Implikasi Kebijakan SIMPULAN DAN SARAN

income secara cepat, 2 peningkatan pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan inovatif, serta 3 rekalkulasi sharing produksi secara lebih proporsional. 9. Bagi petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, penguatan kontrak kemitraan yang perlu dibangun agar kebijakan peningkatan harga output dapat diimplementasikan secara efektif adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan added-value dan harga jual output susu sapi, diantaranya meliputi : 1 penyediaan bibit rumput-gajah yang unggul dan introduksi teknologi pemanfaatan lahan yang lebih intensif, 2 penerapan teknologi pengolahan susu beserta produk turunannya yang bernilai tinggi, serta 3 adanya jaminan pembelian susu-sapi yang berkelanjutan dengan harga yang kompetitif.

9.2. Implikasi Kebijakan

1. Perlu disusun strategi jangka-panjang untuk mengatasi tekanan eksternal terhadap kawasan hutan-lindung dengan mendorong pengembangan kegiatan produktif di luar kawasan, sehingga hal tersebut dapat bersinergi dengan kegiatan PHBM di dalam kawasan. Idealnya, aktivitas diluar kawasan hutan merupakan peningkatan nilai- tambah dari produk-produk primer yang dihasilkan oleh usahatani di dalam kawasan hutan sehingga terdapat keterkaitan linkage yang saling menguntungkan satu sama lain. 2. Perlu dilakukan pemanfaatan lahan yang lebih optimal melalui diversifikasi komoditas yang sesuai dengan sifatfungsi hutan lindung terlebih dahulu sebelum diterapkan kebijakan perluasan lahan andil. 3. Perlu dilakukan introduksi teknologi penggunaan faktor input maupun teknologi pengolahan lahan yang lebih intensif agar dapat meningkatkan produktivitas lahan usahatani. Penggunaan pupuk organik yang bahan bakunya tersedia di lokasi sangat baik dilakukan, karena budidaya kopi organik sangat diminati oleh konsumen kopi dari seluruh dunia dan lebih ramah lingkungan. 4. Perlu keberpihakan kepada petani PHBM khususnya dalam peningkatan kapital, baik berupa perangkat lunak maupun perangkat keras yang dapat meningkatkan kapasitas petani dalam membangun kemitraan dengan perusahaan. 5. Perlu ditetapkan Key Performance Indicators KPI yang spesifik bagi pengelola hutan lindung agar jelas indikator penilaian pengelolaan hutan lindung, dimana kebijakan sharing produksi bukan dinilai sebagai income-generating bagi perusahaan, melainkan lebih untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab petani dalam melestarikan hutan lindung. Di lain sisi, penilaian kinerja pengelolaan hutan lindung lebih ditujukan kepada semakin meningkatnya fungsi-fungsi lindung dari hutan yang dikelolanya. 6. Terhadap petani PHBM Kopi, pemerintah perlu membuka akses yang lebih luas terhadap kredit mikro dengan bunga pinjaman yang layak. Sedangkan bagi petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah pemerintah perlu membantu jaminan peningkatan harga susu sapi. Kredit mikro dapat diwujudkan dalam bentuk program PKBL Program Kemitraan dan Bina Lingkungan maupun program-program lainnya. 7. Pemberdayaan rumahtangga petani PHBM tidak cukup hanya dengan mengandalkan pendekatan ekonomi semata, melainkan harus dibarengi dengan penguatan kelembagaan di level mikro berupa perbaikan substansi kontrak kemitraan PHBM yang dapat mengefektifkan implementasi kebijakan penurunan suku bunga bagi PHBM Kopi maupun peningkatan harga jual output bagi PHBM Rumput-gajah Sapi-perah. 8. Disarankan adanya realokasi anggaran untuk meningkatkan aktivitas PHBM luar kawasan yang dapat mengurangi kebergantungan petani pada faktor lahan kawasan hutan, sehingga tekanan terhadap hutan akan semakin berkurang.. 9. Pada setiap hutan lindung perlu dibangun kelembagaan berupa kemitraan kolaboratif yang mengakomodasi kepentingan pengelola hutan lindung dengan masyarakat sekitar hutan agar hutan lindung dapat berfungsi secara lebih optimal.

9.3. Saran untuk Penelitian Lanjutan