Thn 42.0 Thn GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PHBM

tetapi dicatat pada saat survei dilakukan untuk kurun waktu produksi selama 1 satu tahun. Modalkapital yang dibutuhkan oleh petani sebagian diperoleh dari pinjaman bank maupun non-bank, sebagian dari hasil produksi sendiri, serta sebagian ada bantuan kredit lunak Perum Perhutani yang disalurkan melalui program PKBL Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan, meskipun nilainya relatif belum signifikan. Masyarakat sekitar hutan baik yang telah menjadi peserta PHBM maupun yang bukan peserta PHBM, belum menggunakan modal secara optimum karena memang mengalami keterbatasan sumber permodalan. Pinjaman modalkredit mikro nilainya sangat terbatas dan tidak secara signifikan membantu kebutuhan modal petani, sehingga petani kopi, rumput-gajah, dan sayur perlu memperoleh pemberdayaan untuk meraih sumber-sumber permodalan yang berkelanjutan. 5.2. Karakteristik Petani Contoh 5.2.1. Umur Petani Contoh Karakteristik umur petani contoh di lokasi penelitian menunjukkan, bahwa para petani contoh peserta program PHBM kopi rata-rata berumur 47.9 tahun, sedangkan petani contoh peserta program PHBM rumput-gajah sapi-perah berumur 42.0 tahun, sebagaimana tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Karakteristik Umur Rata-rata Petani Contoh NO UMUR JUMLAH RESPONDEN ORANG PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT- GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 20 sd 30 tahun 5 8.5 5 16.1 10 11.1 2 31 sd 40 tahun 13 22.0 12 36.7 25 27.8 3 41 sd 50 tahun 13 22.0 4 12.9 17 18.9 4 Di atas 50 tahun 28 47.5 10 34.3 38 42.2 Jumlah 59 100.0 31 100.0 90 100.0 Umur Rata-Rata

47.9 Thn 42.0 Thn

Sumber : Data primer diolah Rumahtangga petani peserta program PHBM Kopi didominasi oleh petani yang berumur di atas 50 tahun 47,5 , sedangkan rumahtangga petani peserta program PHBM Rumput-gajah Sapi-perah didominasi oleh petani berumur antara 31 sd 40 tahun 36.7 dan berumur di atas 50 tahun 34.3 . Dari Tabel 18 di atas, dapat dicermati bahwa karakteristik umur petani peserta program PHBM relatif tidak berbeda, tetapi ada kecenderungan bahwa petani PHBM Kopi berumur lebih tua daripada petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah. Rata-rata umur petani PHBM Kopi adalah 47.9 tahun, sedangkan PHBM Rumput-gajah Sapi-perah adalah 42.0 tahun. Hal ini dapat dimengerti, karena petani kopi pada umumnya merupakan penggarap lahan yang datang lebih lama dibandingkan petani rumput-gajah sapi-perah dan lebih senior dibandingkan petani rumput-gajah sapi-perah.

5.2.2. Asal-usul Petani Contoh

Asal-usul petani PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah Sapi-perah disajikan pada Tabel 19. Dari Tabel 19, petani peserta program PHBM baik pada komoditas kopi maupun rumput-gajah sapi-perah pada umumnya adalah petani setempat, yaitu rata-rata di atas 80. Sisanya merupakan petani pendatang yang berasal dari luar desa Pulosari. Hal ini menggambarkan bahwa, indikasi sebagian besar petani sekitar hutan yang mengikuti program PHBM adalah petani setempat yang pada awalnya merupakan petani penggarap hutanperambah hutan, ternyata terbukti benar. Jadi menurut sejarahnya, petani PHBM adalah petani setempat maupun petani pendatang yang berasal dari desakecamatankabupaten lain, yang menggarap lahan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani, jauh sebelum program PHBM diperkenalkan. Tabel 19. Asal-usul Petani Contoh Peserta PHBM NO ASAL-USUL JUMLAH RESPONDEN Orang PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT- GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 PENDATANG 10 16.9 7 22.6 17 18.9 2 ASLI 49 83.1 24 77.4 73 81.1 JUMLAH 59 100.0 31 100,0 90 100.0 Sumber : Data primer

