dengan salinitas 0,14±0
o
oo diperoleh data logam berat Fe 33,90±13,05, Ni 0,15±0,08, Cu 2,70±0,62, Zn 2,74±1,40, Cd 0,07±0,04, dan Pb 1,14±0,58, dan
pada air tawar dengan salinitas 0,00
o
oo diperoleh data logam berat Fe 6,83±1,86, Ni 0,36±0,16, Cu 2,27±0,28, Zn 0,99±0,43, Cd 0,22±0,16, dan Pb 0,68±0,21.
Untuk Selat Madura jejak ke 3 saat kemarau dengan salinitas 31,79±0,42
o
oo diperoleh data logam berat Fe 1,83±0,30, Ni 1,68±2,20, Cu 0,36±0,14, Zn
0,92±0,62, Cd 0,08±0,08, dan Pb 0,52±0,27, sedangkan saat penghujan dengan salinitas 31,84±0,94
o
oo diperoleh data logam berat Fe 16,18±8,77, Ni 0,15±0,05, Cu 1,49±0,61, Zn 1,36±0,38, Cd 0,06±0,02, dan Pb 1,23±0,74. Untuk Laut Jawa
saat kemarau dengan salinitas 32,65±0,98
o
oo diperoleh data logam berat Fe 0,55±0,38, Ni 0,32±0,12, Cu 0,18±0,06, Zn 0,27±0,13, Cd 0,09±0,06, dan Pb
0,11±0,04, sedangkan saat penghujan dengan salinitas 33,21±0,49
o
oo diperoleh data logam berat Fe 13,99±16,20, Ni 0,28±0,07, Cu 0,32±0,12, Zn 0,84±0,74, Cd
0,12±0,09, dan Pb 0,42±0,13. Dari sajian data ini disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran logam terlarut diatur oleh proses percampuran antara air
sungai yang berkadar logam tinggi dengan air laut yang berkadar logam rendah. Beberapa unsur logam memperlihatkan penaikan kadar di musim penghujan
dengan contoh Pb. Proses pelarutan kembali logam-logam dari sedimen juga dapat mempertinggi kadar logam terlarut. Sumbangan unsur logam dari limbah kota
sudah terlihat pada Kali porong dan Selat Madura Ilahude et al. 1990. Sedangkan logam berat terlarut di Teluk Kelabat di Pulau Bangka dilaporkan Pb
1,0 – 26,0 µg L
-1
, Cd 0,1 – 3,0 µg L
-1
, Cu 1 –2,0 µg L
-1
dan Zn 1,0 –4,0 µg
L
-1
. Konsentrasi rata-rata logam berat dalam sedimen Pb 11.46 mg kg
-1
, Cd 0,10 mg kg
-1
, Cu 2,50 mg kg
-1
dan Zn 13,64 mg kg
-1
. Akumulasi Pb dan Cu tertinggi yaitu pada siput gonggong Strombus canarium Arifin 2011.
