Sumberdaya Pulau Kecil TINJAUAN PUSTAKA

mempengaruhi kecerahan adalah kandungan lumpur, plankton dan bahan-bahan terlarut lainnya. Untuk budidaya perikanan laut, kecerahan yang dipersyaratkan 3 m Akbar 2001. Perbedaan pasang naik dan pasang surut sebaiknya kurang dari 100 cm Mayunar et al. 1995. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan kerapu antara 7,9 – 8,2. Kondisi perairan yang cenderung asam akan menghambat pertumbuhan ikan laut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai Nontji 1993. Peningkatan salinitas, selain berpengaruh pada daya hantar listrik juga dapat meningkatkan tekanan osmotik yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme terutama di dalam proses osmoregulasi. Pada umumnya ikan kerapu menyenangi air laut berkadar garam 30 – 33 o oo Akbar 2001. Oksigen terlarut di dalam air digunakan oleh ikan kerapu untuk proses metabolisme faali yang akan mengkonversikan pakan yang dimakan menjadi ukuran pertumbuhan. Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5 – 8 ppm Mayunar et al. 1995 dan Akbar 2001. Sunaryanto et al. 2001 menyebutkan keterlindungan harus mempertimbangkan lokasi yang aman dari tinggi gelombang dan tiupan angin. Gambaran umum keterlindungan lokasi dapat dilihat secara visual dari peta atau data citra satelit yaitu relatif dikelilingi oleh penghalang berupa pulau atau berupa teluk. Langkosono 2007 menyebutkan pertumbuhan berat ikan kerapu berbeda nyata saat penelitian dengan parameter lingkungan yaitu suhu antara 27 - 30 o C, salinitas antara 30 - 34 o oo, oksigen terlarut antara 6,1 - 7,4 mll, kecerahan antara 4 - 13 m, kecepatan arus antara 0,044 – 0,089 ms, pH antara 8,2 – 8,7, posphat antara 0,087 – 0,189 µg.atl, dan nitrit antara 3,112 – 5,789 µg.atl.

2.5. Sistem Informasi Geografis SIG dan Kesesuaian Kawasan

SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, SIG merupakan suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial Star dan Estes 1990 di dalam Barus dan Wiradisastra 2000. Kelebihan SIG jika dibandingkan dengan sistem pengolahan data dasar yang lain adalah kemampuannya untuk menyajikan informasi spasial maupun non-spasial secara bersama-sama dalam bentuk vektor, raster atau tabular. Kegiatan survey pemetaan dewasa ini sudah tidak dapat dilepaskan dari dua macam teknologi, yaitu penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Pada perkembangan selanjutnya, keduanya cenderung diintegrasikan demi peningkatan efisiensi pemerolehan serta akurasi hasil pemetaan. Pada tahun 1970-an beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah memulai untuk menerapkan SIG dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan wilayah Danoedoro 1996. Sistem pengolah citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta- peta tematik hasil ekstraksi informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari SIG mampu mempertajam kemampuan analisis pengolahan citra, terutama dalam hal pemanfaatan data bantu untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi multispektral Jensen 1986 di dalam Danoedoro 1996. Penentuan luas perairan yang sesuai bagi pengembangan budidaya KJA dilakukan dengan aplikasi perangkat SIG dengan operasi tumpang susun overlay dari masing-masing peta tematik yang ditentukan. Hasil overlay peta-peta tematik beserta dengan kriteria kesesuaian atau dikenal dengan analisis kesesuaian dengan pembobotan scoring method akan menghasilkan lokasi potensial untuk budidaya kerapu sistem KJA beserta tingkatan kesesuaiannya Sunyoto 1997. Data oseanografi dan kualitas perairan untuk budidaya pembesaran ikan pada keramba jaring apung dengan metode interpolasi dan tumpang susun overlay. Data diperoleh pada 10 stasiun penelitian di perairan Belitung Barat berupa suhu, salinitas, kecepatan arus, kadar oksigen terlarut, keasaman pH, kecerahan dan batimetri perairan yang sesuai terhadap perkembangan komoditas budidaya dipergunakan sebagai syarat pembatas dalam analisis Suyarso 2008. Berdasarkan jenis data dan cara analisisnya, kesesuaian lahan dibedakan menjadi dua macam kesesuaian yaitu kesesuaian lahan kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan atas data fisik lahan dan analisisnya tanpa memperhitungkan biaya dan keuntungan ekonomis. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan atas faktor-faktor sosio-ekonomi dengan mengutamakan biaya dan keuntungan ekonomis FAO 1997.