Pencemaran Energi Fosil Konsumsi Dan Pencemaran Energi Fosil
27
nya permukaan tanah dan dalam jangka pendek terjadinya penumpukan tanah galian yang di musim hujan akan menimbulkan rembesan air yang bersifat asam
Kadir, 1995. Tambang terbuka menimbulkan pencemaran dalam bentuk kebi- singan dan secara fisik tanah akan melahirkan lubang galian seperti danau yang
dapat menimbulkan erosi dan pengotoran lingkungan. Pada umumnya penam- bangan batu bara melahirkan pencemaran air, tanah, dan udara. Pencemaran air
dalam bentuk pencemaran larutan asam, larutan padat dalam air buangan, dan erosi akibat penambangan. Menurut Banerjee dan Kumar 2005, pertambangan
Madhya Pradesh di India telah meningkatkan polutan dalam jumlah yang tinggi dan secara langsung mempengaruhi sifat hidrologi dan geokimia tanah pada areal
yang luas. Pencemaran lingkungan dari kegiatan proses bahan energi fosil dalam ben-
tuk pencemaran panas dan pencemaran bahan pencemar. Pengolahan batu bara meliputi pencemaran udara oleh partikel padatan yang terjadi pada proses penge-
ringan, padatan dari pembersihan batu bara, nitrogen oksida yang mencemari uda- ra Ismail,1992. Pencemaran bahan padatan dari proses pengolahan batu bara
berasal dari buangan proses pembersihan batu bara. Penyulingan minyak bumi dan gas bumi memberi resiko kebakaran yang besar, pencemaran panas, pence-
maran udara termasuk pengotoran oleh sulfur dioksida, hidrogen sulfida, nitrogen oksida, oksida karbon dan hidrokarbon Kadir, 1995. Proses pengolahan minyak
bumi juga melahirkan pencemaran padatan dari penggunaan katalis asam. Pada proses gasifikasi batubara terdapat bahan pencemaran udara yang meliputi parti-
kel, hidrogen sulfida, karbon monoksida dan hidrokarbon Ismail, 1992. Pencemaran yang terjadi pada transportasi bahan energi dalam bentuk pen-
cemaran bahan energi yang masuk ke lingkungan. Pengangkutan minyak dengan kapal tangki dapat menciptakan pencemaran lingkungan yang berat, baik yang
terjadi karena kebocoran maupun karena terjadinya kecelakaan. Pada tahun 1969 dari 1180 frekuensi pengangkutan minyak terdapat 130 kali kecelakaan dengan
total bahan pencemaran lebih dari 1,05 juta barel, dan pada tahun 1975 dari 1820 frekuensi pengangkutan minyak terdapat 44 kali kecelakaan dengan jumlah bahan
cemaran lebih dari 1,74 juta barel Loftness,1984. Kebocoran minyak dan gas
28
bumi dapat pula terjadi pada instalasi pemipaan pada stasion pompa dan kompres- or atau kebocoran pada sambungan pipa Loftness, 1984.
Penggunaan bahan bakar hasil dari minyak bumi dan gas alam serta batu bara menghasilkan juga bahan yang mencemari udara yang meliputi karbon-
dioksida, belerang dioksida, dan oksida nitrogen. Karbon dioksida bukan meru- pakan bahan yang beracun, namun dalam jumlah yang lebih besar dari kapasitas
alam melakukan daur karbon-oksigen yang berakibat jumlahnya di atmosfir terus meningkat dari waktu ke waktu. Gas karbondioksida memiliki usia panjang yang
memerlukan waktu lama untuk dapat melepas ikatan molekulnya Mannion dan Bowlby1992. Akumulasi jumlah gas karbondioksida di atmosfir membentuk seli-
mut bumi yang menciptakan terjadinya efek rumah kaca dari radiasi matahari yang melahirkan pencemaran dalam bentuk pemanasan global.
