Kegiatan Perikanan GAMBARAN UMUM WILAYAH

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Parameter Lingkungan

Dalam rangka mengetahui luas kawasan yang sesuai untuk budidaya kerapu maka harus diketahui data kondisi parameter lingkungan di lokasi studi seperti kedalaman atau bathimetri, pasang surut, suhu, salinitas, kecerahan, arus perairan, keterlindungan, pH, DO, substrat, nitrit, nitrat, ammonia, ortophospat, timbal Lampiran 1, 2, 20 dan 21. Pengumpulan data parameter lingkungan ini diperoleh dari data yang tersedia yaitu data sekunder pada Bulan Nopember 2008 dan Bulan Juni 2009, sedangkan data primer dilakukan pada Bulan April 2011. Data primer dilakukan dengan survey lapangan Gambar 5 seperti suhu, salinitas, arus, gelombang, substrat, kecerahan, kedalaman, pH, dan DO secara insitu. Data kimia perairan lainnya yaitu dengan menganalisis sampel air di Bogor seperti Ammonia NH 3 -N, Nitrit NO 2 -N, Nitrat NO 3 -N, Orthophospat PO 4 -P, dan Timbal Pb di perairan dan ikan kerapu yang dilakukan di Laboratorium Proling MSP IPB. Data lainnya diperoleh dari BOST Center seperti data pasang surut, angin, suhu udara, dan curah hujan untuk menunjang kelengkapan analisis. Parameter lingkungan sangat penting dalam mengevaluasi suatu kawasan baik yang terdapat kegiatan budidaya laut atau yang belum diusahakan. Perairan Pulau Pongok merupakan salah satu contoh yang baik karena sudah terdapat KJA sehingga dapat membantu dalam mengevaluasi dan membandingkan lahan yang kosong dengan yang sudah diusahakan. Gambaran mengenai kondisi parameter lingkungan di perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan adalah sebagai berikut :

5.1.1. Karakteristik Bathimetri

Perairan sekitar Pulau Pongok ini memiliki kedalaman yang bervariasi menurut empat penjuru mata angin. Data bathimetri diperoleh dari survey lapangan dan dari peta laut. Perairan Pulau Pongok bagian barat dan selatan memiliki kedalaman agak dangkal sekitar 5 m yang selanjutnya disambung dengan slope sampai kedalaman sekitar 20 m. Pada bagian barat pulau, kondisi KJA eksisting milik Bapak Hendri berada pada kedalaman sekitar 10 m pada saat air pasang. Bagian utara pulau terdapat rataan dangkal yang cukup luas dengan lebar sekitar 50 m dari arah pulau, yang selanjutnya disambung dengan kedalaman sekitar 15 m. Namun demikian, di bagian timur pulau terdapat slope sampai kedalaman sekitar 30 m Gambar 6. Dalam keadaan air surut, antara Pulau Pongok dan Pulau Celagen hanya dapat dilalui oleh ketek perahu kecil sebagai alat transportasi dengan waktu tempuh sekitar 10 menit. Bathimetri atau kedalaman dasar perairan di lokasi penelitian sangat bervariasi untuk setiap stasiun pengamatan yang didominasi oleh kedalaman antara 10 sampai 20 m. Kedalaman perairan untuk pengembangan budidaya KJA sangat penting sehubungan dengan harus ada alokasi ruang yang nyaman untuk hidupnya ikan budidaya serta ruang kosong dibawahnya agar sirkulasi air menjadi normal dan tidak menimbulkan menumpuknya limbah di dasar perairan. Kedalaman perairan di lokasi KJA eksisting menunjukan kedalaman minimum sampai 7 m sehingga masih dapat ditolerir untuk kegiatan budidaya kerapu dengan sistem KJA. Berdasarkan kondisi bathimetri yang demikian, pada kondisi antara pasang tertinggi dan surut terendah memiliki sirkulasi massa air dan kecepatan arus yang relatif kuat sehingga resiko penumpukan sedimen atau kotoran lain relatif kecil karena proses pasang surut ini mampu mengaduk bahan organik dan anorganik untuk masuk dan keluar lokasi KJA.

