Konsumsi Energi Indonesia Konsumsi Dan Pencemaran Energi Fosil

22 pat 67,5x10 6 SBM atau sebesar 75,67 berasal dari minyak dan gas bumi. Pada kurun waktu dari tahun 1975 sampai tahun 1988 proporsi minyak dan gas bumi dalam konsumsi energi komersial mengalami penurunan, yaitu apabila pada tahun 1975 sebesar 75,67 turun menjadi 63,82 pada tahun 1988 Kadir, 1995. Seperti halnya kecenderungan konsumsi energi pada dasawarsa sebelumnya, pada kurun waktu 1990 sampai dengan 2000 konsumsi energi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurut data Ditjen Migas 2004, pada tahun 1990 kon- sumsi energi mencapai 420,863x10 6 SBM meningkat menjadi 641,271x10 6 SBM pada tahun 2000 atau meningkat sebesar 52,37 Tabel 6. Pertumbuhan kon- sumsi energi di Indonesia serupa dengan perilaku umum dari konsumsi energi seluruh negara di dunia, yaitu berkecenderungan yang meningkat Pandey, 1997. Di lihat dari jumlah energi yang dikonsumsi, pemakaian energi komersial berkecenderungan meningkat, baik secara proporsi dalam komposisi energi mau- pun secara kuantitas. Apabila pada tahun 1990 proporsi energi komersial dari energi yang dikonsumsi sebesar 54,1 227,672x10 6 SBM meningkat menjadi 65,69 421,271x10 6 SBM pada tahun 2000. Ditjen Migas, 2004. Tabel 6. Pemakaian Energi Total Tahun Energi Komersial Energi Non-komersial Jumlah 10 6 SBM 10 6 SBM 10 6 SBM 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 227,672 54,10 245,318 55,54 269,006 57,42 292,752 59,09 304,749 59,75 330,488 61,44 356,732 63,03 377,240 63,82 369,511 62,92 389,714 63,96 421,277 65,69 193,191 45,90 196,354 44,46 199,505 42,58 202,655 40,91 205,265 40,25 207,404 38,56 209,220 36,97 213,843 36,18 217,172 37,02 219,568 36,04 220,044 34,31 420,863 441,672 468,511 495,407 510,014 537,892 565,952 591,083 586,683 609,282 641,271 Sumber : Ditjen Migas 2004 Pada kurun waktu sebelas tahun dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 peningkatan konsumsi energi selain sebagai konsekuensi dari pertambahan pen- 23 duduk Indonesia, juga oleh peningkatan konsumsi perkapita. Berdasarkan data dari Ditjen Migas 2004, konsumsi energi perkapita tumbuh dari 1,27 SBM pertahun pada tahun 1990 menjadi 2,07 SBM pada tahun 2000 atau meningkat 0,8 SBM dalam sebelas tahun Gambar 2. Peningkatan konsumsi energi perkapita didorong terutama pada sektor transportasi dan sektor kelistrikan baik dalam rang- ka pemerataan kelistrikan maupun dalam rangka mendukung pertumbuhan indus- tri Kadir, 1995. Penurunan konsumsi energi perkapita terjadi satu kali dalam sebelas tahun, yaitu pada tahun 1998, yaitu 1,82 SBM turun dari 1,89 SBM pada tahun 1997 yang diduga sebagai dampak dari krisis ekonomi dan politik. 0,5 1 1,5 2 2,5 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Tahun K onsum si E n er g i P e rk api ta S B M Gambar 2. Konsumsi Energi Perkapita Sumber Ditjen Migas, 2004 Dipandang dari struktur energi komersial, proporsi pemakaian bahan bakar minyak dan gas tidak termasuk pemakaian langsung tidak banyak mengalami perubahan yang berarti dalam struktur energi komersial Gambar 3. Meskipun kuantitas pemakaian bahan bakar minyak dan gas terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 1990 sampai tahun 2000. Data dari Ditjen Migas 2004, menunjukkan pada tahun 1990 bahan bakar minyak dan gas kota serta LPG me- nyediakan 203,520x10 6 SBM 89,39 dari 227,672x10 6 SBM konsumsi energi komersial di Indonesia. Jumlah bahan bakar minyak dan gas meningkat menjadi 359,208x10 6 SBM 85,27 pada tahun 2000. Khusus pemakaian gas tidak termasuk gas bumi yang dikonsumsi secara langsung yang umumnya dimanfaat- kan oleh industri baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap dan pembangkit listrik tenaga gas. 24 20 40 60 80 100 120 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Tahun Pr op or si Bbm Gas Sumber lain Total Gambar 3. Porsi BBM dan Gas Pada Konsumsi Energi Komersial Diolah berdasarkan data Ditjen Migas 2004. Tidak termasuk gas alam Kecenderungan menurunnya porsi bahan bakar minyak dan gas dalam pe- makaian energi komersial, karena dalam kurun waktu yang sama terjadi pening- katan peranan sumberdaya yang lain. Penggunaan batu bara dan sumberdaya gas bumi serta sumberdaya panas bumi yang meningkat pada sektor tenaga listrik. 