Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
24
4. Secara relatif seringkali terjadi konflik di
antara kelompok yang satu dengan yang lainnya,
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas
paksaan coercion dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi,
dan
6. Adanya dominasi politik oleh suatu
kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Menurut Clifford Geertz yang dikutip oleh Zulyani Hidayah 1999:X-XI, aneka ragam
kebudayaan yang berkembang di Indonesia dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan
ekosistemnya, yaitu:
1. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia dalam Jawa, Bali
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia dalam ditandai oleh tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah
menggunakan sistem pengairan dan menghasilkan pangan padi yang ditanam di sawah. Dengan demikian, kebudayaan di Jawa yang
menggunakan tenaga kerja manusia dalam jumlah besar disertai peralatan yang relatif lebih kompleks itu merupakan perwujudan upaya manusia
yang secara lebih berani merubah ekosistemnya untuk kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
2. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia luar di luar pulau
Jawa dan Bali Kebudayaan di luar Jawa, kecuali di sekitar
Danau Toba, dataran tinggi Sumatra Barat dan Sulawesi Barat Daya, berkembang atas dasar
pertanian perladangan yang ditandai dengan jarangnya penduduk yang pada umumnya
baru beranjak dari kebiasaan hidup berburu ke arah hidup bertani. Oleh karena itu, mereka
cenderung untuk menyesuaikan diri mereka dengan ekosistem yang ada, demi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan, kebudayaan pantai yang
Sumber: Indonesian Heritage 8
Gambar 1.9 Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi
Gambar 1.10 Selain di Jawa dan Bali
kebudayaan lokal juga berkembang di seluruh wilayah Indonesia sepergi di
Biak dan dayak
Sumber: Indonesian Heritage
Di unduh dari : Bukupaket.com
Kesamaan dan Keanekaragaman Budaya
25
diwarnai kebudayaan alam, dan kebudayaan masyarakat peladang serta pemburu yang masih sering berpindah tempat. Adapun yang dimaksud
dengan kebudayaan masyarakat petani berpengairan adalah seperti yang berkembang di Pulau Jawa dan Bali.
3. Aneka ragam kebudayaan yang tidak termasuk ke dalam dua
ketergori terdahulu. H. Geertz yang dikutip oleh Zulyani Hidayah 1999:XI melengkapi
dua ketergori di atas dengan katergori ketiga, yaitu aneka ragam kebudayaan yang tidak termasuk ke dalam dua ketegori terdahulu. Kategori ketiga ini
meliputi kebudayaan orang Toraja di Sulawesi Selatan, orang Dayak di pedalaman Kalimantan, orang Halmahera, suku-suku di pedalaman Seram,
di kepulauan Nusa Tenggara, orang Gayo di Aceh, orang Rejang di Bengkulu dan Lampung di Sumatra Selatan. Pada umumnya kebudayaan mereka itu
berkembang di atas sistem pencaharian perladangan ataupun penanam padi di ladang, sagu, jagung maupun akar-akaran.
Pada zaman Hindia-Belanda masyarakat Indonesia digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan penjajah Belanda yang menempati
tingkat pertama, kedua adalah golongan minoritas Cina, dan ketiga adalah golongan pribumi. Hasil penelitian C. Van Vollenhoven menyebutkan
bahwa Indonesia memiliki 19 lingkungan adat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang kemudian diperbaharui oleh B. Ter Haar menjadi
24 lingkungan adat. Di seluruh Indonesia tercatat kurang lebih ada 656 suku bangsa dengan bahasa lokal sekitar 300 macam.
Nasikun mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pluralisme masyarakat Indonesia:
1. Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia atas 13.667 pulau
yang terserak di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari timur ke barat dan lebih dari 1.000 mil dari utara ke selatan.
Faktor ini merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya pluralistis suku bangsa di Indonesia.
2. Kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia
dan Samudera pasifik. Kenyataan letak yang demikian ini sangat mempengaruhi terciptanya pluralistis agama di dalam masyarakat
Indonesia melalui pengaruh kebudayaan bangsa lain, yang menyentuh masyarakat Indonesia.
3. Iklim yang berbeda dan struktur tanah yang tidak sama di antara
berbagai daerah di kepulauan nusantara ini merupakan faktor yang menciptakan pluralistis regional di Indonesia. Perbedaan curah hujan
Di unduh dari : Bukupaket.com
Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
26
dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang dapat menciptakan lingkungan ekologis yang berbeda di Indonesia, yakni daerah
pertanian sawah wet rice cultivation. Perbedaan antara Jawa dan luar Jawa di dalam bidang kependudukan, ekonomi dan sosial budaya.