Bahan bakar hidrokarbon dari minyak bumi maupun gas bumi selain mem- punyai nilai kalor yang berbeda, juga pada pembakarannya menghasilkan gas
karbondiokasida dengan jumlah yang berbeda. Gas metana yang dominan dalam gas komersial LPG memiliki nilai kalor tertinggi 51.690 kJkg dan pada pemakai-
annya memiliki tingkat emisi karbondioksida yang terendah. Penggunaan metana untuk mendapatkan energi bentuk kalor sebagai bahan bakar menghasilkan kar-
bondioksida yang terendah dari gugus ikatan hidrokarbon lain, disamping itu bo- bot bahan bakar yang dibutuhkan juga rendah Soerawidjaja, 1992
Tabel 8. Energi Bahan Bakar Dan Produksi CO
2
Bahan Bakar Energi MJkg
Produksi CO
2
kgkg bk Metana, CH
4
Etana, C
2
H
6
Minyak Diesel Fuel Oil
Benzena, C
6
H
6
Propana, C
3
H
8
51,7 49,6
45,6 43,2
47,1 50,2
2,8 3,0
- -
3,4 3,0
Diolah berdasarkan data Pandey 1997; Moran dan Shapiro 2003. bk = bobot kering, - = tidak terdapat data.
29
Selama kurun waktu dari tahun 1990 sampai tahun 2000, emisi gas karbon- dioksida telah meningkat dua kali lipat Tabel 9. Berdasarkan kualitas, pening-
katan emisi karbondioksida berturut-turut dari yang terbesar adalah pembangkit tenaga listrik menjadi 248,22 , industri menjadi 229,11 , transportasi
menjadi 180,25 , sektor lain menjadi 153,34 , rumahtangga dan komersial menjadi 133,01 . Peningkatan pemakaian energi fosil di sektor-sektor terse-but
menyebabkan emisi karbondioksida meningkat Ditjen Migas, 2004. Tabel 9. Emisi Karbondioksida CO
2
x10
6
ton Tahun Listrik Industri Transport
Rumahtangga Komersial
Lainnya Jumlah 1990
1991 1992
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
24,2 28,04
30,05 26,52
34,21 35,34
54,69 51,1
50,92 55,32
60,07 29,58
32,38 37,26
42,09 45,48
49,23 51,03
52,49 53,58
58,17 67,77
27,19 29,61
30,97 32,31
33,81 36,90
40,56 43,52
44,86 47,03
49,01 17,14
17,38 17,62
17,86 18,42
19,01 19,62
20,98 22,09
22,88 22,90
7,59 8,33
6,68 10,45
11,51 12,98
14,62 15,24
11,27 11,26
11,64 105,70
115,74 124,58
129,23 143,42
153,46 180,53
183,33 182,72
194,66 211,39
Sumber : Ditjen Migas 2004
Pencemaran lain dari pembakaran bahan bakar hidrokarbon adalah terben- tuknya nitrogen oksida dan sulfur oksida. Nitrogen oksida dan sulfur oksida yang
terdapat dalam udara di atmosfir dapat membentuk larutan asam dengan konsen- trasi tertentu dalam hujan. Larutan asam dalam hujan memberi dampak bagi kehi-
dupan di permukaan bumi. Menurut Soemarwoto 1997 pada konsentrasi asam tertentu tumbuhan tidak dapat hidup dengan baik bahkan dapat mengalami kema-
tian, mereduksi pertumbuhan hutan, menyebabkan kehidupan yang tidak nyaman di lingkungan perairan dan menyebabkan berkurangnya spesies ikan. Hujan asam
juga dapat membuat tanah menjadi kurang subur dan pada tingkat konsentrasi
30
asam yang lebih tinggi atau pada intensitas hujan asam yang tinggi dapat membu- at struktur tanah menjadi rusak. Nitrogen oksida pada lapisan stratosfir mening-
katkan efektivitas penepisan lapisan ozon oleh klorin dan bromium Gore, 1994; Manahan, 1994
2.4. Konservasi Dan Substitusi Energi 2.4.1. Konservasi Energi
Kelangkaan sumberdaya energi, terutama sumberdaya tak-terbarukan, telah melahirkan permasalahan dalam pemenuhan konsumsi energi dalam jangka pen-
dek dan dalam jangka panjang. Di samping itu dampak terhadap lingkungan dari penggunaan energi tak-terbarukan telah menjadi kenyataan, setidaknya dampak
dalam bentuk pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan. Pergerakan yang meningkatkan tingkat kelangkaan sumberdaya energi tak-terbarukan terjadi
pada kurun waktu yang sama dengan peningkatan konsumsi energi sebagai akibat dari peningkatan konsumsi perkapita dan peningkatan populasi sebagai konsu-
men energi. Konsekuensinya harga energi berkecenderungan terus meningkat dan habisnya sumberdaya tak-terbarukan semakin cepat terjadi. Harga energi yang
cenderung meningkat akan berdampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung meningkatkan hambatan dari upaya peningkatan kesejahteraan. Proses
menuju habisnya sumberdaya energi, pada dasarnya telah menjadi kecemasan dari kelompok Roma Hare dan Marlow, 1999; Turner et al, 1994; KLH, 1997.