5.2.3. Tingkat Pendidikan

Dilihat dari karakteristik tingkat pendidikan suami, baik masyarakat sekitar hutan peserta PHBM Kopi maupun peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah didominasi oleh suami yang berpendidikan Sekolah DasarSekolah Rakyat SDSR, yaitu masing-masing 72.9 untuk petani peserta PHBM Kopi dan 70.9 untuk petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, seperti tertera pada Tabel 20. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi pendidikan masyarakat sekitar hutan pada umumnya adalah sangat memprihatinkan. Para suami yang berperan sebagai kepala rumahtangga masih berada pada tingkat pendidikan yang rendah, meskipun pada masyarakat sekitar hutan peserta PHBM kopi terdapat 3.4 yang telah mengenyam pendidikan S1. Tabel 20. Karakteristik Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH PETANI CONTOH Orang PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT-GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 SDSR 43 72.9 22 70.9 65 72.2 2 SLTP 11 18.6 6 19.3 17 18.9 3 SLTA 3 05.1 3 09.7 6 06.7 4 S1 2 03.4 - 00.0 2 02.2 JUMLAH 59 100.0 31 100.0 90 100.0 Sumber : Data primer Diolah Sedangkan dilihat dari pendidikan istri, hal ini lebih memprihatinkan lagi, sebagaimana dapat diperiksa pada Tabel 21. Di atas 80 para istriibu rumahtangga masyarakat sekitar hutan peserta PHBM hanya berpendidikan Sekolah DasarSekolah Rakyat SDSR. Dari data pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum proporsi tingkat pendidikan responden peserta program PHBM Kopi maupun PHBM Rumput-gajah Sapi-perah relatif masih rendah, sehingga masih memerlukan perhatian untuk ditingkatkan. Tabel 21. Karakteristik Tingkat Pendidikan Istri NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH PETANI CONTOH Orang PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT-GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 SDSR 51 86.4 25 80.6 76 84.4 2 SLTP 6 10.2 5 16.1 11 12.2 3 SLTA 2 3.4 1 3.3 3 3.4 4 S1 0 0.0 0 0.0 0 0.0 JUMLAH 59 100.0 31 100.0 90 100.0 Sumber : Data primer Dari hasil wawancara, diperoleh argumen bahwa banyak anak usia sekolah yang terpaksa harus putus sekolah hanya sampai tingkat SMPSLTP sederajat, karena lebih mementingkan untuk bekerja membantu orang-tuanya. Terlebih lagi petani kaya yang memiliki banyak ternak sapi-perah, umumnya membutuhkan tenaga-kerja keluarga yang relatif banyak untuk membantu kepala keluarga memelihara ternak sapi mulai pagi hari hingga malam hari secara terus-menerus. Untuk memelihara siklus budidaya rumput-gajah dan ternak sapi-perahnya dapat terjaga dengan baik, maka banyak anak yang mengorbankan masa belajarnya untuk tidak sekolah tinggi. Masalah pendidikan bagi masyarakat sekitar hutan merupakan masalah yang sangat serius, karena salah satu indikator keberhasilan program PHBM adalah membantu mengangkat pendidikan masyarakat ke arah tingkat pendidikan yang lebih baik sebagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Karena itu hal ini merupakan tantangan berat bagi program PHBM yang ingin membantu meningkatkan nilai HDIHuman Development Index melalui indikator keberhasilan tingkat pendidikan masyarakat.

5.2.4. Mata-pencaharian Petani Contoh

Selanjutnya apabila dilihat dari karakteristik mata-pencaharian dari usahatani PHBM yang digeluti, dari 90 responden petani terdapat petani PHBM Kopi sebanyak 59 orang 65.6 dan petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah sebanyak 31 orang 34.4 , sebagaimana tertera pada Tabel 22. Petaniburuh-tani pada umumnya tidak memiliki lahan sendiri, melainkan memanfaatkan kawasan lahan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani maupun lahan sewa di luar kawasan hutan. Tigapuluh satu 31 orang merupakan petani rumput-gajah yang sekaligus sebagai peternak sapi-perah, yaitu petani PHBM yang mengelola lahan Perum Perhutani dengan komoditas jenis rumput- gajah sebagai hijauan makanan ternak HMT. Tabel 22. Karakteristik Matapencaharian pada Usahatani PHBM Masyarakat Sekitar Hutan NO. MATA PENCAHARIAN UTAMA JUMLAH PETANI CONTOH PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT-GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 PETANI KOPI 59 100.0 0.0 59 65.6 2 PETANI RUMPUT TERNAK SAPI-PERAH 0.0 31 100.0 31 34.4 JUMLAH 59 100.0 31 100.0 90 100 Sumber : Data primer Sementara mata-pencaharian tambahan di luar usahatani PHBM pada umumnya adalah sebagai buruh-taniburuh perkebunan sebanyak 39 orang 43.3 , sebagai pedagangbandar adalah sebanyak 17 orang 18.9 , pekerjaan lainnya berjumlah 7 orang 7.8 , sisanya sebanyak 27 orang tidak memiliki pekerjaan tambahan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Karakteristik Matapencaharian Di Luar Usahatani Masyarakat Sekitar Hutan NO MATA PENCAHARIAN TAMBAHAN JUMLAH PETANI CONTOH PHBM KOPI PHBM RUMPUT-GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 BURUH 24 40.7 15 48.4 39 43.3 2 DAGANGJASA 15 25.4 2 6.4 17 18.9 3 LAINNYA 7 11.9 0 0.0 7 7.8 4 MURNI BEKERJA PADA USAHATANI 13 22.0 14 45.2 27 30.0 JUMLAH 59 100.0 31 100.0 90 100.0 Sumber : Data primer diolah Dari tabel 22 dan 23, secara umum dapat dikemukakan bahwa apabila digabung antara mata-pencaharian usahatani PHBM dan pekerjaan luar usahatani PHBM, maka masyarakat sekitar hutan baik peserta program PHBM Kopi maupun peserta program PHBM Rumput-gajah Sapi-perah sebagian besar memiliki pekerjaan di luar usahatani 70 , terutama berprofesi sebagai buruh 43.3 dan dagangpenyedia-jasa 18.9 seperti jasa ojek, dagang, guru ngaji, guru TK dan lain-lain pekerjaan 7.8 . Masyarakat sekitar hutan peserta program PHBM pada umumnya adalah petani yang tak punya lahan milik landless yang datang untuk menggarap dan memanfaatkan lahan kawasan hutan Perum Perhutani. Karena itu dalam statistik potensi desa, maka masyarakat sekitar hutan pada umumnya masih dimasukkan pada klasifikasi bermata-pencaharian sebagai buruh, bukan sebagai petani penggarap.

