Didong Contoh-contoh Tradisi Lisan
Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
152
Fungsi Mak Yong memberi penghormatan kepada Yang Mahakuasa. Sultan dan isterinya merupakan wakil Tuhan di bumi. Pertunjukan untuk
sultan sebenarnya merupakan persembahan kepada Tuhan. Bahkan kini Mak Yong dianggap suci, dan pertunjukan selalu diawali dengan panjak
atau bomoh seorang pemain gamelan membaca doa. Setelah berdoa penari dan pemusik mengambil tempat masing-masing beralas tikar di
atas panggung. Unsur ritual dilengkapi oleh gong, topeng serta penari diperciki air suci. Penari yang berperan ratu Mak Yong dan putri putri
Mak Yong memanjatkan doa, memberi sesaji yang akan memberi mereka kepercayaan diri dan membuat mereka menarik serta mampu menguasai
keseluruhan pertunjukkan. Di akhir pertunjukan, sang panjak seorang pemain gamelan membaca doa lagi untuk mengumumkan akhir
pertunjukkan dan minta dewa-dewa kembali ke surga mereka.
Seluruh pemain Mak Yong duduk di pinggir daerah permainan. Perempuan sebelah kanan, laki-laki sebelah kiri. Alat musik ada di antara
mereka. Musik paduan suara dan instrumental merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Mak Yong, sebagai penanda perubahan episode
dan adegan. Lagu-lagu Mak Yong kira-kira berjumlah 30. Orkesnya terdiri atas sekitar selusin alat; dua gendang berukuran ibu dan anak, beberapa
tambur gedomba yang lebih kecil, gong dengan bermacam bentuk, canang, sebuah serunai, dan kadang-kadang rebab bersenar yang biasanya
merupakan alat utama.
Pemain yang memerankan raja memberikan pengumuman dengan cara menghadapkan telapak tangannya ke luar setinggi pinggang.
Tangannya melingkar ke dalam, keluar lagi dan berakhir dengan semua jarinya kecuali jempol bergeliat perlahan sekali. Gerakan itu bermakna
raja sedang mengeluarkan titah atau ksatria sedang menyerap kebaikan dari luar dan menolak kejahatan. Para lelaki tidak menari, tetapi melawak
dengan cara yang aneh dan lucu. Mak Yong menggunakan sedikit peralatan panggung. Bilai, seikat batang bambu atau rotan, digunakan
oleh tokoh utama sebagai tongkat wasiat untuk memukuli punakawan untuk menunjukkan siapa raja pangeran atau ratu dan siapa si tolol.