Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
154
4. Tanggomo
Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan Gorontalo, Sulawesi Utara. Syair Tanggomo menceritakan kisah yang sedang hangat atau
peristiwa menarik setempat, mempunyai banyak penganut. Selain menghibur, tanggomo juga memberi penerangan. Tanggomo merekam
peristiwa sejarah, mitos, legenda, kisah keagamaan dan pendidikan. Secara harfiah, tanggomo berarti menampung; dan penyanyi tanggomo
ta motanggomo menampung minat penonton, menyampaikan cerita dengan semenarik mungkin.
Tanggomo merekam peristiwa, yang terjadi di dalam atau di luar Gorontalo, kemudian disebarkan oleh si pencerita sebagai berita untuk
dinikmati oleh pendengar. Di samping menyediakan informasi, tanggomo juga menawarkan hiburan bagi pendengar. Ta motanggomo tidak hanya
mengambil peritiwa yang yang terjadi untuk bahan syair. Sumber cerita tanggomo juga meliputi dongeng, mitos dan legenda, peristiwa rekaan
dan ajaran agama atau kepercayaan yang berkembang di masyarakat.
Pada saat penuturan, ta motanggomo membuat ceritanya lebih nyata dengan bermacam cara dan gaya. Pendongeng diiringi alat musik seperti
gambus, semacam kecapi, enam senar, kecapi sitar dan rebana. Pendongan juga dapat menuturkan ceritanya tanpa alat musik, tetapi ia
menggunakan gerakan tangan, kepala, muka, permainan suara, nada dan irama untuk menghidupkan ceritanya. Ta motanggomo menggunakan
gaya bahasa, misalnya, paralelisme, pembalikan, ellipsis, dan analogi untuk meningkatkan cerita dan memperkuat makna.
Sumber: Indonesian Heritage 10
Gambar 3.12. Tanggomo merupakan bentuk printis sastra lisan Gorontalo, Sulawesi Utara.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
155
5. Rabab Pariaman
Rabab Pariaman merupakan tradisi pertunjukkan lisan dari Sumatera Barat. Penyampaian cerita dipersembahkan dalam bentuk nyanyian oleh
tukang rabab, yang selalu laki-laki. Tukang rabab semuanya pribumi Pariaman. Tukang rabab duduk bersila, rabab dipegang berdiri di
depannya, lehernya dijepit kendur antara jempol kiri dan jari-jari lain agar ia juga dapat memetik senarnya, dan penggeseknya di tangan kanan.
Pertunjukkan biasanya diadakan pada malam hari setelah salat Isya dan berakhir tak lama sebelum salat subuh. Panggung dapat berupa tempat
berkumpul yang mana saja dengan suasana tradisional, di dalam atau di luar – warung kopi lapau, pesta perkawinan, perayaan nagari, dan pesta-
pesta untuk merayakan pengangkatan seorang penghulu baru pemimpin satuan matrilineal.
Rabab Pariaman pernah memiliki sifat keagamaan. Pada saat ini Rabab Pariaman mengambil nuansa yang lebih duniawi dan tak boleh
dimainkan di tempat keagamaan atau di pesta yang bersifat keagamaan. Isi cerita yang disampaikan menyoroti perjuangan untuk mencapai
keberhasilan dalam hidup. Tokoh menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan dan menimbulkan tanggapan dari penonton.
Teks Rabab Pariaman terdiri atas dua unsur, dendang dan kaba.
Dendang berbentuk pantun syair berbaris empat atau lebih dengan
sistem persajakan a-b-a-b. Bagian pertama setiap syair agak tak
bermakna, isinya dibagian kedua. Jumlah baris dalam syair selalu
genap, kecuali bila ada ulangan pada baris tertentu, tergantung pada irama.
Isi dendang mengenai perjuangan, kemiskinan, nasib malang, rindu
kampung halaman, dan sebagainya. Kaba adalah cerita. Ada sejumlah kaba yang dipertunjukkan dalam Rabab
Pariaman. Sebagian besar kaba bergaya klasik, dimainkan dengan latar kerajaan dengan tokoh yang berkekuatan gaib. Perlu beberapa malam
untuk menyampaikan keseluruhan cerita, kecenderungannya adalah memilih hanya satu episode yang dapat diselesaikan dalam satu malam.
Sumber: Indonesian Heritage 10
Gambar 3.13. Penyampaian cerita
dipersembahkan dalam bentuk nyanyian oleh tukang tabab, yang selalu laki-laki.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
156
6. Pantun Sunda