5.2.5. Jumlah Anggota Rumahtangga Responden

Karakteristik jumlah anggota keluarga masyarakat sekitar hutan menunjukkan, bahwa jumlah rumahtangga yang memiliki anggota keluarga antara 4 sd 7 orang adalah sebanyak 59 orang 65.6 , antara 1 sd 3 orang sebanyak 26 orang 28.9 , dan anggota keluarga di atas 7 orang sebanyak 5 orang 5.5 . Dengan demikian sebagian besar petani peserta PHBM memiliki anggota keluarga antara 4 sd 7 orang, sebagaimana dapat diperiksa pada Tabel 24. Di satu sisi jumlah anggota keluarga yang besar merupakan beban bagi keluarga, tetapi di lain sisi merupakan sumber tenaga potensial bagi rumahtangga. Bagi petani peserta PHBM, jumlah anggota keluarga merupakan tenaga kerja yang bekerja di lahan usahataninya sendiri maupun menjadi buruh-tanipenyedia jasa yang siap bekerja di lahan usahatani milik orang-lain atau aktivitas lainnya yang produktif. Tabel 24. Karakteristik Jumlah Anggota Keluarga Petani Contoh Sumber : Data primer Diolah Khusus untuk petani PHBM, jumlah anggota keluarga rata-rata dalam rumahtangga petani adalah 4 orang bagi petani rumput-gajahsapi-perah dan 5 NO RATA-RATA JUMLAH ANGGOTA KELUARGA Org JUMLAH PETANI CONTOH Orang PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT- GAJAH SAPI-PERAH JUMLAH 1 1 sd 3 15 25.4 11 35.5 26 28.9 2 4 sd 7 39 66.1 20 64.5 59 65,6 3 Di atas 7 5 8.5 0 0.0 5 5.5 Jumlah 59100.0 31 100.0 90 100.0 orang bagi petani kopi. Hal ini juga bisa dipahami, karena rata-rata umur petani kopi memang lebih tua daripada umur petani rumput-gajahsapi-perah.

5.2.6. Tanggungan Keluarga Petani Contoh

Ikhtisar karakteristik tanggungan keluarga rumahtangga responden, baik petani peserta program PHBM Kopi maupun responden peserta program PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Nomor Rata-Rata Jumlah Tanggungan Keluarga Org Jumlah Petani Contoh Orang PHBM Kopi PHBM Rumput-Gajah Sapi-Perah JUMLAH 1 1 sd 3 10 8 18 20.0 2 4 sd 7 38 20 58 64.4 3 Di atas 7 11 3 14 15.6 Jumlah 59 31 90 100.0 Sumber : Data primer Tanggungan keluarga petani peserta program PHBM sebagian besar berjumlah 4 sd 7 orang 64.4 , yaitu sebanyak 58 orang responden. Sisanya sebanyak 18 orang rumahtangga 20.0 memiliki tanggungan keluarga antara 1- 3 orang dan 14 orang rumahtangga 15.6 memiliki tanggungan keluarga di atas 7 orang. Dari data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, rumahtangga peserta program PHBM Kopi maupun peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu memiliki tanggungan keluarga yang relatif menengah antara 4 sd 7 orang. Sebagian besar lebih 70 tanggungan keluarga tersebut adalah telah berusia di atas 15 tahun atau telah memasuki usia kerja, sehingga merupakan tenaga kerja potensial yang siap bekerja mencari nafkah keluarga.

