DO Kondisi Parameter Lingkungan

siklus nitrogen. Nitrat NO 3 -N merupakan hasil dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Bila suatu perairan menunjukan kadar nitrat lebih dari 5 mgl, maka perairan tersebut telah terjadi pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat lebih dari 0,2 mgl dapat mengakibatkan pengkayaan perairan eutrofikasi, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat blooming, hal ini sangat merugikan terhadap biota budidaya. Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mgl Davis dan Cornwell, 1991 di dalam Effendi, 2003. Berdasarkan data di lapangan bahwa kadar nitrat berkisar antara 0,018 – 0,070 mgl, dengan kondisi ini maka perairan Pulau Pongok masih merupakan perairan yang belum tercemar dan memberikan peluang untuk pengembangan budidaya kerapu sistem KJA. Nilai rata-rata nitrat yang paling kecil yaitu pada stasiun 3 dan 4 dengan nilai 0,018 mgl dimana stasiun 3 merupakan lokasi KJA eksisting dan nilai paling tinggi yaitu pada stasiun 5 dengan nilai 0,070 mgl, terdapat kekeliruan nilai baku mutu untuk nitrat karena nilai terlalu kecil Tabel 16 dan Lampiran 20. Berdasarkan Tabel 17 nilai nitrat di perairan Kabupaten Bangka Selatan menunjukan bahwa nilainya berkisar antara 0,51 – 1,07 µgAl, hal ini menunjukan bahwa data penelitian nitrat di perairan Pulau Pongok masih relatif kecil dan masih mendukung untuk budidaya kerapu.

5.3.1.3. Nitrit NO

2 -N Di perairan alami, nitrit NO 2 -N biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Sumber nitrit dapat diperoleh dari limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Kadar nitrit yang melebihi 0,05 mgl dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sensitif Moore, 1991 di dalam Effendi, 2003. Hasil pengukuran nitrit di perairan Pulau Pongok menunjukan angka rata- rata 0,002 mgl untuk masing-masing stasiun pengamatan. Hal ini menunjukan bahwa kadar nitrit di perairan masih jauh di bawah nilai tercemarnya suatu badan perairan dan masih dapat ditoleransi untuk pengembangan budidaya kerapu sistem KJA Tabel 16 dan Lampiran 20. Berdasarkan Tabel 17 nilai nitrit di perairan Kabupaten Bangka Selatan secara umum menunjukan bahwa nilainya berkisar antara 0,07 – 0,39 µgAl, hal ini menunjukan bahwa data penelitian nitrit di perairan Pulau Pongok nilainya masih lebih rendah dari nilai nitrit pada kondisi umum di Kabupaten Bangka Selatan.

5.3.1.4. Ortophosphat PO

4 Ortophosphat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatuk, sedangkan poliposphat harus mengalami hidrolisis membentuk ortophosphat terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organoposphat. Phosphat yang berikatan dengan ferri Fe 2 PO 4 3 bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga ferri ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua ferro yang bersifat larut dan melepaskan phosphat ke perairan sehingga meningkatkan keberadaan phosphat di perairan Brown 1987 di dalam Effendi 2003. Menurut Vollenweider dan Wetzel 1975 di dalam Effendi 2003 bahwa perairan dinyatakan oligotrofik dengan kadar ortophospat 0,003 – 0,01 mgl, perairan mesotrofik dengan kadar ortophospat 0,011 – 0,03 mgl, dan perairan eutrofik dengan kadar ortophospat 0,031 – 0,1 mgl. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diperoleh kadar ortophospat rata- rata yaitu 0,005 mgl. Nilai ini masih jauh di bawah nilai baku mutu yaitu 0,015 mgl sehingga kondisi perairan Pulau Pongok termasuk ke dalam perairan oligotrofik artinya nilai ini menunjukan bahwa daya dukung lingkungan perairan Pulau Pongok masih dapat dikatakan belum terlewati dan kondisi perairan ini masih mendukung untuk dilakukan kegiatan budidaya kerapu Tabel 16 dan Lampiran 20. Berdasarkan Tabel 17 nilai ortophospat di perairan Kabupaten Bangka Selatan menunjukan bahwa nilainya berkisar antara 0,41 – 0,87 µgAl, hal ini menunjukan bahwa data penelitian ortophospat di perairan Pulau Pongok masih jauh dari kondisi umum di Kabupaten Bangka Selatan. 5.3.1.5. Timbal Pb Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia sehingga perairan pesisirnya secara umum memiliki kandungan logam