Menurut Suparmoko 1997, pendapat kelompok pesimis meliputi : 1 dunia ini terbatas, sehingga terbatas pula sumberdaya alam yang ada dan ini membatasi
pula tersedianya barang-barang produksi kebutuhan manusia, 2 hampir semua ke- giatan produksi pertumbuhannya bersifat eksponensial, 3 produksi barang dan
jasa pasti akan berhenti bila batas persediaaan sumberdaya sudah tercapai, 4 ba- tas persediaaan itu akan segera tercapai, 5 dampak dalam proses menuju batas
tersebut bersifat kehancuran, dan 6 akhirnya harus diusahakan untuk mengubah tendensi pertumbuhan yang bersifat eksponensial dan membatasi kegiatan manu-
sia sesuai dengan batas-batas alamiah. Pandangan kelompok pesimis itu pada da- sarnya berinti sari pada kebijakan pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sum-
berdaya energi, secara hemat dan berkelanjutan serta pemanfaatan sumberdaya substitusi.
31
Terdapat pandangan yang optimis terhadap kelangsungan penyediaan sum- berdaya alam, termasuk sumberdaya energi, berdasarkan asumsi dan tingkat keya-
kinan yang tinggi terhadap teknologi. Pandangan yang optimis setidaknya ber- pendapat bahwa : 1 perkembangan teknologi produksi akan menghemat penggu-
naan barang-barang sumberdaya alam, 2 dengan teknologi baru sumberdaya alam dapat digunakan berulang kali lewat proses pengolahan kembali limbah produksi,
3 dengan teknologi baru akan lebih mudah ditemukan cadangan sumberdaya alam baru yang meningkatkan jumlah persediaaan sumberdaya alam, dan 4 de-
ngan teknologi baru akan lebih dimungkinkan untuk menemukan sumberdaya alam pengganti atau sumberdaya alam alternatif yang dimungkinkan adanya kon-
servasi sumberdaya alam Reksohadiprodjo dan Pradono, 1998. Namun pandang- an yang optimis itu akan menjadi realistis apabila ada suatu kepastian, bahwa
penemuan suatu teknologi baru dimaksud terjadi pada saat yang tepat. Saat yang tepat adalah pada waktu sumberdaya alam belum melampaui batas minimal per-
syaratan daya dukung. Konservasi energi hendaknya dilakukan dengan falsafah tujuan yang serupa
dengan konservasi pada sumberdaya lain. Menurut Suparmoko 1997 beberapa tindakan konservasi adalah :
1. Melakukan perencanaan terhadap pengambilan sumberdaya energi, yaitu dengan pengambilan secara terbatas, dan tindakan yang mengarah pada pengu-
rasan perlu dicegah. 2. Mengusahakan eksploitasi sumberdaya energi secara efisien, yakni dengan
limbah yang sedikit mungkin. 3. Mengembangkan sumberdaya alternatif atau mencari sumberdaya pengganti,
sehingga sumberdaya energi yang terbatas jumlahnya dapat disubstitusi deng- an sumberdaya energi jenis lain.
4. Menggunakan komponen-komponen yang sesuai dalam mengeksploitasi sum- berdaya energi agar dapat menghemat penggunaan sumberdaya tersebut dan
tidak merusak lingkungan. 5. Mengurangi, membatasi dan mengatasi pencemaran lingkungan karena pence-
maran akan mengakibatkan sumberdaya semakin cepat habis oleh kepunahan, seperti ikan dan tanah.