5.2.7. Penggunaan Waktu Alokasi Waktu

Pada dasarnya alokasi waktu yang dimanfaatkan oleh responden dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi 3 tiga aktivitas : 1. Alokasi waktu untuk usahatani HOKtahun atau jam kerjatahun 2. Alokasi waktu yang digunakan untuk mencari nafkah dari aktivitas di luar usahatani, misalnya : berdagang, melakukan penyediaan jasa ojek, menjadi gurupembantu guru, menjadi buruh, dan lain-lain HOKtahun atau jam kerjatahun 3. Alokasi waktu untuk kegiatan non-produktif HOKtahun atau jamtahun, merupakan sisa waktu yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, yaitu antara-lain : a. Mengurus rumahtangga b. Mengurus pendidikan c. Mengurus hubungan sosial d. Mengurus kegiatan keperluan pribadi e. Waktu istirahatsantai Berdasarkan hasil survei, maka summary karakteristik rumahtangga terkait dengan alokasi waktu adalah sebagaimana Tabel 26. Dari tabel tersebut terdapat catatan penting mengenai alokasi waktu yang digunakan oleh rumahtangga responden, sebagai-berikut : 1. Alokasi waktu rata-rata responden peserta PHBM Kopi pada aktivitas produktif dalam 1 satu tahun adalah : a 2.058 jam 51.1 dialokasikan untuk kegiatan usahatani, b 1.967 jam 48.9 dialokasikan untuk kegiatan non-usahatani, c Sisa-waktunya digunakan untuk kegiatan non-produktif seperti mengurus rumahtangga, pendidikan anak, hubungan sosial, kegiatan pribadi, istirahat, dan lain-lain. Tabel 26. Karakteristik Alokasi Waktu Rata-rata Responden NO AKTIVITAS PRODUKTIF RUMAHTANGGA TOTAL ALOKASI WAKTU RUMAHTANGGA JAMTAHUN PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT‐ GAJAH SAPI‐PERAH JUMLAH 1 USAHA TANI Suami 1 456 4 177 5 579 Istri 378 1 064 1 442 Anak 224 623 847 Jumlah 1 2 058 5 864 7 868 Persentasi 51.1 83.0 71.4 2 NON ‐USAHATANI Suami 896 546 1 442 Istri 714 434 1 148 Anak 357 210 567 Jumlah 2 1 967 1 190 3 157 Persentasi 48.9 17.0 28.6 3 TOTAL Suami 2 352 4 723 7 075 Istri 1 092 1 498 2 590 Anak 581 833 1 414 Jumlah 4 025 7 054 11 079 Persentasi 100,0 100.0 100.0 Sumber : Data primer Diolah 2. Alokasi waktu rata-rata responden peserta PHBM Rumput-gajah Sapi- perah pada aktivitas sehari-hari dalam 1 satu tahun adalah : a. 5 810 jam 83.0 dialokasikan untuk kegiatan usahatani rumput-gajah sapi-perah, b. 1 190 jam 17.0 dialokasikan untuk kegiatan non-usahatani, c. Sisa-waktu di luar mencari nafkah digunakan untuk kegiatan non- produktif seperti mengurus rumahtangga, pendidikan anak, hubungan sosial, kegiatan pribadi, istirahat, dan lain-lain. 3. Untuk kegiatan produktif mencari nafkah, peranan suamikepala rumahtangga sangat dominan, terutama pada kegiatan usahatani peserta PHBM baik kopi maupun rumput-gajah sapi-perah, yaitu sebagai-berikut : peranan suami adalah 70.7 , istri lebih-kurang 18.4 , dan anak hanya sebesar 10.9 . Sedangkan untuk kegiatan mencari nafkah di luar usahatani, peranan suami lebih-kurang 45.6 , istri 36.2 , dan anak 18.2. Dengan demikian, maka kegiatan mencari nafkah umumnya ditangani oleh suami kepala-keluarga, sedangkan istri dan anak sifatnya membantumendukung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mangkuprawira 1984 di Sukabumi dan kondisi yang berlaku umum, bahwa rata-rata pada sebagian besar etnis di Indonesia, peranan suami selaku kepala keluarga masih menjadi tulang- punggung utama dalam mencari nafkah rumahtangganya. Setelah suami, maka peranan istri menempati posisi kedua, sedangkan anak lebih banyak sebagai pendukung supporter kedua orang-tuanya, kecuali pada kasus petanipeternak sapi-perah peranan anak sangat diperlukan. Namun secara umum, peranan anak lebih diarahkan untuk melaksanakan kegiatan belajar sekolahkuliah, sehingga ada indikasi bahwa masyarakat mulai terbuka untuk mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya. 4. Dari data hasil survei, terlihat bahwa peserta program PHBM lebih mengutamakan aktivitas usahatani di lahan kawasan hutan dibandingkan dengan aktivitas non-usahatani-nya, yaitu mencurahkan lebih banyak waktunya untuk mencari nafkah pada aktivitas usahatani, meskipun pendapatannya belum tentu lebih besar daripada aktivitas non-usahataninya. Hal ini mengindikasikan, bahwa kegiatan PHBM masih sangat bergantung atau sangat terkait pada faktor lahan landbase-agriculture, dimana aset lahan dipandang sebagai faktor produksi utama yang dapat menghidupi masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan non-usahatani masih dipandang sebagai tambahan bagi kegiatan usahatani-nya, kecuali pada PHBM Kopi. Pada PHBM Kopi, peranan pendapatan non-usahatani masih relatif tinggi karena produksi kopinya masih belum optimal. 5. Dilihat dari efektivitas penggunaan waktu produktif waktu untuk mencari nafkah, ada indikasi bahwa petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah lebih banyak memanfaatkan waktu untuk mencari nafkah dibandingkan responden peserta program PHBM Kopi, yaitu : mencurahkan lebih dari 60 dari seluruh waktunya 24 jam sehari untuk kegiatan yang produktif mencari nafkah, baik melalui kegiatan usahatani maupun kegiatan di luar usahatani. Sedangkan responden peserta PHBM Kopi mencurahkan waktu yang lebih sedikit dari total waktu yang tersedia, yaitu hanya mencurahkan lebih kurang 45 total-waktunya untuk mencari nafkah keluarga baik melalui aktivitas usahatani maupun di luar usahatani. 6. Apabila mengacu standar BPS mengenai waktu produktif rumahtangga untuk mencari nafkah yaitu 4 004 jam per tahun, maka petani peserta PHBM Kopi hanya berada sedikit di atas ambang batas standar BPS, yaitu 4 025 jam per tahun waktu untuk mencari nafkah. Sebaliknya, petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah berada jauh dari ambang batas standar BPS, yaitu 7 054 jam per tahun. Dengan demikian diindikasikan masih terjadi pengangguran terselubung pada PHBM Kopi. 7. Sisa waktu tak produktif tidak untuk mencari nafkah, yaitu sisa waktu untuk aktivitas mengurus rumahtangga, kegiatan pribadi, kegiatan ibadah, kegiatan sosial, istirahat tidur, termasuk di dalamnya leisure-time, untuk peserta program PHBM Kopi, relatif masih banyak, yaitu sebesar 55 dari total waktu potensial. Sementara itu bagi responden peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah terdapat lebih-kurang 40 total-waktunya digunakan tidak untuk mencari nafkah. Dengan demikian, melalui upaya pemberdayaan empowering terhadap masyarakat sekitar hutan PHBM Kopi, diharapkan dapat meningkatkan pendayagunaan waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang lebih produktif.

