Kerangka Pendekatan Studi PENDAHULUAN

Kepulauan Canarian dengan cara sampling menunjukan perbedaan distribusi ikan terhadap tingkat tekanan manusia seperti intensitas memancing dan populasi manusia, hasilnya adalah ikan bertubuh lebih besar E. marginatus lebih rentan daripada spesies yang lebih kecil E. scriba dan E. atricauda, hal ini terkait dengan desakan kebutuhan manusia Tuya et al. 2006. Cromileptes altivelis terdaftar sebagai rentan dalam IUCN Red List, perkiraan parameter populasi berbasis umur dengan sampel dari Great Barier Reef dan Torres Strait Australia menunjukan pada umur maksimum 19 tahun memiliki konstanta parameter pertumbuhan Von Bertalanffy adalah K = 0,30tahun dan L~ = 597 mm, dan konstanta angka kematian total diperkirakan 0,26tahun. Pada individu jantan Cromileptes altivelis di umur 9,6 tahun dengan panjang 0,547 m ditemukan 50 menjadi hermaprodit protogynous, puncak pemijahan pada bulan Oktober sampai Januari Williams et al. 2009. Berdasarkan studi di Pulau Lizard, Great Barier Reef Australia, pergerakan kerapu Serranidae yang siap melakukan agregasi pemijahan dipantau dengan telemetri ultrasonik menunjukan jangkauan dari 220 m – 5.210 m, selain itu terdapat jangkauan terjauh hingga 17 km Zeller 1998. Justine dan Sigura 2007 menyebutkan terdapat 11 spesies Monogeneans dari famili Diplectanidae sebagai parasit pada insang kerapu Epinephelus malabaricus di Laguna Kaledonia Baru – Pasifik Selatan, salah satu spesies parasit ini adalah Pseudorhabdosynochus sp. Selain Monogeneans, terdapat pula parasit lain seperti Digeneans, Cestodes, dan Nematoda, informasi parasit ini dibutuhkan untuk identifikasi potensi ancaman bagi akuakultur di Asia Tenggara. Produksi budidaya kerapu di Indonesia pada tahun 2010 sekitar 18.805 ton atau terdapat peningkatan 113,91 dari produksi tahun 2009. Untuk Propinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi budidaya laut sebesar 795.031 ha dan yang baru terealisasi sebesar 19,90 ha KKP 2010. Keuntungan penjualan ikan kerapu hidup yang relatif besar ini terlihat dari pangsa pasar berupa komoditi ekspor. Peluang pasar luar negeri untuk komoditas ikan kerapu terutama dalam kondisi hidup terbuka lebar terutama dengan pasar utama Singapura dan Hongkong. Harga ikan kerapu di dua negara tersebut relatif tinggi seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar Harga Kerapu Kualitas Super 500 - 1.000 gekor Jenis Ikan Harga kerapu hidup kualitas super per kg US Rp Keterangan 1,3 Kerapu tikus, Cromileptes altivelis 20 - 50 465.000 200.000 Tahun 2011 Tahun 2007 1 Kerapu sunuk, Plectropomus areolatus 7 - 20 180.000 80.000 Tahun 2011 Tahun 1999 1,2 Kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus 5 - 11 90.000 45.000 Tahun 2011 Tahun 2002 1 Kerapu lumpur, Ephinephelus suillus 5 - 11 90.000 45.000 Tahun 2011 Tahun 2002 Sumber: 1. Pengelola KJA di Belitung dan Bangka Selatan 2. Pengelola KJA di Batam 3. Harianto 2003 Beberapa parameter lingkungan sebagai syarat hidup ikan kerapu secara ekologis adalah kedalaman perairan, substrat dasar perairan, kecepatan arus, suhu, kecerahan, pasang surut, pH, salinitas, oksigen terlarut, dan keterlindungan. Sunaryanto et al. 2001 menyebutkan kedalaman perairan yang disyaratkan adalah 7 m – 15 m dari surut terendah. Kondisi dasar perairan sangat mempengaruhi kualitas air diatasnya. Dasar perairan yang mengalami pelumpuran, bila terjadi gerakan air baik oleh arus maupun gelombang akan membawa partikel dasar ke permukaan yang akan menimbulkan kekeruhan sehingga penetrasi sinar matahari menjadi berkurang dan partikel lumpur ini berpotensi menutupi insang ikan. Arus air sangat membantu pertukaran air dalam keramba, membersihkan timbunan sisa-sisa metabolisme ikan, dan membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan ikan. Sebaliknya, apabila kecepatan arus tinggi akan sangat berpotensi merusak posisi keramba di samping ikan menjadi stress, selera makan berkurang, dan energi banyak terbuang. Mayunar et al. 1995 dan Sunaryanto et al. 2001 menyebutkan suhu air yang baik dan layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 o – 32 o C. Suhu perairan sangat penting di dalam mempengaruhi pertumbuhan ikan budidaya. Semakin tinggi suhu perairan maka kecepatan metabolisme ikan dan kebutuhan oksigen juga semakin tinggi. Tingkat kecerahan yang tinggi akan sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya kerapu. Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerahan adalah kandungan lumpur, plankton dan bahan-bahan terlarut lainnya. Untuk budidaya perikanan laut, kecerahan yang dipersyaratkan 3 m Akbar 2001. Perbedaan pasang naik dan pasang surut sebaiknya kurang dari 100 cm Mayunar et al. 1995. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan kerapu antara 7,9 – 8,2. Kondisi perairan yang cenderung asam akan menghambat pertumbuhan ikan laut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai Nontji 1993. Peningkatan salinitas, selain berpengaruh pada daya hantar listrik juga dapat meningkatkan tekanan osmotik yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme terutama di dalam proses osmoregulasi. Pada umumnya ikan kerapu menyenangi air laut berkadar garam 30 – 33 o oo Akbar 2001. Oksigen terlarut di dalam air digunakan oleh ikan kerapu untuk proses metabolisme faali yang akan mengkonversikan pakan yang dimakan menjadi ukuran pertumbuhan. Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5 – 8 ppm Mayunar et al. 1995 dan Akbar 2001. Sunaryanto et al. 2001 menyebutkan keterlindungan harus mempertimbangkan lokasi yang aman dari tinggi gelombang dan tiupan angin. Gambaran umum keterlindungan lokasi dapat dilihat secara visual dari peta atau data citra satelit yaitu relatif dikelilingi oleh penghalang berupa pulau atau berupa teluk. Langkosono 2007 menyebutkan pertumbuhan berat ikan kerapu berbeda nyata saat penelitian dengan parameter lingkungan yaitu suhu antara 27 - 30 o C, salinitas antara 30 - 34 o oo, oksigen terlarut antara 6,1 - 7,4 mll, kecerahan antara 4 - 13 m, kecepatan arus antara 0,044 – 0,089 ms, pH antara 8,2 – 8,7, posphat antara 0,087 – 0,189 µg.atl, dan nitrit antara 3,112 – 5,789 µg.atl.

2.5. Sistem Informasi Geografis SIG dan Kesesuaian Kawasan

SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, SIG merupakan suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial Star dan Estes 1990 di dalam Barus dan Wiradisastra 2000. Kelebihan SIG jika dibandingkan dengan sistem pengolahan data dasar yang lain adalah kemampuannya untuk menyajikan informasi spasial