sementara kerugian akibat mortalitas sebesar 3,7. Kehilangan akibat ekskresi ammonia sebesar 46,0, diikuti pemborosan pakan 37,7 dan produksi fekal sebesar 4,0. 66,0 masukan total N di laboratorium dapat diperhitungkan untuk individu kerapu, tetapi hanya 48,0 total N masuk ke dalam sistem budidaya dapat dihitung budget nitrogen tahunan dibangun untuk membuat keramba. Diperkirakan 87,7 masukan total N itu hilang ke lingkungan setara dengan produksi ikan 321 kgtahun. Nilai kehilangan N ini hampir 3 kali lebih tinggi dari budidaya salmon di daerah temperate Leung et al. 1999. Jumlah nitrogen ini berhubungan dengan kapasitas asimilasi dan beban limbah yang masih dapat ditoleransi oleh lingkungan. Menurut Putri 2007, kondisi muara Sungai Batang Arau Sumatera