Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
129
Setelah itu kemudian ada di antara dialek tersebut yang diangkat menjadi bahasa baku, maka peranan bahasa baku itu pun tidak boleh dilupakan.
Sementara pada gilirannya, bahasa baku tetap terkena pengaruhnya baik dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya.
Selanjutnya, dialek berkembang menuju dua arah, yaitu perkembangan membaik dan perkembangan memburuk. Menurut Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1983, Bahasa Sunda di kota Bandung dijadikan dasar bahasa sekolah yang kemudian dianggap sebagai
bahasa Sunda baku. Hal tersebut didasarkan kepada faktor obyektif dan subyektif. Secara obyektif memang harus diakui bahwa Bahasa Sunda
kota Bandung memberikan kemungkinan lebih besar untuk dijadikan bahasa sekolah dan kemudian sebagai bahasa Sunda Baku. Hal ini dialek
bahasa Sunda mengalami perkembangan membaik.
Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa 1983, memberi contoh perkembangan dialek yang memburuk sebagai berikut. Pada lima tahun
yang lalu, penduduk kampung Legok Indramayu masih berbicara Bahasa Sunda. Sekarang penduduk kampung itu hanya dapat mempergunakan
Bahasa Jawa – Cirebon. Dengan kata lain, bahasa Sunda di kampung itu sekarang telah lenyap, dan kelenyapan itu merupakan keadaan yang
paling buruk dari perkembangan memburuk suatu bahasa atau dialek.
3. Pembeda Dialek
Setiap dialek memiliki perbedaan, Dialek suatu daerah berbeda dengan dialek daerah lainnya. Meskipun rumpun bahasa yang digunakan adalah
sama. Dialek bahasa Jawa Surakarta berbeda dengan Bahasa Jawa yang ada di Jawa Timur dan daerah Purwokerto, dan sebagainya. Menurut Pusat
pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1983, perbedaan dialek pada garis besarnya dapat dibagi menjadi lima macam. Kelima macam pembedaan
itu ialah sebagai berikut.
a. Perbedaan fonetik
Perbedaan ini berada di bidang fonologi. Biasanya si pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan
tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan carema dengan cereme yaitu buah atau pohon cerme, gudang dengan kudang, jendela, gandela atau janela.
Mandadaki
dengan manakaki nama sejenis pardu. Dari contoh-contoh itu tampak bahwa perbedaan fonetik itu dapat terjadi pada vokal maupun
konsonan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
130
b. Perbedaan semantik
Perbedaan semantik merujuk kepada terciptanya kata-kata baru, berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk. Peristiwa tersebut
biasanya terjadi geseran makna kata. Geseran tersebut bertalian dengan dua corak makna, yaitu:
1
Pemberian nama yang berbeda untuk lambang yang sama di beberapa tempat yang berbeda, seperti turi dan turuy ‘turi ’, balimbing
dan calingcing buat belimbing. Pada bahasa Sunda, geseran corak ini pada umumnya dikenal dengan istilah sinonim, padan kata atau sama
makna Guiraud, 1970: 15, dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983.
2 Pemberian nama sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat
yang berbeda. Misalnya calingcing untuk calincing dan belimbing, meri untuk itik dan anak itik. Pada Bahasa Sunda, geseran ini dikenal
dengan nama homonimi Guiraud, 1970: 8, dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983.
c. Perbedaan onomasiologis
Menurut Guiraud 1970: 16, yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1983, perbedaan onomasiologis merujuk pada
nama yang berbeda berdasarkan satu konsep, yang diberikan di beberapa tempat yang berbeda. Menghadiri kenduri misalnya, di beberapa daerah
Bahasa Sunda tertentu biasanya disebut ondangan, kondangan atau kaondangan.
Ini jelas disebabkan oleh adanya tanggapan atau tafsiran yang berbeda mengenai kehadiran di tempat kenduri itu. Kondangan, ondangan
dan kaondangan didasarkan kepada tanggapan bahwa kehadiran di situ karena diundang, sedangkan nyambungan didasarkan kepada tafsiran
bahwa kehadiran di situ disebabkan oleh keinginan menyumbang barang sedikit kepada yang punya kenduri.
d. Perbedaan semasiologis