Kas Tahun Operasional Sentra Energi Biomassa

106 Perhitungan penerimaan dari penjualan gas metana sentra energi biomassa kawasan Bogor menggunakan produksi gas metana yang dihasilkan, yaitu data Tabel 28. Menggunakan harga satuan yang sesuai dengan tahun operasional sentra energi, baik harga satuan penerimaan maupun harga satuan komponen biaya operasional, diperoleh aruskas sentra energi kawasan Bogor seperti pada Tabel 31. Tabel 31 Arus kas sentra energi kawasan Bogor Rp 10 6 Tahun Penerimaan Pengeluaran Laba Kotor Pajak Laba Bersih 1996 9.089,66 4.409,59 4.680,07 468,01 4.212,06 1997 8.803,71 4.612,35 4.191,36 419,14 3.772,22 1998 10.281,01 4.964,12 5.316,89 531,69 4.785,20 1999 11.670,39 5.617,47 6.052,92 605,29 5.447,62 2000 12.309,72 6.533,98 5.775,75 577,57 5.198,17 2001 15.229,49 7.568,08 7.661,41 766,14 6.895,27 2002 16.962,22 8.932,47 8.029,75 802,97 7.226,77 2003 21.781,78 10.987,52 10.794,27 1.079,40 9.714,84 Pada Tabel 31 terlihat penerimaan mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 1997 yang mengalami penurunan 3,15 dari tahun 1996 yang disebabkan hasil produksi pada tahun 1997 mengalami penurunan karena terjadi penurunan biomassa yang terkumpul. Pengeluaran mengalami peningkatan selama masa operasional dari tahun 1996 sampai tahun 2003, karena biaya biomassa dan biaya pegawai sebagai komponen yang dominan dari struktur pengeluaran terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada umumnya sentra energi mendapat laba yang terus mening- kat, kecuali pada tahun 1997 dan pada tahun 2000. Penurunan laba yang diperoleh pada tahun 1997 disebabkan oleh penerimaan yang menurun dan pengeluaran meng- alami peningkatan. Penurunan laba pada tahun 2000, karena peningkatan penerimaan lebih rendah dari peningkatan pengeluaran. Perhitungan penerimaan dari penjualan gas metana sentra energi biomassa kawasan DKI Jakarta menggunakan produksi gas metana yang dihasilkan, yaitu data Tabel 29. Arus kas selama masa operasional sentra energi kawasan DKI Jakarta dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2003 dengan menggunakan harga satuan yang sesuai dengan tahun operasional sentra energi seperti pada Tabel 32. Tampak penerimaan mengalami peningkatan selama masa operasional sentra energi dengan peningkatan tertinggi pada tahun 2003 yang sangat kuat oleh terjadi- 107 nya peningkatan harga LPG. Pengeluaran sepertihalnya dengan penerimaan juga mengalami peningkatan selama masa operasional sentra energi. Pola pengeluaran lebih linier dibandingkan dengan pola peningkatan penerimaan, sehingga laba yang diperoleh mempunyai kecenderungan peningkatan yang serupa dengan penerimaan. Perolehan laba sentra energi kawasan DKI Jakarta sangat signifikan yang sangat di- pengaruhi oleh biaya biomassa yang sangat rendah, karena sampah kota merupakan bagian dominan dari biomassa yang terkumpul dengan harga relatif lebih murah dari biomassa lainnya. Tabel 32 Arus kas sentra energi kawasan DKI Jakarta Rp 10 6 Tahun Penerimaan Pengeluaran Laba Kotor Pajak Laba Bersih 1996 36.443,500 7.589,140 28.854,360 2.885,436 25.968,924 1997 37.294,390 8.105,380 29.189,010 2.918,901 26.270,109 1998 46.745,350 8.832,450 37.912,900 3.791,290 34.121,610 1999 52.796,150 9.498,200 43.297,950 4.329,800 38.968,155 2000 57.022,450 10.402,187 46.620,263 4.662,026 41.958,237 2001 68.110,550 11.989,715 56.120,835 5.612,084 50.508,752 2002 78.475,820 13.839,387 64.636,433 6.463,643 58.172,790 2003 100.686,200 15.286,665 85.399,535 8.539,954 76.859,582 Perhitungan penerimaan dari penjualan gas metana sentra energi biomassa kawasan Purwakarta menggunakan produksi gas metana yang dihasilkan, yaitu data Tabel 30. Aruskas sentra energi kawasan Purwakarta selama masa operasionalnya dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2003 disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Arus kas sentra energi kawasan Purwakarta Rp 10 6 Tahun Penerimaan Pengeluaran Laba Kotor Pajak Laba Bersih 1996 9.391,707 4.797,656 4.594,051 459,4051 4.134,646 1997 9.746,636 5.878,764 3.867,872 386,7872 3.481,085 1998 12.360,650 6.498,343 5.862,309 586,2309 5.276,078 1999 13.962,960 7.634,061 6.328,896 632,8896 5.696,007 2000 15.401,210 8.933,831 6.467,378 646,7378 5.820,640 2001 19.433,920 10.867,960 8.565,958 856,5958 7.709,362 2002 21.369,970 13.422,630 7.947,343 794,7343 7.152,609 2003 27.213,430 16.136,980 11.076,450 1.107,645 9.968,806 108 Pada Tabel 33 terlihat penerimaan mengalami peningkatan selama masa operasional sentra energi dengan peningkatan tertinggi pada tahun 2003. Sepertihal- nya penerimaan, pengeluaran juga mengalami peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan biaya biomassa dan biaya pegawai yang meningkat setiap tahun. Pada umumnya sentra energi mendapat laba yang terus meningkat, kecuali pada tahun 1997 dan pada tahun 2002. Penurunan laba pada kedua tahun tersebut, karena alasan yang sama yaitu nilai peningkatan pengeluaran lebih dari peningkatan nilai pene- rimaan. Perhitungan nilai sekarang dari bersih operasional tahunan menggunakan asumsi biaya uang 24 pertahun yang sesuai dengan suku bunga maksimum tahun 1995. Nilai sekarang bersih dari delapan tahun ketiga sentra energi biomassa berope- rasi memperlihatkan nilai yang lebih tinggi dari nilai investasi. Pada sentra energi biomassa kawasan Bogor nilai sekarang bersih adalah Rp 22.719.400.000. Nilai sekarang sentra energi kawasan DKI Jakarta adalah Rp 189.742.950.000. Pada sentra energi kawasam Purwakarta nilai sekarang bersih adalah Rp 23.578.228.340. Perbandingan nilai sekarang bersih dengan biaya investasi sentra energi untuk ka- wasan Bogor adalah 1,62, untuk kawasan DKI Jakarta sebesar 1,72, dan kawasan Purwakarta adalah 1,43. Meskipun dengan potensi sumberdaya biomassa relatif terdapat perbedaan yang berarti diantara ketiga sentra energi, ternyata arus kas memperlihatkan ketiga sentra energi dapat memperoleh laba dengan jumlah signifikan. dan indikator rasio nilai sekarang bersih terhadap biaya investasi pada ketiga kawasan yang lebih besar dari 1 serta pada rasio yang sangat berarti. Menurut DeGarmo et al 1997, investasi akan menghasilkan keuntungan finansial apabila rasio nilai sekarang bersih terhadap biaya investasi lebih besar dari 1. Kenyataan tersebut merupakan indikasi bahwa pengem-bangan sentra energi biomassa dapat menghasilkan laba usaha yang berarti pada ber-bagai potensi biomassa.

