Tujuan Penelitian KegunaanManfaat Penelitian Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

kelembagaan dalam membangun kerjasama kemitraan di kawasan Hutan Lindung antara penduduk dan Perum Perhutani, perlu dilakukan sebagai model atau benchmark bagi wilayah lain dengan karakteristik yang sama atau karakteristik yang mendekati hampir sama dengan karakteriristik lokasi penelitian. Penelitian ekonomi rumahtangga pada aktivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM belum banyak dilakukan, terlebih lagi aktivitas PHBM di kawasan hutan lindung sejauh ini masih merupakan hal yang baru, sehingga penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang penting. Bahkan pengelolaan kawasan hutan lindung pada umumnya dibiarkan terlantar, sehingga studi mengenai kelembagaan PHBM pada hutan lindung menjadi sangat penting.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM dalam pengambilan keputusan menyangkut aspek alokasi waktu tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani. 2. Menganalisis dampak perubahan faktor eksternal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM. 3. Menganalisis aspek kelembagaan kerjasama kemitraan PHBM, khususnya menyangkut kontrak kerjasama antara petani dengan Perum Perhutani.

1.4 KegunaanManfaat Penelitian

Kegunaan atau nilai-manfaat dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : 1. Bermanfaat bagi pemerintah sebagai masukan dalam penciptaan kebijakan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan di kawasan hutan lindung terkait dengan persoalan pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan terciptanya kelestarian hutan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai DAS. 2. Bermanfaat bagi Perum Perhutani sebagai “benchmark” atau rujukan untuk mengembangkan program penataan pemanfaatan lahan kawasan hutan lindung yang lebih optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui pola kemitraan yang sesuai dengan harapan kedua- belah pihak, pada kawasan lain yang relatif berkarakteristik samadengan lokasi penelitian. 3. Bermanfaat bagi masyarakat luas berkaitan dengan semakin banyaknya sumber informasi yang menyangkut pola-pola pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang lebih kondusif sebagai proses pembelajaran lesson- learned yang dapat diterapkan untuk daerah lain.

1.5 Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencakup analisis kuantitatif dan kualitatifdeskriptif pola usahatani lahan kering PHBM di wilayah hulu Sungai Citarum dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani peserta program PHBM melalui pendekatan konsep ekonomi rumahtangga, serta kajian aspek kelembagaan di tingkat petani dalam rangka membangun kerjasama kemitraan PHBM dengan Perum Perhutani. Mengingat begitu luas cakupan yang harus dianalisis, maka untuk mempertajam analisis penulis membatasi cakupan penelitian ini dengan mengambil studi kasus di wilayah kerja Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Bandung Selatan, khususnya di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Pangalengan yang merupakan wilayah hulu Daerah Aliran Sungai DAS Citarum. Namun demikian, penentuan lokasi yang relatif mikro ini diharapkan masih cukup representatif untuk menggambarkan kegiatan PHBM di wilayah KPH Bandung Selatan pada khususnya dan di wilayah Perum Perhutani pada umumnya, terutama untuk benchmark bagi tipologi kawasan hutan yang bertopografi tinggi seperti Hutan Lindung maupun Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Studi dengan wilayah penelitian yang sangat mikro bisa merupakan kelemahanketerbatasan namun sekaligus merupakan kekuatan, karena dapat dilakukan dengan metode penelitian langsung survei dan sebagaimana lazimnya persoalan menyangkut sosial-kemasyarakatan berada pada skala yang lebih mikro sehingga harus diobservasi secara lebih detil. Penelitian ini mengambil lokasi di kawasan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani sebagai wilayah hulu Daerah Aliran Sungai DAS Citarum yang sangat vital, sehingga terdapat pembatasan terhadap jenis- jenis komoditas usahatani yang bisa dikembangkan oleh petani, yaitu jenis-jenis komoditas yang sesuai dengan sifat kepekaan lahan daerah pegunungan yang mudah tererosi dan rawan longsor. Karena itu jenis-jenis komoditas yang dikembangkan harus bersifat ramah-lingkungan, memiliki sistem perakaran yang kuat menahan tanah, serta berumur-panjang. Dengan demikian terdapat keterbatasan preferensi petani dalam mengembangkan komoditas di kawasan Hutan Lindung dibandingkan apabila petani melakukan usahatani di wilayah Hutan Produksi Biasa yang topografinya relatif lebih landai atau datar. Disamping itu, pengelolaan hutan lindung tidak diperkenankan memanen kayu tanaman pokok, sehingga petani peserta PHBM tidak memiliki kesempatan menikmati sharing hasil produksi dari Hutan Pangkuan Desa yang dikelolanya. Pendapatan petani murni berasal dari hasil usahatani tanaman keras yang dikembangkan oleh rumahtangga petani diantara tanaman pokok kehutanan yang harus diamankannya dan pendapatan lain non-usahatani. Komoditas yang dikembangkan petani terbatas pada kopi dan rumput- gajah yang diintegrasikan dengan pemeliharaan sapi-perah, sedangkan komoditas lain seperti cabe bendot dan terong kori tidak diperhitungkan, karena relatif masih sedikit nilainya belum dikembangkan secara intensif dan pada saat penelitian belum mencapai masa panen. Karena itu harga jual komoditas usahatani tidak dilakukan sebagai harga komposit, melainkan harga tunggal komoditas kopi dalam bentuk gelondongkopi basah dan susu murni produksi sapi-perah. Disamping itu, komoditas kopi adalah tanaman yang relatif berdaur- panjang, sehingga penelitian yang bersifat cross-section yang berjangka hanya 1 satu tahun memiliki kelemahan dalam mengukur kinerja komoditas tanaman kopi. Penelitian ini memiliki keterbatasan lain, yaitu pendapatan petani yang dianalisis hanya pendapatan yang berasal dari kegiatan on-farm dan off-farm baik sebagai buruh pada usahatani pada lahan milik orang lain maupun kegiatan non-pertaniannon-usahatani. Tetapi pendapatan yang berasal dari non-activity seperti warisan, kiriman, hadiah, Bantuan Langsung Tunai BTL dari Pemerintah, tidak ikut dianalisis, karena datanya tidak valid. Pada saat penelitian BLT belum dibagikan kepada masyarakat, sehingga tidak dihitung. Menyangkut data tabungan dan kredit, data yang dianalisis murni berdasarkan angka-angka yang dilakukan sebagai pengakuan petani pada saat wawancara, sehingga bukan didasarkan pada pendekatan angka surplus defisit yang dialami petani berdasarkan perhitungananalisis ekonomi. Karena itu akurasi data survei sulit untuk dapat divalidasi mengingat pengakuan petani bisa berbeda-beda dan kurang akurat. Inilah satu kelemahan dari metode survei yang hanya mencatat data saat itu cross-section, sehingga tidak tertutup kemungkinan timbul fenomena yang khas tetapi menyimpang dari apriori ekonomi kaidah-kaidah ekonomi yang seharusnya. Disamping hal-hal di atas, keterbatasan penelitian ini juga menyangkut masalah tiadanya data ekonomi rumahtangga petani yang bersifat runtut-waktu times-series yang akurat dan kredibel. Analisis ekonometrika dilakukan hanya mendasarkan pada data primer yang bersifat cross-section melalui survei yang dilakukan secara langsung face to face dengan para petani responden di lokasi penelitian, baik petani peserta program PHBM Kopi maupun petani peserta program PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, sehingga sesekali dalam membangun model ekonometrik dijumpai nilai koefisien korelasi yang rendah antar variabel pembangunnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA