lain. Sementara untuk peserta PHBM yang telah bermukim di desa semenjak lahir adalah sebanyak 16 orang 17.80 , sisanya bermukim tidak semenjak lahir.
5.3. Rangkuman
1.
Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM telah ditetapkan oleh Perum Perhutani sebagai “icon“ bagi seluruh aktivitas perusahaan dengan
sasaran akhir berupa “hutan lestari, lingkungan terjaga, dan masyarakat sejahtera”. Kegiatan ini didukung oleh sinergi antar sektor serta sinergi
program PKBL Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan dan program Community Development CD.
2. Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Bandung Selatan sebagian besar wilayahnya berupa hutan-lindung yang merupakan kawasan penyangga
buffer-zone dan tangkapan air catchment-area untuk wilayah hulu sungai
Citarum. Karena itu pengelolaannya akan banyak bersentuhan dengan persoalan lingkungan dan sosial, sehingga aktivitas PHBM menjadi penting.
3. Program PHBM di Pangalengan telah berhasil mendorong masyarakat sekitar hutan yang awalnya berprofesi sebagai petani sayur menjadi petani PHBM
dengan aktivitas budidaya kopi atau penanaman rumput-gajah sehingga lebih ramah-lingkungan environmentally-friendly. Namun untuk mencapai sasaran
akhir “hutan lestari, lingkungan terjaga, dan masyarakat sejahtera”, program PHBM masih perlu dilakukan penguatan strengthening.
5. Pola usahatani kopi dan rumput-gajah dipandang masih baik untuk penanaman di hutan-lindung. Kopi Arabika asal Aceh Tengah memerlukan naungan,
sehingga petani berkepentingan dengan tegakan hutannya. Sedangkan komoditas rumput-gajah memiliki perakaran yang relatif kuat untuk menahan
tanah dari bahaya erosi, sehingga masih merupakan komoditas yang tepat untuk menutup kawasan lahan hutan-lindung.
5. Deskripsi karakteristis dan kegiatan masyarakat sekitar hutan peserta PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah Sapi-perah yang ditelitidiamati
menunjukkan ciri-ciri spesifik sebagai-berikut : a. Masyarakat umumnya tidak memiliki lahan sendiri landless, tetapi
menjadi penggarap lahan kawasan hutan-lindung dan menerapkan pola bertani yang bergantung pada faktor lahan land-base agriculture.
b. Dilihat dari penggunaan waktu produktif untuk mencari nafkah, keragaan petani PHBM Kopi berada sedikit di atas Standar BPS 4 004 jam kerja
per tahun, sehingga diindikasikan masih terjadi pengangguran terselubung. Tetapi untuk PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, hal tersebut
tidak terjadi, karena penggunaan waktu produktif untuk mencari nafkah jauh di atas standar BPS 7 054 jam vs 4 000 jam kerja per tahun.
c. Peranan suami dalam mencari nafkah masih dominan, baik pada PHBM Kopi maupun PHBM Rumput-gajah Sapi-perah. Peranan istri dan anak
lebih sebagai pendukung kepala keluarga dalam mencari nafkah. d. Dilihat dari pendapatan per kapita per bulan, posisi petani PHBM Rumput-
gajah Sapi-perah maupun PHBM Kopi berada di atas ambang batas garis kemiskinan menurut Standar BPS 2 100 kkal per kapita per bulan
atau ekuivalensetara dengan pendapatan Rp 183 846 per bulan. Namun apabila dibandingkan dengan Standar Bank Dunia pendapatan US 2 per
hari per kapita untuk negara berpendapatan sedang, maka baik petani PHBM Kopi berada di bawah garis kemiskinan menurut Standar Bank
Dunia, sedangkan petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah berada tepat pada ambang batas garis kemiskinan menurut standar dunia.
e. Dilihat dari sumber pendapatan, 61 persen pendapatan rumahtangga petani PHBM Kopi berasal dari aktivitas non-usahatani, 39 persen sisanya
dari usahatani kopi. Petani Rumput-gajah Sapi-perah 87.7 persen pendapatannya berasal dari usahatani yang terdiri atas usahatani rumput-
gajah 13.7 dan usahatani sapi-perah 74.0 , sedangkan 12.3 persen sisanya ditopang oleh aktivitas non-usahatani. Namun pendapatan
usahatani rumput-gajah tidak dihitung secara terpisah, karena rumput- gajah seluruhnya dipasok untuk konsumsi sapi-perah. Kondisi ini
mengindikasikan, bahwa kegiatan PHBM yang berbasis pada lahan kawasan lindung saja, belum mampu mengentaskan masyarakat untuk
hidup lebih sejahtera. Diperlukan tambahan sumber pendapatan di luar usahatani yang tidak langsung berbasis lahan.
f. Ditinjau dari pola konsumsi masyarakat, lebih dari 60 alokasi anggaran masih dibelanjakan untuk konsumsi pangan kebutuhan pokok. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat masih berkutat pada pemenuhan kebutuhan dasar basic-needs yang bersifat elementer. Namun kesadaran
untuk mendorong pendidikan keluarga sudah tumbuh cukup baik. 6. Petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah menunjukkan tingkat
kesejahteraan yang lebih baik daripada petani PHBM Kopi, karena nilai- tambah added-value berupa susu sapi memiliki nilai yang relatif lebih baik.
Antara kegiatan usahatani di dalam kawasan hutan budidaya rumput-gajah dengan usahatani di luar kawasan hutan pemeliharaan sapi-perah telah
terjalin sinergitas yang sangat positif, karena keduanya terjalin kerjasama yang saling menguntungkan kerjasama-mutualistis. Sebaliknya, antara
usahatani kopi di dalam kawasan hutan dengan pengolahan menjadi produk yang bernilai tinggi di luar kawasan, belum terjalin secara terpadu sehingga
banyak nilai-tambah yang akhirnya dinikmati bukan oleh petani, tetapi lebih dinikmati oleh eksportir pedagang besar.
7. Meskipun lahan garapan PHBM Kopi relatif lebih luas rata-rata per rumahtangga lebih-kurang 1.6 hektar daripada luas lahan garapan PHBM
Rumput-gajah Sapi-perah rata-rata hanya 0.15 hektar per rumahtangga, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Karena itu input teknologi maupun
capital dan skill masih sangat diperlukan untuk meningkatkan optimalisasi
lahan garapan PHBM Kopi tersebut. 8. Terkait butir 7, diversifikasi produk melalui penanaman terong-kori maupun
cabe-bendot merupakan inovasi yang baik untuk dikembangkan sebagai
upaya optimalisasi lahan guna menciptakan sumber-sumber pendapatan baru yang dapat digunakan sebagai penyangga pada saat petani menunggu
panenan. Pemilihan komoditas dan pola usahataninya harus sesuai dengan sifat hutan-lindung yang rentan terhadap erosi dan pencucian hara tanah.
9. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani PHBM belum sepenuhnya mampu mengentaskan masyarakat sekitar hutan dari persoalan
kemiskinan, terutama pada PHBM Kopi. Namun demikian aktivitas PHBM telah mampu mengamankan kawasan hutan-lindung dari ancaman
perambahan hutan dengan mendorong alih-komoditas dari pola bertani daur- pendek sayur kepada komoditas daur-panjang yang lebih ramah-lingkungan.
VI. PERILAKU EKONOMI