4.4. 5. Nilai Lingkungan

Nilai lingkungan diperoleh dalam bentuk proporsi limbah padat yang dikum- pulkan terhadap total limbah padat yang dihasilkan oleh kawasan dari jenis yang digunakan sentra enegi biomassa. Asumsi yang digunakan untuk menghitung total biomassa dari kegiatan peternakan dan pertanian adalah : kotoran setiap ekor sapi 109 dan kerbau rata-rata 25 kghari, rata-rata kotoran setiap ekor kambing dan domba 0,6818 kghari Kadir, 1995, rata-rata kotoran setiap ekor ayam 0,09 kghari Kadir, 1995, dan setiap hektar pasca panen padi menghasilkan limbah padat rata-rata sebesar 4,36 kghari Pandey, 1997 Berdasarkan asumsi dan dengan menggunakan data statistik dari BPS kawasan Bogor Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, diperoleh potensi limbah padat yang meliputi sampah kota, kotoran sapi dan kerbau, kotoran kambing dan domba, dan limbah padat pertanian padi dalam kurun waktu tahun 1996 sampai tahun 2003. Jumlah limbah padat yang terkumpul menggunakan data dalam Tabel 22. Potensi limbah padat dan limbah padat yang terkumpul serta perlindungan lingkungan setiap hari dalam tahun tertntu untuk kawasan Bogor seperti pada Tabel 34. Tampak reduksi limbah padat yang dapat direalisasikan oleh sentra energi berkisar dari 30,21 sampai dengan 34,55 dari produksi total empat sumber limbah padat di kawasan Bogor. Rata-rata selama masa operasional 8 tahun adalah 31,82 yang merupakan indikasi bahwa peranan sentra energi kawasan Bogor cukup nyata dalam mereduksi jumlah limbah padat yang dihasilkan. Tabel. 34 Perlindungan Lingkungan kawasan Bogor Tahun Potensi Sampah tonhari Sampah Terkumpul tonhari Nilai Lingkungan 1996 2079,97 629,62 30,27 1997 1834,11 615,46 33,56 1998 1717,45 565,72 32,94 1999 1720,13 594,34 34,55 2000 1801,99 584,77 32,45 2001 1901,69 564,28 29,67 2002 2002,27 604,84 30,21 2003 2038,49 630,27 30,92 Berdasarkan asumsi dan dengan menggunakan data statistik dari BPS Provinsi DKI Jakarta, diperoleh potensi limbah padat yang meliputi sampah kota, kotoran sapi, dan limbah padat pertanian padi dalam kurun waktu tahun 1996 sampai tahun 2003. Jumlah limbah padat yang terkumpul menggunakan data dalam Tabel 23. Potensi limbah padat dan limbah padat yang terkumpul serta perlindungan ling-