2.7. Analisis Ekonomi
Mengembangkan suatu usaha merupakan jawaban dari analisis yang sifatnya strategis yang diputuskan oleh manajemen tingkat atas. Sebelum
mengembangkan suatu usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan
dilakukan itu layak atau tidak layak. Menurut Umar 2009, jika dalam periode yang sama terdapat beberapa usulan proyek yang ternyata layak untuk
direalisasikan namun dana terbatas maka perlu dilakukan urutan prioritas terhadap proyek-proyek tersebut dengan melakukan penilaian investasi dan analisis urutan
prioritasnya. Menganalisis aspek keuangan dilakukan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu
yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Selanjutnya menurut Umar 2009, Effendi dan Oktariza 2006, dan
Sugiarto et al. 2002 bahwa analisis kelayakan usaha untuk menentukan prioritas dalam penilaian investasi dapat menggunakan beberapa metode diantaranya
perhitungan Revenue per Cost ratio RC, Payback Period PP, dan Break Even Point BEP. Analisis RC digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu
usaha yang dilakukan dengan membandingkan penerimaan dengan biaya produksi selama periode waktu tertentu satu musim tanam. PP adalah suatu periode yang
diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi initial cash investment dengan menggunakan aliran kas. BEP atau analisis pulang pokok merupakan alat
analisis untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas tidak untung dan tidak rugi. Selanjutnya untuk analisis
jangka panjang perlu menetapkan discount rate, dimana akan digunakan untuk menghitung Net Present Value NPV, Net Benefit Cost Ratio Net BC, dan
Internal Rate of Return IRR. Net present value NPV merupakan nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh dimasa yang akan datang. Net BC
merupakan perbandingan nilai sekarang PV = present value dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai
sekarang present value dari investasi yang telah dilaksanakan pada awal usaha. Pilihan intertemporal suatu investasi menyangkut membandingkan nilai
atau manfaat ekonomi dari sumberdaya alam pada periode waktu yang berbeda. Untuk menentukan pilihan dalam mengambil keputusan adalah melalui
discounting dengan penentuan discount rate yang tepat. Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana masyarakat berperilaku terhadap ekstraksi
sumberdaya alam dan bagaimana mereka menilai sumberdaya alam itu sendiri Hanley dan Spash 1995 di dalam Fauzi 2004. Selanjutnya disebutkan aspek
discount rate dibedakan antara utility discount rate UDR atau Social Discount Rate SDR dengan consumption discount rate r atau CDR. UDR sering
disebut pure rate of time preference di mana jika laju rate ini positif menunjukan derajat keinginan atau preferensi sekarang daripada di kemudian hari.
UDR diartikan juga sebagai rate dimana nilai peningkatan increament dari utilitas berubah pada saat waktu konsumsi tertunda. Consumption discount rate
r atau CDR diartikan sebagai rate dimana nilai peningkatan increament konsumsi berubah pada saat konsumsi mengalami penundaan.
Analisis ekonomi bagi pembudidaya skala menengah dengan cash flow Rp. 198.320.673,00 dari budidaya kerapu jenis kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus atau Tiger grouper, Flowery cod dan kerapu tikus Cromileptes altivelis atau Humpback grouper, Barramundi cod dengan masa hidup budidaya
selama 5 tahun dan kelangsungan hidup sebesar 80 menunjukan NPV positif, BC = 1,25, IRR = 88, PP = 0,99 tahun, hal ini sangat menguntungkan karena
peningkatan profitabilitas berhubungan dengan penurunan biaya produksi utama serta meningkatnya produksi dan harga produksi Afero et al. 2010.
2.8. Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir
Konsep berkelanjutan diperkenalkan sekitar tahun 1980 dengan strategi konservasi dunia yaitu populasi biota akan surplus jika dapat dipanen secara
layak. Hal ini menunjukan pentingnya peran dari faktor lingkungan dan sumberdaya hayati, sosial, serta ekonomi. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu
dengan strategi pengelolaan dampak aktivitas manusia terhadap biodiversitas pesisir dan laut, mempromosikan konservasi dan penggunaan sumberdaya hayati
yang berkelanjutan dengan melibatkan seluruh stakeholder seperti pengambil kebijakan di sektor publik dan swasta, pemilik sumberdaya, pengelola, pengguna,
LSM, dan masyarakat Klaus et al. 2003. Jika tingkat panen ikan dasar demersal di Laut Pasifik Utara dikelola, menutup kawasan yang sudah tangkap-
lebih daripada yang masih ringan tekanan tangkapannya, akan menghasilkan peningkatan habitat yang tereduksi Fujioka 2006. Pengelolaan wilayah pesisir
pada ekosistem terumbu karang ditunjukan dengan baik oleh Pulau Apo di Filipina dengan membentuk kawasan perlindungan laut yang di kontrol selama 11
tahun, metode visual sensus secara berkala menunjukan bahwa kepadatan ikan
predator seperti serranidae, lutjanidae, carangidae, dan lethrinidae menjadi melimpah di zona inti sehingga memberikan efek spill over atau terjadi ekspor
ikan dewasa dari zona inti ke luar zona inti atau daerah memancing Russ dan Alcala 1996. Kadison et al. 2009 menyebutkan bahwa eksploitasi ikan oleh
nelayan membuat menurunnya atau hilangnya agregasi pemijahan seperti ikan kakap dan kerapu Epinephelus striatus atau Nassau grouper di St. Thomas Pulau
Virgin Amerika sekitar tahun 1970. Pada tahun 2003, ikan kerapu ini ditemukan dalam jumlah kecil bertelur di terumbu karang lepas pantai selatan St. Thomas
dan mulai tahun 2005 setiap Bulan Februari sampai Mei ditutup untuk aktivitas memancing, sejak saat itu jumlah dan ukuran rata-rata ikan mulai meningkat.