5.2.8. Kontribusi Pendapatan Rumahtangga

Penerimaan revenue dan pendapatan income merupakan indikator yang sangat penting bagi tingkat kesejahteraan rumahtangga petani, karena besarnya penerimaan dan pendapatan akan menentukan kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan rumahtangga maupun masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai total pendapatan rumahtangga yang ideal, maka tiap anggota rumahtangga akan mengalokasikan curahan kerja ke berbagai kegiatan yang dapat mendatangkan uang. Kegiatan tersebut bisa berupa usahatani on- farm maupun non-usahatani off-farm. Pada penelitian ini tingkat pendapatan petani income diukur dengan menghitung seluruh penerimaan revenue dari hasil produksi kegiatan usahatani yang dilakukan rumahtangga petani dikurangi dengan seluruh biaya-produksi yang dikeluarkan seperti misalnya : biaya pembelianpengadaan pupuk, biaya pembelianpengadaan bibit, biaya pembelian obat-obatan, serta biaya tenaga kerja, ditambah dengan pendapatan dari bekerja di luar usahatani seperti : berburuh di tempat lain, berdagang, menyediakan jasa ojek, guru dan lain-lain mata pencaharian tambahan. Sesuai dengan batasan yang dikemukakan di awal, penerimaan yang berasal dari Bantuan Langsung Tunai BLT atau penerimaan yang sifatnya eksidental seperti hasil kiriman uang dari sanaksaudara, tidak dimasukkan sebagai penghasilan rumahtangga, karena datanya tidak akurat untuk dicatat. Disamping itu, pada umumnya responden betul-betul mengandalkan sumber pendapatannya dari hasil jerih-payahnya sendiri, baik bekerja pada aktivitas usahatani maupun di luar usahatani. Dalam kasus petani peserta program PHBM penghasilan rumahtangga masih menggantungkan pada aktivitas usahatani lahan kering di areal kawasan hutan Perum Perhutani andil yang ditentukan oleh Perum Perhutani maupun aktivitas di luar usahatani. Pada kasus PHBM Rumput-gajah Sapi-perah misalnya, penghasilan utama bukan berasal dari aktivitas usahatani berupa penjualan rumput-gajah sebagai hijauan makanan ternak HMT, melainkan dari penjualan hasil produksi susu-sapi yang telah memiliki captive-market, yaitu : Koperasi Peternak Bandung Selatan KPBS sebagai penampungnya. Sedangkan petani PHBM Kopi mengandalkan hasil dari panenan kopi Kartikasari yang ditanam di antara tanaman pokok, meskipun produksinya belum optimal sehingga pendapatan dari luar usahatani masih sangat berperanan penting. Rumahtangga petani peserta program PHBM dengan komoditas kopi PHBM Kopi menghasilkan pendapatan rata-rata per tahun per rumahtangga sebesar Rp 17 037 701, yang terdiri atas : pendapatan usahatani PHBM sebesar Rp. 6 650 443 39.0 dan pendapatan dari non-usahatani sebesar Rp 10 387 258 61.0 . Dengan demikian, maka peranan pendapatan non-usahatani masih sangat penting, karena usahatani PHBM komoditas kopi masih berada pada tahap investasi sehingga produksinya belum optimal. Rumahtangga petani peserta program PHBM dengan komoditas rumput- gajah sapi-perah PHBM Rumput-gajah Sapi-perah menghasilkan pendapatan rata-rata per tahun per rumahtangga sebesar Rp 32 304 250 yang terdiri atas : pendapatan usahatani PHBM sebesar Rp 28 325 700 rumput-gajah sebesar Rp. 4 439 530 sapi-perah sebesar Rp. 22 259 720,- atau sebesar 87.7 dari total pendapatan rumahtangga dan pendapatan dari non-usahatani pendapatan tambahan sebesar Rp 3 978 550 atau 12.3 dari total pendapatan rumahtangga petani. Dengan demikian, maka pada model rumahtangga peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, petani mengandalkan pendapatan pemeliharaan sapi-perah sebagai pendapatan utamanya, sedangkan pendapatan di luar usahatani betul-betul berperan sebagai tambahan saja, sebagaimana tertera pada Tabel 27. Dari fakta ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa total pendapatan usahatani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah Rp 32 304 250tahun jauh lebih tinggi daripada pendapatan responden rumahtangga petani peserta PHBM Kopi Rp 17 037 701tahun. Hal ini dapat dimengerti karena rumahtangga petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah betul-betul mengalokasikan waktunya untuk bekerjakeras mengelola usahatani rumput-gajah memelihara sapi-perah sehingga menghasilkan pendapatan yang besar, sedangkan petani peserta PHBM komoditas kopi masih memerlukan waktu untuk mencapai kondisi usahatani yang surplus di atas Break Even PointBEP. Tabel 27. Pendapatan Rata-rata per Rumahtangga Responden NO KEGIATAN RUMAHTANGGA RESPONDEN TOTAL PENDAPATAN RUMAHTANGGA RpTahun PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT-GAJAH SAPI-PERAH 1 USAHA TANI Suami 5 832 439 23 226 989 Istri 818 004 3 483 519 Anak 1 615 192 Jumlah 1 6 650 443 28 325 700 Persentasi horizontal 39.0 87.7 2 NON-USAHATANI Suami 5 827 251 1 993 253 Istri 4 113 359 1 814 219 Anak 446 648 171 078 Jumlah 2 10 387 258 3 978 550 Persentasi horizontal 61.0 12.3 3 TOTAL PENDAPATAN Suami 11 659 690 25 220 242 Istri 4 931 363 5 297 738 Anak 446 648 1 786 270 JUMLAH TOTAL 17 037 701 32 304 250 Persentasi horizontal 100,0 100.0 Sumber : Data primer Dengan melihat hasil survei seperti Tabel 27, maka dapat diindikasikan bahwa petani peserta PHBM masih mengandalkan penghidupannya dari hasil usahatani PHBM landbase-agriculture yang tidak lain merupakan hasil budidaya kopi dan rumput-gajah sapi-perah di areal kawasan hutan-lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani, meskipun usahatani kopi bukan merupakan sumber pendapatan yang utama. Petani kopi belum mencapai kondisi usahatanibudidaya kopi yang optimal sehingga baru berperan sebesar 39.0 terhadap pendapatan total petani PHBM Kopi, meskipun waktu yang dialokasikan untuk usahatani relatif besar. Sebaliknya, petani PHBM Rumput-gajah Sapi- perah mengandalkan pendapatannya pada produksi susu-sapinya bukan pada produksi rumput-gajahnya. Meskipun penanaman kopi belum optimal, tetapi petani sayur sekitar hutan banyak yang akhirnya tertarik menjadi peserta PHBM Kopi, karena : 1 bertani sayuran memiliki resiko yang sangat tinggi dan harus mengelola secara lebih intensif, 2 mekanisme pasar sayuran menciptakan terlalu banyak ketidakpastian uncertainty khususnya dari sisi stabilitas harga komoditas sayuran. Karena itu banyak petani sayuran di sekitar hutan yang pada akhirnya mengikuti pola PHBM bertanam kopi, karena sekali menanam kopi akan menuai hasil secara lebih lama menuai hasil sampai akhir daur tanaman kopi. Dari sisi magnitude-nya, baik rumahtangga petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah maupun petani PHBM Kopi memiliki tingkat pendapatan total yang relatif masih rendah, yaitu masing-masing adalah sebesar Rp 2 692 021 per bulan per rumahtangga untuk petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah Rp 32 304 250 : 12 bulan dan sebesar Rp. 1 419 808 per bulan per rumahtangga untuk rumahtangga PHBM Kopi Rp. 17 037 701 : 12 bulan. Apabila rata-rata tiap rumahtangga memiliki 4 orang anggota keluarga usia kerja dan kurs dolar Amerika Serikat adalah Rp 11.000,-US serta jumlah hari kerja 30 hari untuk petani rumput-gajah sapi-perah, 20 hari kerja untuk petani PHBM Kopi, maka penghasilan per kapita per bulan masing-masing hanya mencapai Rp 673 005 pada rumahtangga PHBM Rumput-gajah Sapi-perah atau US 2.0 per kapita per hari dan Rp 354 952 per kapita per bulan untuk rumahtangga peserta PHBM Kopi atau US 1.6 per kapita per hari. Dengan demikian maka baik petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah maupun petani peserta PHBM Kopi telah berada di atas ambang batas garis kemiskinan menurut standar BPS 210 kkal atau setara Rp 182 846 per bulan. Tetapi apabila menggunakan garis kemiskinan menurut standar Bank Dunia yaitu US 2 per hari per kapita untuk negara berpendapatan sedang, maka petani peserta PHBM Kopi berada di bawah garis kemiskinan menurut standar Bank Dunia. Sedangkan untuk model rumahtangga PHBM Rumput-gajah Sapi-perah posisinya persis berada pada ambang batas garis kemiskinan menurut standar Bank Dunia untuk negara berpendapatan sedang. Selanjutnya apabila dibandingkan dengan Upah Minimum Regional UMR yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 900 000 per bulan, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat sekitar hutan per kapita per bulan baik yang sudah menjadi peserta PHBM Kopi maupun peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah masih berada di bawah standar UMR. Dengan demikian secara konservatif dapat dikatakan bahwa, tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dalam kasus ini peserta PHBM Kopi maupun PHBM Rumpur-gajah Sapi-perah yang menjadi fokus penelitian masih berada pada kondisi lingkar kemiskinan yang perlu mendapat dorongan untuk mengentaskannya. Dengan kata lain, masyarakat masih gayut dengan persoalan kemiskinan yang harus ditanggulangi.

