tepat, serta yakin terhadap setiap proses yang dilaluinya dan pengetahuan yang diperolehnya karena telah terbukti kebenarannya.
Kemampuan penalaran adaptif sangat dibutuhkan dalam mempelajari matematika seperti yang dinyatakan oleh Kilpatrick, yaitu
In mathematics, adaptive reasoning is the glue that holds everything together, the lodestar that guides learning. One uses it to navigate through
the many facts, procedures, concepts, and solution methods and to see that they all fit together in some way, that they make sense
32
yakni dalam matematika, penalaran adaptif merupakan perekat yang memegang segala kemampuan matematika secara bersama-sama, termasuk
sebagai pedoman dalam memandu pembelajaran. Seseorang menggunakan penalaran adaptif untuk mencari dan mengatur berbagai fakta, prosedur, konsep,
dan cara penyelesaian serta menganalisis bahwa itu semua terjalin dalam suatu langkah yang tepat.
Salah satu bentuk manifestasi dari penalaran adaptif adalah memberikan pembenaran terhadap proses dan hasil suatu pekerjaan. Pembenaran disini
dimaksudkan sebagai naluri dalam memberikan alasan-alasan yang cukup, misalnya dalam pembuktian matematika atau dalam memeriksa kebenaran dari
suatu pernyataan matematika. Kemampuan penalaran adaptif dapat ditunjukkan oleh siswa ketika
menemui tiga kondisi, yaitu :
33
1. Mengetahui pengetahuan dasar yang cukup. Dalam hal ini siswa mempunyai
pengetahuan prasyarat sebelum memasuki pengetahuan baru. 2.
Tugas yang dapat dimengerti atau dipahami dan menyenangkan bagi siswa. 3.
Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa.
b. Indikator Kemampuan Penalaran Adaptif
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
32
Ibid.
33
Ibid., h. 130
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas Nomor 506CKepPP2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor merah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam
penalaran adalah mampu :
34
1. Mengajukan dugaan.
2. Melakukan manipulasi matematika.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi. 4.
Menarik kesimpulan dari pernyataan. 5.
Memeriksa kesahihan suatu argumen. 6.
Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Seseorang dikatakan mampu menggunakan penalarannya secara adaptif sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi, bila ia telah dapat melakukan
beberapa hal di bawah ini, antara lain :
35
1. Berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan kaidah-kaidah yang logis.
2. Memberikan alasan terjadi atau tidak terjadinya sesuatu, baik secara induktif
maupun deduktif. 3.
Menggunakan ide atau gagasan disertai jika perlu dengan argumentasi yang logis.
Menurut Nurjanah, dkk. dalam Research Article nya yang berjudul “Developing Coursware Of Mathematics For Secondary School Learning As
Support For Education Unit Level Curriculum” disebutkan bahwa indikator
penalaran adaptif sebagai berikut :
36
1. Competency on propose hypothesis or conjecture kemampuan dalam
mengajukan dugaan atau konjektur.
34
Sri Wardhani, op. cit., h. 14
35
Suhendra, op. cit., h. 7.21
36
Nurjanah, Developing Coursware Of Mathematics For Secondary School Learning As Support For Education Unit Level Curriculum, Bandung : FPMIPA, 2007, h. 4
2. Can give reason of the given answer dapat memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran suatu pernyataan. 3.
Can make conclussion from a statement dapat membuat kesimpulan dari suatu pernyataan.
4. Can correct the thruth of an argument dapat memeriksa kesahihan dari suatu
argumen. 5.
Can find pattern of a mathematics problem dapat menemukan pola pada suatu gejala atau persoalan matematika.
Berdasarkan uraian diatas, maka indikator yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian adalah kemampuan dalam memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran suatu pernyataan, menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, dan memeriksa kesahihan dari suatu argumen.
3. Metode Penemuan Terbimbing Guided Discovery Method
a. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing
Metode penemuan discovery learning adalah “metode mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian
atau seluruhnya ditemukan sendiri ”.
37
Kegiatan penemuan dilakukan oleh siswa itu sendiri selama proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu hal yang baru
bagi dirinya. Hal-hal baru tersebut dapat berupa konsep, teorema, rumus, pola, aturan dan sejenisnya.
Metode penemuan dapat diartikan juga s ebagai “suatu prosedur mengajar
yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai pada generalisasi”.
38
Metode ini lebih menekankan pada pengalaman langsung siswa terlibat dalam pembelajaran sehingga dapat
37
E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Moderen untuk Orang Tua Murid dan SPG, Bandung : Tarsito, 1979, h. 209
38
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, h. 192
dikatakan proses dalam kegiatan pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajarnya.
39
Sund berpendapat bahwa “discovery adalah proses mental misalnya : kegiatan mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya dimana siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip”.
40
Penggunaan metode ini dalam kelas dilakukan dengan cara siswa dibiarkan menemukan sendiri atau
mengalami proses mental itu sendiri, sedangkan peran guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Menurut Ruseffendi,
metode penemuan
sangat penting
dalam pembelajaran matematika, sebab :
41
1. Pada kenyataannya ilmu-ilmu itu ditemukan melalui penemuan.
2. Matematika adalah bahasa abstrak, konsep dan lain-lainnya itu akan lebih
baik melekat bila melalui penemuan dengan jalan memanipulasi dan berpengalaman dalam benda-benda kongkrit.
3. Generalisasi itu penting; melalui penemuan generalisasi yang diperoleh akan
lebih mantap. 4.
Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. 5.
Setiap anak adalah makhluk kreatif. 6.
Menemukan sesuatu oleh sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya diri terhadap dirinya sendiri, dapat meningkatkan motivasi termasuk motivasi
intrinsik, melakukan pengkajian lebih lanjut, dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika.
Pendapat lain yang sejalan dengan Russefendi tentang pentingnya metode penemuan digunakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu disampaikan oleh
Suryosubroto, menyatakan bahwa metode penemuan merupakan salah satu
39
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005, h. 101
40
Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, h. 20
41
Ruseffendi, op. cit, h. 210