Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan, bahwa tingkat partisipasi KTH dan LMDH dalam semua tahapan proses PHBM telah tumbuh dengan baik,
namun peranserta individu rumahtangga petani belum nampak menonjol, kecuali individu-individu tertentu yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai
dengan daya kritis yang tinggi. Terkesan bahwa secara umum individu petani merupakan anggota masyarakat yang patuh dan taat-azas pada ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan, sehingga terkesan kurang bersikap kritis. Namun pada saat Forum Komunikasi LMDH dibuka, para petani yang merupakan
pengurus LMDH banyak yang bersikap kritis dan aktif dalam diskusi. Pengambilan keputusan banyak dilakukan melalui mekanisme
musyawarah dan mufakat secara berjenjang, sehingga apa yang dibawa dalam forum pertemuan yang lebih tinggi telah mendapat permufakatan dari para
anggotanya. Tetapi dalam pengamatan dan penelitian ini menunjukkan, bahwa proses pengambilan keputusan masih lebih didominasi oleh Perum Perhutani
sebagai prinsipal karena memiliki input informasi yang lebih baik, memiliki organisasi yang lebih kuat, serta memiliki sumberdaya manusia yang cukup baik.
8.2. Penguatan Kelembagaan Kemitraan PHBM
Dari uraian terdahulu, nampak bahwa keragaan petani PHBM Kopi belum sepenuhnya menunjukkan kinerja yang optimum, sehingga rumahtangga petani
masih mengandalkan pendapatan income dari luar usahatani. Berdasarkan pengamatan dan interview yang dilakukan, penyebab kurang optimalnya kinerja
petani PHBM Kopi, diantaranya adalah karena :
1. Budidaya kopi diawali oleh penanaman kopi yang dilakukan secara “asal- tanam” sebagai proses pembelajaran learning-process, sehingga populasi
tanaman kopi dalam tiap hektar tidak merata. 2. Produksi panenan tanaman kopi tidak optimal, dimana pada usia tahun ke 6
enam produktivitas rata-rata per pohon hanya mencapai 60-70 dari produktivitas tanaman induk yang ditanam oleh Bapak Rukma almarhum
sebagai standar benchmark. 3. Petani PHBM Kopi belum memiliki keterampilan tentang tatacara bertanam
kopi yang memadai. Dari awal penanaman murni dilakukan oleh petani sendiri, tanpa bimbingan Dinas terkait.
4. Petani PHBM Kopi tidak memiliki dana atau kapital yang memadai untuk membiayai pemeliharaan tanaman kopi yang relatif ideal, sehingga
pemeliharaan belum dilakukan secara optimal. Untuk PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, kehidupan petani pesertanya
relatif lebih baik lebih sejahtera daripada petani peserta PHBM Kopi maupun masyarakat sekitar hutan pada umumnya, karena keragaan PHBM Rumput-gajah
Sapi-perah secara umum lebih baik. Namun demikian untuk jangka panjang, kelembagaan yang kuat perlu dibangun agar kerjasama kemitraan petani PHBM
Rumput-gajah Sapi-perah dapat berkelanjutan. Dari hasil analisis simulasi kedua model PHBM Kopi versus PHBM
Rumput-gajah Sapi-perah sebagaimana Skenario 1 sampai Skenario 12 pada masing-masing model, telah disimpulkan bahwa kebijakan terbaik bagi PHBM
Kopi adalah kebijakan penurunan suku bunga pinjaman sebesar 2 basis poin Skenario 9, sedangkan bagi PHBM Rumput-gajah Sapi-perah adalah
kebijakan berupa peningkatan harga jual output Skenario 5. Kebijakan-kebijakan ini diperlukan untuk memberdayakan seluruh potensikapasitas petani dan semua
pihak yang terkait guna meningkatkan kinerja implementasi PHBM di tingkat operasional.