2.3.3. Cadangan Energi Komersial Indonesia Penyediaaan energi primer di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada tahun 1990 penyediaan energi primer sebesar 672,71x10 6 SBM tum- buh menjadi 974,929x10 6 SBM pada tahun 2000 atau meningkat 44,93 dalam sebelas tahun Ditjen Migas, 2004. Tabel 7. Penyediaan Energi Primer di Indonesia Tahun Energi Komersial Lain Total 10 6 SBM Minyak Bumi Batu Bara Gas Alam Air Panas Bumi Total Biomassa 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 43,33 42,44 42,24 42,22 41,44 41,27 40,98 39,96 40,31 37,90 38,22 4,52 4,75 3,86 5,42 4,02 5,94 5,67 6,87 7,41 8,48 8,26 19,88 22,33 23,10 22,68 25,04 35,88 35,88 26,47 24,61 26,11 27,44 3,22 2,94 3,69 3,38 3,25 3,07 2,93 2,30 2,96 2,82 2,58 0,32 0,31 0,28 0,28 0,38 0,49 0,51 0,60 0,82 0,82 0,94 71,28 72,77 73,17 73,92 74,12 86,66 85,97 76,20 76,11 76,13 77,44 28,72 27,23 26,83 26,02 25,88 13,34 14,03 23,80 23,89 23,87 22,56 672,710 721,210 743,575 778,791 793,026 857,109 897,954 898,530 909,087 920,001 974,929 Sumber Ditjen Migas 2004 25 Komponen energi komersial, yaitu minyak mentah, batubara, gas alam, air, dan panas bumi, merupakan komponen yang dominan dalam struktur penyediaan energi primer. Data cadangan energi fosil di Indonesia menunjukkan jumlah ca- dangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 cadangan minyak bumi yang diketahui mencapai 5,1x10 9 SBM dan cadangan yang poten- sial sebesar 5,8x10 9 SBM, cadangan gas bumi yang diketahui 16,64x10 9 SBM dan cadangan yang potensial 4,78x10 9 SBM Ditjen Migas, 2004. Cadangan minyak bumi pada tahun 2000 relatif tidak mengalami banyak perbedaan dengan sebelas tahun sebelumnya, yaitu cadangan yang diketahui 5,12x10 9 SBM dan cadangan potensial 4,49x10 9 SBM, sedangkan gas bumi cadangan diketahui mengalami penurunan menjadi 16,336x10 9 SBM dan cadangan potensial mengalami pe- ningkatan sampai lebih dari 170 menjadi 13,028x10 9 SBM. Pada tahun tahun 2000 cadangan energi fosil mencapai 213,25x10 9 SBM yang terdiri atas cadangan diketahui 73,319x10 9 SBM dan cadangan yang poten- sial sebesar 139,931x10 9 SBM Gambar 4. Cadangan energi fosil yang telah dite- mukan sampai tahun 2000 yang terbesar adalah batubara 38.874,86x10 6 ton seta- ra 174,276x10 9 SBM 81,72, dan gas bumi sebesar 4.823,18x10 9 m 3 setara 29,364x10 9 SBM 13,77 , serta minyak bumi 9,61x10 9 SBM 4,51 . Gambar 4. Cadangan Energi Fosil Sampai Tahun 2000 Diolah dari sumber Ditjen Migas 2004 Total; 29,364 Total; 9,61 Total; 174,276 Total; 213,25 Terbukti; 16,336 Terbukti; 5,12 Terbukti; 51,863 Terbukti; 73,319 Potensial; 13,028 Potensial; 4,49 Potensial; 122,413 Potensial; 139,931 50 100 150 200 250 Gas Bumi Minyak Bumi Batubara Total Energi Miliar SBM 26 Gambaran tersebut mengindikasikan, bahwa sumberdaya minyak bumi yang menjadi sumber energi utama di Indonesia dalam proses kelangkaan. Sumberdaya energi batubara yang memiliki cadangan terbesar tidak akan dapat mengganti keseluruhan peranan minyak bumi, sehingga di waktu mendatang sebagian peran- an minyak bumi akan diambil alih oleh gas bumi. Pada kurun waktu dari tahun 2000 sampai tahun 2004 cadangan potensial gas bumi mengalami peningkatan, yaitu dari 4.823,18x10 9 m 3 pada tahun 2000 menjadi 5.114,59x10 9 m 3 pada tahun 2004 BP Migas, 2005. Tingginya jumlah cadangan batubara dalam struktur ca- dangan energi fosil merupakan permasalahan yang akan muncul pada pemanfaat- an energi fosil dimasa depan. Hal ini disebabkan oleh dua hal yang utama, perta- ma karena pencemaran dan perusakan lingkungan akibat penambangan batubara lebih besar dibandingkan dengan pencemaran dan perusakan lingkungan akibat dari penambangan minyak bumi dan penambangan gas bumi. Kedua pemanfa- atan batubara harus sejalan dengan makna dari Protokol Kyoto, sehingga batubara tidak dapat lagi dimanfaatkan secara langsung sebagaimana selama ini banyak di- lakukan. Pemanfaatan batubara sebagai bahan energi adalah dengan terlebih dahu- lu mengkonversi batubara menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan, baik be- rupa bahan bakar cair atau bahan bakar gas.