5.2.9. Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah total pengeluaran expenditure dari rumahtangga, baik untuk konsumsi pangan kebutuhan-pokok maupun pengeluaran di luar pangankebutuhan pokok serta investasi, sebagaimana uraian sebagai-berikut : 1. Konsumsi pangan meliputi, antara-lain : a. Kebutuhan pangan berasjagungumbi-umbian, ikan asinbasah, daging, telur, susu, tahu, tempe, sayuran, buah-buahan b. Kebutuhan pokok kelapa, gula pasir, minyak-goreng hingga kebutuhan kayu bakarminyak tanah, rokok, dan lain-lain 2. Pengeluaran lain di luar pangankebutuhan pokok meliputi, antara-lain : a. Pengeluaran sandang bajukaos, celanan panjangpendek, sarungkain, sepatsandal, perhiasan, dan lain-lain Kebutuhan pemeliharaan tempat tinggal pembayaran listrik, alat-alat listrik, perbaikan rumah, sewa rumah, ongkos perbaikan rumah, dan lain- lain b. Hubungan sosial sumbangan hari besar agama, undangan hajatan, kegiatan pemerintah, PBB, dan lain-lain c. Rekreasi kunjungan ke famili, tempat hiburan, piknik, dan lain-lain 3. Pengeluaran Investasi Sumberdaya Manusia, meliputi : a. Pengeluaran investasi pendidikan uang sekolahkuliah, uang jajan, buku pelajaran, pakaian dan seragam olah-raga, transportasi, dan lain-lain b. Pengeluaran investasi kesehatan biaya dokterpengobatan, biaya obat- obatan, dan lain-lain Dari survei ekonomi rumahtangga yang dilakukan menghasilkan data mengenai pengeluaran rumahtangga responden masyarakat sekitar hutan peserta program PHBM maupun responden masyarakat sekitar hutan bukan peserta program PHBM sebagaimana tertera pada Tabel 28. Dari tabel tersebut dapat dicermati, bahwa pola konsumsi responden peserta program PHBM Kopi maupun peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah menunjukkan kecenderungan yang relatif sama, yaitu bahwa : konsumsi pangankebutuhan pokok rata-rata rumahtangga masih merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran expenditure rumahtangga. Rata-rata pengeluaran pangan kebutuhan pokok masing-masing sebesar Rp 6 958 226 per rumahtangga per tahun bagi petani peserta PHBM Kopi atau 64.3 dari total pengeluaran dan Rp 6 830 000,- per rumahtangga per tahun bagi petani peserta PHBM Rumput- gajah Sapi-perah atau 65.5 dari total pengeluaran. Tabel 28. Pengeluaran Rumahtangga Responden NO JENIS PENGELUARAN RUMAHTANGGA NILAI PENGELUARAN RUMAHTANGGA Rptahun PETANI PHBM KOPI PETANI PHBM RUMPUT-GAJAH SAPI-PERAH 1 PanganKebutuhan pokok 6 958 226 64,3 6 830 000 65.5 2 Investasi sumberdaya manusia ƒ Invest. Pendidikan 1 169 898 973 339 ƒ Invest. Kesehatan 755 881 674 821 Jumlah 2 1 925 779 17.8 1 648 160 15.8 3 Konsumsi non-pangan ƒ Sandang 685 248 688 484 ƒ Tempat tinggal 694 128 695 847 ƒ Hubungan sosial 283 820 287 175 ƒ Rekreasilainnya 280 366 283 884 Jumlah 3 1 943 562 17.9 1 955 390 18.7 JUMLAH TOTAL 10 827 567 100,0 10 433 550 100.0 Sumber : Data primer Pengeluaran investasi sumberdaya manusia menunjukkan pola yang relatif sama pula, yaitu sebesar Rp 1 925.779 per tahun 17.8 dari total pengeluaran rumahtangga selama satu tahun bagi petani peserta PHBM Kopi dan sebesar Rp 1 648 160 per tahun 15.8 dari total pengeluaran rumahtangga selama satu tahun bagi petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah. Pengeluaran investasi sumberdaya manusia terdiri atas investasi pendidikan dan investasi kesehatan. Investasi pendidikan terbesar berada pada petani peserta PHBM dengan komoditas kopi, yaitu sebesar Rp 1 169 898 per tahun. Sedangkan rumahtangga petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah mengalokasikan pengeluaran pendidikan sebesar Rp 973 339 per tahun bagi petani peserta PHBM Rumput-gajah sapi-perah. Hal ini logis, karena umur petani peserta PHBM Kopi relatif lebih tua dibandingkan dengan komunitas masyarakat PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, sehingga petani PHBM Kopi memiliki tanggungan anak sekolah yang lebih besar. Demikian pula biaya pengeluaran investasi kesehatan menunjukkan pola yang hampir sama dengan pola pengeluaran biaya investasi pendidikan. Dari kondisi obyektif yang ada, beruntung bahwa komunitas rumahtangga sekitar hutan pada lokasi penelitian masih memprioritaskan biaya pendidikan bagi anak-anaknya yang relatif lebih besar dibandingkan kebutuhan lainnya sandang, kesehatan, tempat tinggal, hubungan sosial, dan pengeluaran lainnya, sehingga kesadaran untuk membangun kualitas sumberdaya manusia menunjukkan kondisi yang relatif baik. Dengan demikian ada harapan, bahwa generasi mendatang dari keluarga masyarakat yang hidup di sekitar hutan mampu membiayai pendidikan anak-anaknya secara lebih baik, terlebih lagi apabila memperoleh subsidibantuan dana pendidikan dari pemerintah. Anggaranbudget yang dialokasikan oleh rumahtangga masyarakat desa hutan di lokasi penelitian, masih jauh dari kondisi yang ideal. Karena itu biaya investasi pendidikan perlu terus ditingkatkan untuk menghasilkan generasi baru yang lebih cerdas. Meskipun merupakan proporsi biaya pengeluaran terbesar, namun biaya pengeluaran pangankebutuhan pokok dinilai masih kurang. Dari pengamatan langsung di lapangan, banyak dari keluarga masyarakat sekitar hutan tidak mampu membeli makanan yang relatif bergizi seperti daging dan telur karena harganya tak terjangkau. Sebagai gantinya, lauk-pauk berupa ikan asin menjadi makanan harian yang harus selalu ada. Demikian pula konsumsi gula pasir tidak mampu untuk dikonsumsi secara harian, karena harganya mahal. Dengan kata lain tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dipandang masih memprihatinkan. Hasil wawancara dengan masyarakat dari rumah ke rumah menunjukkan, bahwa pada saat penelitian banyak rumahtangga petaniburuh-tani yang mengalami keluhan karena harga minyak tanah sangat mahal dan harga beras merangkak naik. Meskipun ada kebijakan pemerintah mengganti konsumsi minyak tanah dengan gas-LPG, tetapi masyarakat di lereng-lereng gunung belum tersentuh oleh kebijakan itu. Bahkan kebijakan pembagian Bantuan Langsung Tunai BLT pun, banyak keluarga yang tidak menerima. Karena itu, untuk menyiasati kelangkaan dan semakin tingginya harga minyak tanah, masyarakat akhirnya melakukan aktivitas back to nature dengan memanfaatkan kayu bakar dari hutan. Perencekan kayu-bakar pun tidak dapat dihindarkan.