Selanjutnya untuk mengantarkan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut Skenario 9 bagi PHBM Kopi dan Skenario 5 bagi PHBM Rumput-gajah
Sapi-perah pada tataran operasional secara efektif, maka diperlukan penguatan kelembagaan PHBM berupa penguatan kontrak kemitraan pada masing-masing
model ekonomi rumahtangga sebagai kondisi-pemungkin enabling-condition yang menunjang keberhasilan implementasi kebijakan pada tataran operasional,
sebagaimana disajikan pada Lampiran 14 dan 15. Bagi PHBM Kopi, untuk menunjang efektivitas implementasi kebijakan
penurunan suku bunga pinjaman sebagai kebijakan yang terbaik Skenario 9 pada tataran operasional, memerlukan dukungan penguatan kelembagaan sebagaimana
tertera pada Lampiran 14 sebagai-berikut : 1. Terkait dengan karakteristik batas yurisdiksi menyangkut larangan
mengadakan tukar-menukar lahan hutan atau mengalihkan lahan kepada pihak lain, maka pengawasan dari Perhutani perlu semakin ditingkatkan
termasuk pengawasan terhadap oknum Perhutani sendiri yang berperilaku kurang terpuji, penguatan organisasi ekonomi petani Koperasi LMDH
untuk menghadapi tengkulakbandar yang nakal, serta upaya untuk memberikan fasilitas kredit atau BLTRaskin bagi petani yang terdesak
keuangannya, sehingga lahan PHBM masih dapat dioptimalkan produksinya. Langkah ini sekaligus untuk mengurangi resiko terjadinya hambatan
pengembalian kredit akibat disewakannya lahan kepada pihak lain atau hambatan akibat kegagalan panen.
2. Terkait karakteristik batas yurisdiksi menyangkut penetapan luas lahan andil, maka disarankan petani tidak langsung diberikan kebijakan perluasan lahan
andil, melainkan didorong untuk memanfaatkan lahan andil yang dikelolanya secara lebih optimal terlebih dahulu, sehingga resiko terjadinya kredit macet
akan berkurang. Petani perlu diberi ruang untuk lebih berinovasi dalam memanfaatkan lahan andil, sepanjang hal tersebut masih sesuai dengan
kaidah pengelolaan hutan-lindung. Penanaman Cabe Bendot dan Terong Kori sebagai tanaman pengisi diantara tanaman kopi dan pohon hutan yang telah
dirintis, perlu dikembangkan lebih serius. Demikian pula jenis MPTS Multipurpose Tree Species
seperti tanaman buah-buahan, dapat memperkaya lahan andil. Apabila optimalisasi lahan andil dapat terus
ditingkatkan, maka kebijakan pemberian kredit akan lebih terjamin tingkat pengembaliannya, karena petani memiliki kemampuan untuk membayarnya.
3. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut penetapan nilai sharing produksi yang belum dilakukan secara proporsional, maka direkomendasikan
dilakukan rekalkulasi sharing disesuaikan dengan tipologi komoditas dan siklus produksinya. Pada tahap investasi, perlu keberpihakan kepada petani
agar petani mampu bertahan hidup melalui kebijakan keringanan pembayaran sharing.
Kebijakan ini diharapkan dapat membantu petani untuk membayar kewajiban bunga kredit dengan mengatur dana cash yang dikelolanya,
sehingga resiko kredit macet dapat dieliminasi.
4. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut sharing produksi sebagai peningkatan income perusahaan Perhutani, maka perlu ditetapkan
Key Performance Indicators KPI pengelolaan hutan lindung yang
menekankan bahwa ukuran keberhasilan pengelola hutan lindung adalah optimalnya fungsi lindung. Karena itu diusulkan sharing produksi bukan
sebagai peningkatan income perusahaan, melainkan merupakan dana kolektif petani yang akan dikembalikan ke hutan dalam bentuk kegiatan reboisasi
hutan lindung. Melalui upaya ini diharapkan pengelolaan hutan lindung lebih lestari sehingga ada jaminan petani bisa menggarap lahan secara
berkelanjutan dan memiliki kemampuan untuk mengelola kredit dengan baik. Dengan sendirinya langkah ini akan menjamin kebijakan penurunan suku-
bunga kredit akan bisa berjalan lebih efektif. 5. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut kapasitas pembinaan
terhadap petani yang belum optimal karena kendala budget dan sumberdaya, maka direkomendasikan untuk memanfaatkan kapasitas institusi di daerah
guna bersinergi membina petani, terutama mendorong pelatihan praktis keterampilan yang dibutuhkan petani, termasuk keterampilan di dalam
pengelolaan kredit. Demikian pula penyediaan bibit kopi yang lebih berkualitas dari pemerintah bibit yang tahan terhadap serangan hama dan
penyakit misalnya, akan sangat membantu petani. Keterampilan petani yang meningkat ditunjang pemilihan bibit yang berkualitas akan menjamin
keberhasilan usahatani kopi, sehingga kondisi ini akan mendorong efektivitas kebijakan penurunan suku bunga kredit.
6. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut pengamanan areal tanaman kehutanan maupun tanaman kopi dari segala bentuk gangguan
terutama pada masa panenan, maka direkomendasikan pengerahan dukungan dari seluruh potensi institusi di daerah, meningkatkan forum komunikasi
KTHLMDH, meningkatkan perondaan, sehingga tidak terjadi kegagalan panen. Perlu diingat, tanaman kopi membutuhkan tanaman penaung berupa
tanaman hutan sehingga keseluruhan tanaman baik pohon hutan maupun tanaman kopi harus dapat diamankan. Tanaman hutan maupun tanaman kopi
yang aman dari pencuriangangguan akan menjamin keberhasilan usahatani kopi, sehingga petani berani untuk mengambil kreditpinjaman.
7. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut penyediaan fasilitasi pinjaman lunak melalui PKBL yang sumber-dananya terbatas, maka
direkomendasikan dibuka akses yang lebih luas untuk memperoleh kredit mikro disertai upaya peningkatan keterampilan dalam pengelolaan kredit
mikro. Keberpihakan pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan, karena apabila mengandalkan kredit PKBL saja maka dananya relatif terbatas.
8. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut penyediaan barangproduksi yang sesuai harga pasar, direkomendasikan pemberdayaan
terhadap Koperasi LMDH untuk mengolah kopi gelondong menjadi barang setengah jadibarang jadi kopi gabahkopi beras, sehingga dapat
meningkatkan added-value yang tinggi. Untuk itu perlu ada fasilitasi alat-alat produksi pengolahan kopi disertai persiapan perangkat lunaknya, misalnya
koperasi difasilitasi melakukan investasi untuk membeli mesin pengolah kopi sampai tingkat kopi beras OCE sehingga dapat meningkatkan nilai output
komoditas kopi. Dengan memasuki proses pengolahan kopi yang semakin canggih, maka nilai output yang dihasilkan semakin tinggi, sehingga petani
tidak khawatir untuk meningkatkan nilai kreditnya. 9. Terkait karakteristik aturan representasi menyangkut posisi tawar LMDH
yang masih relatif lemah di mata Perhutani, maka disarankan dilakukan capacity building
terhadap KTHLMDH, khususnya keterampilan dalam budidaya kopi bagi petani beserta aspek pemasarannya
.
Perum Perhutani atau pemerintah Dinas Perkebunan dibantu LSM memfasilitasi pendidikan dan
penyuluhan, serta pembinaan terhadap petani PHBM agar keterampilan skill dan pengetahuan knowledge, serta sikap mental mental-attitude petani
dapat lebih baik untuk mendukung tingkat efisiensi dan produktivitas penanaman kopi. Semakin kuat posisi-tawar KTHLMDH maka keberhasilan
usahatani kopi akan semakin meningkat, sehingga hal ini mendukung kebijakan penurunan suku-bunga pinjaman.
Bagi PHBM Rumput-gajah Sapi-perah, untuk mendukung efektivitas implementasi kebijakan peningkatan harga output Skenario 5 sebagai kebijakan
yang terbaik, maka dukungan penguatan kelembagaan kontrak kemitraan yang perlu dibangun sebagaimana tertera pada Tabel Lampiran 15 adalah sebagai-
berikut : 1. Terkait dengan karakteristik batas yurisdiksi menyangkut penetapan luas
lahan garapan rumput-gajah, direkomendasikan agar kepada petani PHBM Rumput-gajah Sapi-perah tidak langsung diterapkan kebijakan menaikkan
luas lahan andil, melainkan menyediakan bibit rumput-gajah yang bermutu baik oleh KPBS maupun Perhutani sehingga mutu susu-sapi lebih terjamin dan
diharapkan harganya dapat meningkat. Disamping itu, dilakukan pula pemberdayaan empowering terhadap individu petani untuk meningkatkan
mutu keluaran rumput-gajah yang lebih tinggi sehingga output susu yang dihasilkan pun akan bernilai tinggi. Dengan upaya ini maka kebijakan
menaikkan harga output akan lebih efektif untuk diterapkan. 2. Terkait karakteristik hak dan kewajiban menyangkut jaminan pembelian susu-
sapi oleh KPBS dengan harga yang memadai, direkomendasikan KPBS dan Perhutani melakukan pembinaan terhadap petani dalam pemilihan bibit unggul,
menerapkan pola pengolahan lahan yang baik, pemupukan dan pemeliharaan rumput-gajah yang memadai, serta perawatan terhadap sapi yang dipelihara
secara lebih baik. Dengan kualitas usahatani seperti ini, maka jaminan pembelian susu produksi petani oleh KPBS dengan harga jual yang memadai,
akan mudah diwujudkan, sehingga hal tersebut mendukung diterapkannya kebijakan peningkatan harga output susu-sapi.
