Pembelajaran Matematika Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari siswa dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pentingnya mempelajari matematika tidak lain dikarenakan memiliki banyak peran terhadap berbagai segi kehidupan, seperti yang diungkapkan oleh Cornelius 1982, belajar matematika diperlukan karena matematika merupakan 1 sarana berpikir yang jelas dan logis, 2 sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, 3 sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, 4 sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan 5 sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. 17 Menurut Cobb 1991, belajar matematika bukanlah suatu proses „pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berpikir konseptual. 18 Adanya aktivitas yang dilakukan oleh siswa menunjukkan bahwa siswa tersebut sedang melakukan kegiatan belajar dalam hal ini yaitu belajar matematika. Oleh karena nya, belajar matematika itu sendiri dapat dilakukan oleh siswa dengan cara siswa melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan matematika seperti melakukan perhitungan, memanipulasi, mencari solusi dan menyelesikan permasalahan, serta melakukan penarikan kesimpulan, sehingga dengan berbagai aktivitas tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Cobb juga mendefinisikan bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. 19 Berdasarkan definisi tersebut, jika dikaitkan dengan pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya untuk menciptakan kondisi agar suasana atau kegiatan belajar dapat terjadi dengan melibatkan berbagai unsur dan peran aktif siswa guna memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika sehingga nantinya diharapkan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 17 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2003, h. 253 18 MKPBM, op. cit, h. 71 19 Ibid. Secara umum pengetahuan dan keterampilan sebagai kompetensi yang harus dicapai dalam belajar matematika menurut Kilpatrick, dkk. 2001 dirumuskan menjadi 5 bagian, yaitu : 20 1. Pemahaman konsep conceptual understanding, yaitu kemampuan dalam memahami konsep, operasi, dan relasi dalam matematika. 2. Kelancaran berprosedur prosedural fluency, yaitu kemampuan dalam menerapkan prosedur secara fleksibel, akurat, efisiensi, dan benar. 3. Kompetensi strategis strategic competence, yaitu kemampuan untuk memformulasikan, merepresentasikan, dan menyelesaikan permasalahan matematika. 4. Penalaran adaptif adaptive reasoning, yaitu kemampuan untuk berpikir secara logis, melakukan refleksi perenungan, memberikan penjelasan, dan mengajukan pembenaran. 5. Disposisi produktif productive disposition, yaitu kemampuan untuk selalu memandang matematika secara positif, menguntungkan, dan bermakna. Selain lima kompetensi di atas, menurut Suhendra, dkk. terdapat beberapa kompetensi lain yang juga dapat dicapai dalam belajar matematika, yaitu : 21 1. Komunikasi ide atau gagasan yang didalamnya terdapat kegiatan menafsirkan dan menyatakan ide atau gagasan secara tulisan, lisan, dan atau melalui perbuatan, serta kegiatan deminstrasi. 2. Koneksitas antar topik, satu topik matematika dihubungkan dengan topik matematika lain atau mengaitkan sebuah topik matematika dengan bidang studi lain dalam kegiatan pembelajaran. 3. Pemecahan masalah yang meliputi bagaimana memahami masalah, memilih strategi pemecahan masalah, dan menyelesaikan atau memecahkan masalah itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah kemampuan penalaran adaptif. 20 Kilpatrick, op. cit., h. 116 21 Suhendra, dkk., Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Jakarta : Universitas Terbuka, 2008, h. 9.6