Suriakusumah, 1999:718 Berbagai kenyataan di atas melahirkan struktur sosial yang bersifat
horisontal dan vertikal yang sangat kompleks pada masyarakat Indonesia. Sangat rasional sekali bila Indonesia selalu menghadapi permasalahan
konflik antaretnik, kesenjangan sosial, dan sukar sekali terjadinya integrasi secara permanen. Hambatan demikian semakin nampak dengan jelas, jika
diferensiasi sosial berdasarkan ukuran suku bangsa bersinggungan dengan ukuran lain seperti agama, kelas, ekonomi, dan bahasa. Diferensiasi sosial
yang melingkupi struktur sosial kemajemukan masyarakat Indonesia adalah:
1
Diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan adat istiadat custome differentiation
hal ini karena perbedaan etnik, budaya, agama, dan bahasa.
2 Diferensiasi yang disebabkan oleh struktural structural
differentiation , hal ini disebabkan oleh kemampuan untuk mengakses
ekonomi dan politik sehingga menyebabkan kesenjangan sosial di antara etnik yang berbeda.
Menurut Josselin de Jong, yang dikutip oleh Zulyani Hidayah
1999:XII-XIII keberagaman budaya yang tersebar di Indonesia memiliki landasan pemikiran, yaitu:
1 Bahwa pada masa lampau masyarakat Indonesia itu terdiri dari
beberapa persekutuan yang berlandaskan ikatan kekerabatan yang menganut garis keturunan secara unilineal, baik melalui keibuan
maupun kebapakan.
2 Di antara persekutuan kekerabatan itu terjalin hubungan kawin secara
tetap, sehingga terjelma tata hubungan yang mendudukkan kelompok kerabat pemberi pengantin wanita lebih tinggi daripada kedudukan
kelompok kerabat yang menerima pengantin wanita.
3 Seluruh kelompok kekerabatan yang ada biasanya terbagi dalam dua
puluh masyarakat yang dikenal dengan istilah antropologis Moiety yang satu sama lain ada dalam hubungan saling bermusuhan maupun
dalam berkawan, sehingga nampaknya persaingan yang diatur oleh adat.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Kesamaan dan Keanekaragaman Budaya
27
4 Keanggotaan setiap individu, karenanya bersifat ganda dalam arti
bahwa setiap orang bukan hanya menjadi anggota kelompok kerabat yang unilineal, melainkan juga anggota kesatuan paruh masyarakat.
5 Pembagian masyarakat dalam dua paruh masyarakat itu
mempengaruhi pengertian masyarakat terhadap isi semesta ke dalam dua kelompok yang seolah-olah saling mengisi dalam arti serba dua
yang dipertentangkan dan sebaliknya juga saling diperlukan adanya.
6 Akibatnya juga tercermin dalam sistem penilaian dalam masyarakat
yang bersangkutan. Ada pihak yang baik dan sebaliknya adapula pihak yang jahat atau buruk.
7 Seluruh susunan kemasyarakatan itu erat dihubungkan dengan sistem
kepercayaan masyarakat yang bersangkutan, terutama yang berkaitan dengan kompleks totemisme yang didominasi dengan
upacara-upacara keagamaan dalam bentuk rangkaian upacara inisiasi dan diperkuat dengan dongeng-dongeng suci baik yang berupa
kesusastraan ataupun tradisi lisan.
8 Sifat serba dua juga tercermin dalam tata susunan dewa-dewa yang
menjadi pujaan masyarakat yang bersangkutan. Walaupun dikenal lebih dari dua dewa, mereka menggolongkan ke dalam dua golongan
dewa baik dan dewa buruk. Dewa yang tergolong buruk biasanya mempunyai sifat ganda karena di satu pihak digambarkan sebagai
anggota masyarakat dewa yang mewakili golongan atas dan dipuja.
9 Tata susunan masyarakat dewa itu ternyata mempengaruhi tata
susunan kepemimpinan masyarakat dalam kehidupan politik yang seringkali merupakan pencerminan tentang kepercayaan yang
berpangkal pada kehidupan dewata.
Kemajemukan dan heterogenitas masyarakat Indonesia haruslah dikembangkan sebuah model keberagaman budaya sehingga tidak
menimbulkan konflik-konflik akibat perbedaan yang ada. Berubahnya cara pikir dalam mengambil kebijaksanaan politik khususnya berkaitan
dengan budaya sangat penting untuk menerapkan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi asas persamaan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
F. Mewujudkan Masyarakat Multikultural