5.1.2. Pasang Surut

Pasang surut pasut air laut di perairan Kabupaten Bangka Selatan termasuk tipe harian tunggal atau diurnal tide dimana dalam satu hari terdapat satu kali air pasang dan satu kali air surut. Ciri pasut sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor lokal seperti bathimetri dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya yang merupakan karakteristik lingkungan fisiknya. Berdasarkan data pasut tahun 2008, fluktuasi muka air atau tunggang pasut rata-rata tahunan diperoleh nilai sebesar 2,57 m, dan nilai Mean Sea Level MSL sebesar 1,29 m pada rambu dan sensor pasut di Sadai. Sedangkan tunggang pasut rata-rata pada Bulan April 2011 sebesar 2,17 m dan nilai MSL sebesar 1,44 m Gambar 7. Tunggang pasut ini sangat berpengaruh pada pemasangan ketinggian tali jangkar yang tepat untuk KJA agar ketika surut dapat terhindar dari kekeringan perairan yang akan menjadi dangkal akibat surut terendah dan terhindar dari luapan tingginya muka air laut saat pasang tertinggi. Gambar 5. Peta Stasiun Pengamatan Perairan Gambar 6. Peta Kedalaman Perairan Sumber : BOST Center, April 2011 Gambar 7. Grafik Pasang Surut di Kabupaten Bangka Selatan Berdasarkan ketinggian tunggang pasut rata-rata, kondisi KJA milik Bapak Hendri terpasang dengan aman dan sudah mempertimbangkan kondisi muka air laut saat surut terendah dan saat pasang tertinggi di perairan Pulau Pongok. Selain efek tunggang pasut, terdapat efek arus pasut yang dapat mengaduk badan perairan yaitu membawa masuk dan keluar kotoran di sekitar KJA. Kotoran utama dalam KJA eksisting adalah lapisan minyak di permukaan dan limbah di dasar perairan yang dapat mengundang biota kecil baik yang menguntungkan maupun yang bersifat parasit. Berdasarkan nilai bathimetri dan tunggang pasut yang terjadi setiap hari maka sebagian besar kotoran dapat dinetralisir atau dapat terbawa keluar dari area KJA. Namun demikian, dasar perairan dengan subsrat karang dapat menjadi tempat perlindungan bagi biota kecil yang hidup di dasar KJA.

5.1.3. Suhu

Suhu air laut di daerah tropis biasanya berkisar antara 25 – 32 o C. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur metabolisme tubuh suatu organisme perairan sehingga berdampak pada penyebaran organisme ke berbagai wilayah. Umumnya, ikan memiliki toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mendadak. Nilai suhu permukaan perairan dekat pantai biasanya lebih tinggi dan berangsur menurun ke arah yang lebih jauh dari pantai. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas sinar matahari sehingga biasanya mengikuti pola musiman. Pada musim pancaroba, proses pemanasan di permukaan menjadi kuat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, nilai suhu perairan yang tertinggi diperoleh sebesar 32 o C dan nilai terendah sebesar 27 o C Gambar 8. Variasi ini dapat terjadi karena pengambilan data suhu perairan dilakukan pada jam yang berbeda untuk setiap stasiun pengamatan sehingga efek intensitas sinar matahari sangat dirasakan cukup tinggi sekitar pukul 12.00 sampai 16.00 WIB. Kisaran nilai suhu perairan di atas relatif stabil dan cukup homogen dalam mendukung pertumbuhan ikan budidaya. Kenaikan suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen dan menaikan daya racun suatu bahan pencemar. Pemindahan ikan secara tiba-tiba dalam kondisi suhu yang berbeda dapat menyebabkan ikan itu lemah bahkan sampai pada tingkat kematian walaupun suhu perairan baru itu masih di bawah titik mati jenis ikan tersebut. Ikan kerapu sunuk yang diambil dari alam biasanya berada di dasar perairan yang suhunya lebih rendah dari suhu permukaan sehingga perlu adaptasi untuk bertahan hidup selama penangkaran. Semakin tinggi suhu perairan maka kecepatan metabolisme ikan dan kebutuhan oksigen juga semakin tinggi, sebaliknya jika suhu perairan rendah maka metabolisme menjadi rendah dan bobot ikan akan lambat untuk meningkat. Dilihat dari rata-rata nilai suhu sebesar 30,19 o C maka nilai ini merupakan kondisi suhu yang sesuai untuk pertumbuhan ikan kerapu. Hal ini memberikan peluang bahwa berdasarkan nilai suhu di lokasi studi maka perairan Pulau Pongok dapat dikembangkan untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA.

5.1.4. Salinitas

Salinitas di perairan Pulau Pongok memiliki nilai yang bervariasi, hasil pengamatan menunjukan nilai masih pada kisaran 27 – 32 o oo dan didominasi pada nilai salinitas sebesar 30 o oo Gambar 9. Salinitas di perairan Pulau Pongok menunjukan bahwa pulau kecil ini mendapat pasokan air tawar yang sangat sedikit dan tidak berpengaruh banyak terhadap fluktuasi nilai salinitas.