5.2.10. Pendapatan Siap Dibelanjakan

Yang dimaksud dengan pendapatan siap dibelanjakan disspossible-income dalam penelitian ini adalah penerimaan total total revenue dikurangi dengan biaya pajak atau pungutan dari pemerintah, sehingga pendapatan ini merupakan pendapatan bersih net total income yang siap dibelanjakan. Tabel 29. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan Rumahtangga NO RESPONDEN DISSPOSSIBLE INCOME Nilai Rptahun Persentasi 1 Petani Peserta PHBM Kopi 17 037 701 34.5 2 Peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah 32 304 250 65.5 Sumber : Data primer Diolah Berdasarkan hasil survei dalam penelitian ini, besarnya disspossible- income pada dua komunitas masyarakat sekitar hutan adalah sebagaimana tertera pada Tabel 29. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa rata-rata pendapatan yang siap dibelanjakan petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah lebih besar daripada masyarakat sekitar hutan peserta PHBM Kopi. Dispossible income rumahtangga petani peserta PHBM Kopi relatif kecil, karena sebagian besar responden peserta PHBM Kopi belum mencapai kondisi panenan yang optimal, sehingga cash-surplus yang dapat dibelanjakan sangat rendah. Petani PHBM Kopi masih mengandalkan kontribusi pendapatan dari luar usahatani, sedangkan petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah mengandalkan kontribusi pendapatan dari produksi susu-perah.

