Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
8
seperti terlihat pada berbagai ukiran dan pada relief masjid, rumah dan surau mereka. Seni tari yang terkenal dari Aceh adalah seudati, seudati
inong dan seudati tunang.
b. Suku bangsa Baduy
Orang Baduy dianggap juga sebagai bagian dari suku bangsa Sunda karena sebagian besar unsur budaya dan bahasanya sama dengan
kebudayaan Sunda. Masyarakat Baduy terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok Baduy Dalam yang disebut juga Urang Kejeroan dan
kelompok Baduy Luar yang disebut juga Urang Kaluaran atau Urang Panamping
. Bahasa yang digunakan orang Baduy adalah bahasa Sunda dialek Rangkas, yang dianggap sebagai bahasa Sunda Kasar, karena tidak
memakai undak-usuk bahasa gaya bahasa untuk membedakan golongan lawan bicara, tetapi ada tekanan dalam pengucapan untuk membedakan
arti. Orang Baduy sangat mematuhi larangan memakai kata-kata buyut tabu.
Sumber: Reflection of Quality, 13 Januari 1993
Gambar 1.5 Salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia adalah suku bangsa Baduy
Mata pencaharian utama masyarakat Baduy adalah berladang, tebang dan bakar hutan untuk menanam padi. Perladangan ini mereka sebut
pahumaan bertanam padi di huma atau ladang. Kesatuan kerja pengolah huma adalah keluarga inti. Mata pencaharian mereka selain berladang
adalah mencari kayu dan hasil hutan.
Prinsip hubungan kekerabatan orang Baduy adalah bilateral, meskipun bentuk garis keturunan patrilineal kadang-kadang lebih
dominan, ini nampak pada pemakaian nama ayah di belakang nama seseorang. Keluarga inti tinggal di rumah sendiri, tetapi pada awal masa
Di unduh dari : Bukupaket.com
Kesamaan dan Keanekaragaman Budaya
9
perkawinan mereka masih tinggal di rumah orang tua pengantin perempuan. Perkawinan ideal pada masyarakat Baduy adalah perkawinan
antarsaudara sepupu, tetapi pengantin laki-laki syaratnya harus anak saudara lelaki tertua kakak, syarat ini disebut ngorakeun kolot.
Pemimpin masyarakat Baduy secara adat dan spiritual adalah seorang pu’un
yang berkedudukan di wilayah kajeroan yang sering pula disebut tangtu
atau Baduy Dalam. Orang Baduy nampaknya juga mempunyai pelapisan sosial. Pertama adalah kelompok pu’un dan kerabatnya. Kedua
kelompok pembantu pu’un seperti baeresan, tangkesan, jaro tangtu, jaro dangka
dan palawari. Ketiga kelompok pemimpin formal seperti lurah dan para pembantunya, jaro pareman bekas kepala kampung dan dukun
kemudian orang Baduy Panamping dan yang terakhir orang Baduy Dangka.
Orang Baduy menganut agama yang mereka sebut dengan Sunda Wiwitan, yaitu kepercayaan yang mengakui agama Islam, tetapi tidak
menjalankan ajarannya sebaliknya, tetap menjalankan kepercayaan dan memegang teguh adat istiadat aslinya. Mereka memuja Batara Tujuh dan
roh kakek moyang yang mereka sebut Karuhun atau Wangatua atau para Munggu. Selain itu, juga memuja dewi padi Pohaci Sanghyang Asri.
c . Suku bangsa Sikka
Suku bangsa Sikka berdiam di daerah antara Lio dan Larantuka, Kabupaten Sikka, daratan Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Nama Sikka kemungkinan berasal dari kerajaan Sikka yang pernah berdiri. Mereka menyebut dirinya dengan Ata Sikka Orang Sikka. Bahasa
mereka sangat dekat dengan bahasa penduduk di Pulau Solor, yaitu sama- sama kelas bahasa Ambon-Timor dari kelompok bahasa Papuan.
Kehidupan ekonomi orang Sikka sangat tergantung kepada perladangan dengan tanaman pokok padi dan jagung, ditambah dengan
singkong, sorgum dan ubi jalar manis. Sebagian kecil juga beternak sapi, kambing, kuda, itik, dan ayam. Penduduk yang tinggal dekat pantai bisa
pula menangkap ikan, tetapi mereka bukan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil laut.
Pola perkampungan tradisional mereka memanfaatkan daerah perbukitan dan lembah yang strategis untuk keamanan, kampung
tradisional tersebut memusat pada sebuah batu altar persembahan yang disebut mahe. Dalam kampung terdapat sebuah rumah adat yang disebut
woga
, yaitu semacam rumah bujang tempat upacara-upacara adat dan
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
10
keagamaan, seperti tradisi bersunat. Sekarang sebagian sudah membuat pemukiman dengan pola mengikuti alur jalan raya dan ditandai oleh
sebuah bangunan gereja sebagai pusat keagamaan warga.
Masyarakat Sikka Barat cenderung menganut hubungan patrilineal, sedangkan orang Sikka Timur lebih fleksibel dengan kekerabatan
ambilinealnya, di mana anak-anak mengikuti garis keturunan dari kelompok keluarga luas ke mana orang tua mereka menetap. Orang Sikka
sangat mengutamakan keluarga luas. Orang Sikka Barat menyebutnya dengan nama ku’at atau ku’at wungung, dan orang Sikka Timur
menamainya dengan suku.
Agama Katolik sudah masuk ke dalam masyarakat Sikka sejak zaman raja-raja Sikka dulu, sehingga kehidupan seremonial sudah sejak lama pula
diwarnai oleh ritus Katolik. Religi tradisional orang Sikka adalah kepercayaan kepada dewa-dewa. Dewa utama adalah pasangan Lero
Wulang dan Niang Tana, yaitu simbol bulan-matahari dan bumi. Selain itu ada pula dewa-dewa yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan
kematian. Ritus religi lama yang mengharuskan setiap remaja lelaki disunat sudah tidak ada lagi sejak Ritus Katolik mereka terima sepenuhnya.
B. Pengaruh Budaya Asing