Permintaan pasar yang kuat, dikombinasikan dengan tingginya harga ikan kerapu hidup telah menarik semua jaringan pengusaha ikan karang hidup di
negara-negara Asia
untuk mengeksploitasi
secara berlebih
sehingga mengkhawatirkan kondisi ikan kerapu di alam liar. Metode penangkapan ikan
kerapu yang merusak seperti bius dan adanya over eksploitasi komoditas tertentu akan memberikan dampak, baik kepada nelayan, lingkungan, pengusaha ikan
kerapu hidup, dan masyarakat. Mengelola komoditas kerapu yang bijaksana selain menangkap di alam liar juga harus mulai ke arah budidaya Halim 2001. Sadovy
dan Domeier 2005 menyebutkan bahwa agregasi perikanan akan berkelanjutan hanya untuk tingkat pemanfaatan subsisten yang terbatas, prinsip kehati-hatian
harus lebih banyak diterapkan dalam agregasi perikanan walaupun tingkat pemanfaatan ikan karang meningkat selama dekade terakhir. Gibson 2007
menyebutkan bahwa pengelolaan kerapu sampai pada tahun 2001 di Belize dinyatakan sangat mengkhawatirkan karena lokasi agregasi pemijahan berkurang.
Pada tahun 2002 didirikan kelompok kerja nasional The National Spawning Agregation Working Group atau TNSAWG membuat kebijakan untuk 11 lokasi
agregasi pemijahan yang dilindungi sebagai kawasan perlindungan laut dan ditutup selama 4 bulantahun untuk perlindungan spesies ini. Langkah pemulihan
lingkungan oleh TNSAWG termasuk memberi bantuan pengelolaan dan penegakan hukum, meningkatkan kesadaran masyarakat, mencari mata
pencaharian alternatif, dan menserasikan kemauan politik tingkat tinggi.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 6 enam bulan yaitu Bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011. Pengambilan data primer yaitu pada
Bulan April 2011 dan dilaksanakan studi banding ke tempat budidaya kerapu sistem KJA di Kabupaten Belitung pada Bulan Maret 2010 dan Kota Batam pada
Bulan November 2011. Uraian kegiatan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tahapan Kegiatan Penelitian
No
Keterangan Bulan ke
1 2
3 4
5 6
1 Persiapan termasuk studi literatur
√ √ √ 2
Pengumpulan data primer termasuk survey lapangan dan analisis laboratorium
√ √ √ 3
Kompilasi data √ √ √
4 Analisis data
√ √ 5
Penyusunan laporan termasuk pembimbingan √ √ √ √ √
Tempat penelitian yaitu di Pulau Pongok Gambar 2 dimana Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
sudah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bangka Selatan sebagai kawasan budidaya laut dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Selatan No. 13 tahun
2005. Batasan wilayah studi yaitu di perairan Pulau Pongok dan sekitarnya sampai pada kedalaman perairan sekitar 40 m. Hal ini disesuaikan dengan kelayakan
untuk budidaya keramba jaring apung berdasarkan kedalaman perairan. 3.2.
Peralatan Penelitian
Peralatan penelitian yang digunakan terdiri dari peralatan pengukuran di lapangan dan untuk analisis data. Beberapa peralatan yang digunakan antara lain:
Perahukapal motor
Peta Lingkungan Perairan Indonesia dari DISHIDROS dan citra landsat 7ETM
GPS Global Positioning System, kompas, stopwatch, dan kamera digital
Botol nensen untuk mengambil sampel air