5.2.11. Tabungan dan PinjamanKredit

Tabungan saving merupakan sebagian dari pendapatan yang disimpan di bank BRI atau Bukopin dan Koperasi sebagai cadangan untuk modal kerja, cadangan masa menunggu panen, biaya hajatan, maupun investasi bagi petani atau buruh-tanipekerja lain. Nilainya dihitung berdasarkan pendekatan besarnya nilai surplus pendapatan siap dibelanjakan dikurangi dengan seluruh pengeluaran rumahtangga, karena data hasil wawancara pengakuan langsung dengan masyarakat kurang dapat diyakini kebenarannya. Nilai tabungan petani peserta program PHBM maupun bukan peserta program PHBM, disajikan sebagaimana Tabel 30. Tabungan di bank komersial mendapat imbalan interest-rate secara komersial, sedangkan tabungan pada koperasi bunganya relatif lebih kecil daripada bunga komersial. Petani rumput-gajah sapi-perah misalnya, menitipkan tabungannya pada Koperasi Peternak Bandung Selatan. Nilai surplusnya relatif besar, tetapi tidak semuanya ditabung karena sebagian dibelanjakan untuk membeli barang modal seperti mobil maupun barang konsumtif seperti alat-alat elektronik dan rumah yang relatif lebih bagus daripada komunitas masyarakat lainnya. Secara fisik rumahtangga petani peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah terlihat lebih sejahtera dibandingkan petani peserta PHBM Kopi. Tabel 30. Tabungan Rata-rata Responden No Responden Tabungan Rptahun 1 Petani Peserta PHBM Kopi 3 189 889 2 Peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah 21 870 700 Sumber : Data primer Yang dimaksud pinjaman atau kredit adalah dana segar fresh-money yang diterima oleh petanimasyarakat dari bank komersial atau sumber lain koperasi, Perum Perhutani melalui program PKBL sebagai pinjaman yang harus dikembalikan dengan tingkat bunga pinjaman interest-rate tertentu sebagai dukungan dana untuk modal kerja maupun investasi. Besarnya dana pinjamankredit komersial dicatat berdasarkan pengakuan responden saat dilakukan wawancara, sebagaimana tertera pada Tabel 31. Tabel 31. Pinjamankredit Rata-rata Responden NO. Responden PinjamanKredit Rpth 1 Petani PHBM Kopi 1 525 900 2 Petani PHBM Rumput-gajah sapi-perah 5 132 230 Sumber : Data primer Untuk ukuran usaha komersial, besarnya nilai pinjamankredit yang diterima oleh petani atau masyarakat sekitar hutan lainnya masih sangat kecil. Akses masyarakat untuk memperoleh fasilitas pinjamankredit relatif sangat terbatas, karena adanya hambatan berupa persyaratan klasik yang rigid, seperti misalnya persyaratan adanya agunan, sementara petani umumnya merupakan pelaku usaha kecil yang landless atau sekedar buruh tani. Kebijakan pemerintah yang akan membuka kesempatan petani memperoleh kredit murah, ternyata belum sampai menyentuh lapisan bawah masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar hutan. Petani masih sangat kesulitan mendapat akses jasa perbankan. Perum Perhutani melalui program PKBL Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan menyalurkan kreditpinjaman dengan bunga lunak soft-loan dirasakan cukup membantu masyarakat desa hutan yang tergabung dalam LMDH Lembaga Masyarakat Desa Hutan, tetapi dari sisi magnitude-nya masih sangat kecil dibandingkan modal yang dibutuhan petanimasyarakat sekitar hutan. Karena itu program-program CSR Corporate Social Responsibility perusahaan atau program CD Community Development dari perusahaan BUMN masih perlu diefektifkan untuk mendukung para pelaku usaha kecil di tingkat perdesaan yang masih jauh dari sentuhan jasa perbankan atau lembaga-lembaga ekonomi lainnya.

5.2.12. Deskripsi Lain Petani Contoh

Deskripsi lain yang dapat menambah informasi mengenai petani peserta program PHBM maupun bukan peserta program PHBM disajikan sebagaimana tertera pada Tabel 32. Dilihat dari status perkawinan, sebagian besar responden adalah kepala keluarga yang telah kawin dan pada umumnya responden adalah warga biasa, hanya sedikit yang berstatus sebagai tokoh masyarakat, seperti Kepala Dusun, pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH, dan lain-lain. Dari kasus pada penelitian ini, terlihat bahwa warga desa banyak yang kawin-muda, sehingga meskipun masih berusia muda tetapi sudah berstatus sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi rumahtangganya. Tabel 32 . Deskripsi Lain-lain Petani Contoh NO KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA JUMLAH Orang PETANI PESERTA PHBM PERSENTASI 1 Suku Sunda 90 100 Suku Lain Jumlah 90 100 2 Lama mukim Sejak lahir 16 17.8 Tdk sejak lahir 74 82.2 Jumlah 90 100.0 3 Agama Islam 90 100 Non-Islam Jumlah 90 100,0 4 Status Perkawinan Kawin 90 100 Jandaduda Jumlah 90 100.0 5 Paham PHBM Paham 70 78 Tdk Paham 20 22 Jumlah 90 100.0 5 Status di Desa Warga biasa 80 88.9 Tokoh Masyarakat 10 11.1 Jumlah 90 100.0 Sumber : Data primer Diolah Dari tabel 32 tersebut, terlihat bahwa 100 baik petani peserta program PHBM Kopi maupun peserta PHBM Rumput-gajah Sapi-perah adalah suku Sunda dan beragama Islam. Meskipun beberapa merupakan pendatang, tetapi semuanya merupakan suku Sunda, sehingga tidak ada yang datang dari sukuetnis lain. Sementara untuk peserta PHBM yang telah bermukim di desa semenjak lahir adalah sebanyak 16 orang 17.80 , sisanya bermukim tidak semenjak lahir.

5.3. Rangkuman