2. Kemampuan Penalaran Adaptif Adaptive Reasoning

a. Pengertian Penalaran Adaptif

Salah satu yang menjadi tujuan dan aspek kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika adalah penalaran. Penalaran reasoning dapat didefinisikan sebagai “proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan, pentransformasian yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan”. 22 Fadjar Shadiq 2004 memberikan definisi tentang penalaran yaitu “suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya”. 23 Lebih lanjut lagi, Depdiknas dalam Fadjar Shadiq menyebutkan bahwa “materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika”. 24 Kemampuan penalaran berperan penting untuk mengetahui dan mempelajari matematika. Kemampuan bernalar menjadikan siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Dengan menggunakan penalaran, maka siswa dapat memvalidasi cara berpikir mereka sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berpikir secara matematik. Penalaran dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada 22 Lia Kurniawati, ALGORITMA Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Jakarta : CeMED, 2006, h. 81 23 Fadjar Shadiq, Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika, Yogyakarta : PPPG Matematika, 2004, h. 2 24 Sri Wardhani, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKGMGMP Matematika “Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMPMTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika”, Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008, h. 11 suatu kesimpulan yang bersifat umum. 25 Beberapa kegiatan atau proses yang tergolong dalam penalaran induktif diantaranya : a menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus yang lainnya transduktif, b penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses analogi, c penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati generalisasi, d memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan : interpolasi dan ekstrapolasi, e memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada, dan f menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur. 26 Penalaran deduktif adalah “the process of reaching a conclusion by applying general assumptions, procedures, or principles ” 27 , yakni proses mencapai kesimpulan dengan menerapkan asumsi umum, prosedur, atau prinsip- prinsip. Beberapa kegiatan atau proses yang tergolong dalam penalaran deduktif diantaranya : a melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu, b menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid, dan c menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika. 28 Kegiatan atau proses penalaran induktif dan deduktif sering kali dilihat sebagai suatu proses berpikir yang terpisah. Padahal, kedua proses ini merupakan suatu pemikiran yang berjalan seiringan. Kemampuan berpikir deduktif seseorang sering kali muncul setelah kemampuan berpikir induktif dikuasai. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Depdiknas, yaitu : Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, dalam pembelajaran, 25 Ibid., h. 12 26 Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik, Bandung : FPMIPA UPI, 2010, h. 6 27 Aufmann, dkk ., Mathematical Thingking and Quantitative Reasoning, Boston : Houghton Mifflin Company, 2008, h. 6 28 Sumarmo, loc. cit. pemahaman konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. 29 Pada tahun 2001, National Research Council NRC memperkenalkan satu penalaran yang menurut penelitinya mencakup kemampuan penalaran induktif dan deduktif, yang kemudian diperkenalkan dengan istilah penalarn adaptif. Dalam laporan penelitiannya, Kilpatrick, dkk. 2001, menyampaikan definisi penalaran adaptif, yaitu “adaptive reasoning – capacity for logical thought, reflection, explanation, and justification ”. 30 Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan bahwa penalaran adaptif merupakan kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan secara logis, memperkirakan jawaban, memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, serta menilai kebenarannya secara matematik. Terkait dengan penalaran adaptif, Kilpatrick juga memberikan penjelasan lain, yaitu : Adaptive reasoning refers to the capacity to think logically about the relationships among concepts and situations. Such reasoning is correct and valid, stems from careful consideration of alternatives, and includes knowledge of how to justify the conclusions. 31 Pernyataan di atas menjelaskan bahwa penalaran adaptif merujuk pada kemampuan siswa untuk berpikir secara logis mengenai hubungan antara konsep dan situasi yang dihadapinya. Penalaran yang benar dan sah muncul dari kemampuan untuk menyajikan alternatif secara tepat, termasuk pengetahuan untuk menilai dan menyimpulkan. Mengacu pada pembelajaran yang melibatkan kemampuan penalaran adaptif, maka suatu konsep tidak cukup dimiliki oleh siswa hanya melalui rangkaian cerita, melainkan harus mampu dirumuskannya dengan menggunakan pemikiran yang logis, sistematis, dan kritis. Kemudian memperkuat mentalnya melalui suatu representasi sehingga mampu mengaplikasikannya pada situasi yang 29 Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, Yogyakarta : Depdiknas, 2009, h. 2 30 Kilpatrick, loc. cit. 31 Ibid., h. 129 tepat, serta yakin terhadap setiap proses yang dilaluinya dan pengetahuan yang diperolehnya karena telah terbukti kebenarannya. Kemampuan penalaran adaptif sangat dibutuhkan dalam mempelajari matematika seperti yang dinyatakan oleh Kilpatrick, yaitu In mathematics, adaptive reasoning is the glue that holds everything together, the lodestar that guides learning. One uses it to navigate through the many facts, procedures, concepts, and solution methods and to see that they all fit together in some way, that they make sense 32 yakni dalam matematika, penalaran adaptif merupakan perekat yang memegang segala kemampuan matematika secara bersama-sama, termasuk sebagai pedoman dalam memandu pembelajaran. Seseorang menggunakan penalaran adaptif untuk mencari dan mengatur berbagai fakta, prosedur, konsep, dan cara penyelesaian serta menganalisis bahwa itu semua terjalin dalam suatu langkah yang tepat. Salah satu bentuk manifestasi dari penalaran adaptif adalah memberikan pembenaran terhadap proses dan hasil suatu pekerjaan. Pembenaran disini dimaksudkan sebagai naluri dalam memberikan alasan-alasan yang cukup, misalnya dalam pembuktian matematika atau dalam memeriksa kebenaran dari suatu pernyataan matematika. Kemampuan penalaran adaptif dapat ditunjukkan oleh siswa ketika menemui tiga kondisi, yaitu : 33 1. Mengetahui pengetahuan dasar yang cukup. Dalam hal ini siswa mempunyai pengetahuan prasyarat sebelum memasuki pengetahuan baru. 2. Tugas yang dapat dimengerti atau dipahami dan menyenangkan bagi siswa. 3. Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa.

b. Indikator Kemampuan Penalaran Adaptif

Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika 32 Ibid. 33 Ibid., h. 130

Dokumen yang terkait

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Darul Ma’arif, Jakarta Selatan)

3 8 241

Pengaruh Model guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (quasi eksperimen di SMAN 72 Jakarta Utara)

5 19 165

Pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discorvery lesson) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa

1 9 95

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (Tapps) Terhadap Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di Kelas Xi Ipa Sma Muhammadiyah 25 Pamulang)

3 26 192

Penggunaan metode guided discovery learning untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung: studi quasi eksperimen di SMP Paramarta

6 16 69

Penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa

1 8 197

PENGARUH KINERJA SISWA PADA METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA

1 31 55

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF SISWA SMP.

0 0 45

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERH

0 0 9