2.3.4. Pencemaran Energi Fosil

Pemanfaatan sumberdaya energi fosil untuk memenuhi sebagian dari kebu- tuhan energi melahirkan dampak terhadap lingkungan. Dampak terhadap ling- kungan itu, sejak kegiatan penambangan, transportasi, konversi dan penggunaan energi fosil. Pada hakekatnya keseluruhan dampak terhadap lingkungan oleh pe- manfaatan energi fosil merupakan pencemaran lingkungan Gore, 1994; Mannion dan Bowlby, 1992. Pencemaran lingkungan pada kegiatan penambangan bahan energi fosil dapat terjadi dengan beberapa bentuk. Pencemaran yang terjadi karena ada kebo- coran bahan, terutama pada penambangan minyak dan gas bumi yang akan meru- sak lingkungannya. Penambangan minyak bumi juga melahirkan pencemaran air, yaitu dalam bentuk air buangan yang bersifat asam. Penambangan batu bara yang dilakukan di bawah tanah pada jangka panjang akan dapat mengakibatkan turun- 27 nya permukaan tanah dan dalam jangka pendek terjadinya penumpukan tanah galian yang di musim hujan akan menimbulkan rembesan air yang bersifat asam Kadir, 1995. Tambang terbuka menimbulkan pencemaran dalam bentuk kebi- singan dan secara fisik tanah akan melahirkan lubang galian seperti danau yang dapat menimbulkan erosi dan pengotoran lingkungan. Pada umumnya penam- bangan batu bara melahirkan pencemaran air, tanah, dan udara. Pencemaran air dalam bentuk pencemaran larutan asam, larutan padat dalam air buangan, dan erosi akibat penambangan. Menurut Banerjee dan Kumar 2005, pertambangan Madhya Pradesh di India telah meningkatkan polutan dalam jumlah yang tinggi dan secara langsung mempengaruhi sifat hidrologi dan geokimia tanah pada areal yang luas. Pencemaran lingkungan dari kegiatan proses bahan energi fosil dalam ben- tuk pencemaran panas dan pencemaran bahan pencemar. Pengolahan batu bara meliputi pencemaran udara oleh partikel padatan yang terjadi pada proses penge- ringan, padatan dari pembersihan batu bara, nitrogen oksida yang mencemari uda- ra Ismail,1992. Pencemaran bahan padatan dari proses pengolahan batu bara berasal dari buangan proses pembersihan batu bara. Penyulingan minyak bumi dan gas bumi memberi resiko kebakaran yang besar, pencemaran panas, pence- maran udara termasuk pengotoran oleh sulfur dioksida, hidrogen sulfida, nitrogen oksida, oksida karbon dan hidrokarbon Kadir, 1995. Proses pengolahan minyak bumi juga melahirkan pencemaran padatan dari penggunaan katalis asam. Pada proses gasifikasi batubara terdapat bahan pencemaran udara yang meliputi parti- kel, hidrogen sulfida, karbon monoksida dan hidrokarbon Ismail, 1992. Pencemaran yang terjadi pada transportasi bahan energi dalam bentuk pen- cemaran bahan energi yang masuk ke lingkungan. Pengangkutan minyak dengan kapal tangki dapat menciptakan pencemaran lingkungan yang berat, baik yang terjadi karena kebocoran maupun karena terjadinya kecelakaan. Pada tahun 1969 dari 1180 frekuensi pengangkutan minyak terdapat 130 kali kecelakaan dengan total bahan pencemaran lebih dari 1,05 juta barel, dan pada tahun 1975 dari 1820 frekuensi pengangkutan minyak terdapat 44 kali kecelakaan dengan jumlah bahan cemaran lebih dari 1,74 juta barel Loftness,1984. Kebocoran minyak dan gas