3. Terkait hak dan kewajiban menyangkut penurunan produksi maupun mutu rumput-gajah pada musim kemarau, direkomendasikan KPBS dapat membantu
petani dalam menyangga tunggakan kewajiban sharing produksi, membantu teknologi untuk menciptakan bahan makanan berupa rumput-gajah yang
diawetkan serta memberi jaminan untuk tetap membeli produk susu-sapi dari petani secara berkelanjutan. Dengan demikian meskipun terjadi musim
kemarau, resiko menurunnya produksi rumput-gajah maupun berkurangnya pasokan susu-sapi akan dapat diantisipasi.
4. Terkait dengan karakteristik aturan representasi menyangkut lemahnya posisi tawar petani menghadapi jangka waktu perjanjian yang relatif pendek, maka
direkomendasikan untuk dilakukan evaluasi perjanjian secara rutin setiap tahun, advokasi terhadap petani untuk mencegah KPBS menurunkan harga
susu secara sepihak serta koordinasi tripartit Perhutani, KPBS dan Petani untuk menciptakan kontrak kerjasama yang lebih permanen. Dengan upaya ini
diharapkan kebijakan menaikkan harga output tetap dapat diimplementasikan secara baik.
5. Terkait dengan karakteristik aturan representasi menyangkut posisi tawar petani menghadapi resiko menurunnya proporsi susu petani yang diolah lebih
lanjut oleh KPBS, maka direkomendasikan perlu ada fasilitasi pemerintah untuk mendorong KPBS mengembangkan unit pengolahan susu menjadi
produk turunan yang lebih tinggi sehingga memberikan added-value yang lebih besar bagi perusahaan dan petani. Dengan added-value yang lebih tinggi pada
KPBS, maka dampaknya akan sangat dirasakan petani. Namun apabila terjadi force-majeur
yang dialami KPBS, maka petani PHBM Rumput-gajah Sapi- perah perlu menyiapkan emergency-exit untuk mencari sumber pembeli baru
agar penjualan susu-sapi dengan harga yang layak, tetap dapat dipertahankan. Analisis terhadap kinerja PHBM Kopi maupun PHBM Rumput-gajah
Sapi-perah di tingkat implementasi belum sepenuhnya mencapai titik yang optimum seperti yang diharapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa penguatan
kelembagaan PHBM adalah suatu keharusan. Untuk meningkatkan kinerja petani kopi maupun rumput-gajah sapi-perah secara lebih maksimal, kebijakan
ekonomi saja sebagai syarat perlu necessary-condition tidaklah mencukupi. Karena itu diperlukan dukungan kebijakan kelembagaan sebagai syarat cukup
sufficient-condition. Namun demikian karena kelembagaan menyangkut
interaksi antar pelaku yang terlibat Perhutani, KPBS, petani penggarap, maka diperlukan kesediaan masing-masing pihak untuk saling berbagi peran dan
tanggung-jawab sesuai dengan kesepakatan baru yang diatur dalam kontrak. Dalam teori prinsipal-agents relationship kembali ditegaskan, bahwa
hubungan kemitraan antara prinsipal dan agen akan menjadi efisien apabila tingkat harapan keuntungan reward ke-2 belah pihak seimbang dengan korbanan
masing-masing serta biaya transaksi transaction-cost yang mungkin terjadi dapat diminimalkan. Karena itu tidak ada satu pihak pun yang merasa memiliki
dominasi yang lebih besar karena power, penguasaan aset yang lebih besar, penguasaan informasi yang lebih kuat, networking yang lebih bagus daripada
pihak yang lain, tetapi semuanya berkedudukan yang sama dan harus taat pada rules of the games
yang disepakati bersama. Dengan demikian usulan penguatan kelembagaan sebagaimana tertera pada Tabel Lampiran 14 dan 15 akan efektif,
apabila terjalin hubungan kesetaraan antara berbagai pihak yang berinteraksi.
8.3. Rangkuman Aspek Kelembagaan