Faktor Pendorong Integrasi Nasional Faktor Penghambat Integrasi Nasional

Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa 90 kehidupan sosial. Sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan. Meminjam istilah JS Furnivall bahwa integrasi sosial yang melibatkan beberapa etnik sebenarnya harus dilakukan melalui paksaan coercion suatu kelompok yang dominan terhadap kelompok lain yang tidak dominan. Kooptasi berbagai kekuatan politik lokal dilakukan untuk mematahkan berbagai tuntutan yang tidak searah dengan yang dikehendaki oleh pemerintah pusat. Hal ini dilakukan oleh partai-partai politik maupun organisasi masyarakat lainnya. Integrasi adalah proses yang tidak bisa dilakukan dan ditempuh dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan proses pembudayaan dan konsensus sosial politik diantara suku bangsa etnik yang ada di dalam negara kesatuan Indonesia. Menurut Lewis C. Coser dan George Simell, maka kerangka masyarakat yang akan kita dapatkan adalah integrasi yang selalu berada dalam bayang-bayang konflik antaretnik yang berkepanjangan. Kalau kita mengikuti pandangan penganut fungsional struktural dari Auguste Comte, melalui Durkheim sampai dengan Parsons, maka yang akan menjadi faktor mengintegrasikan masyarakat Indonesia tentulah sebuah nilai umum tentang kesepakatan bersama antarmasyarakat. Nilai-nilai umum tertentu yang disepakati secara bersama itu tidak hanya disepakati oleh sebagian besar orang etnik, akan tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus dihayati melalui proses sosialisasi, akulturasi, asimilasi, dan enkulturasi. Sementara itu, proses integrasi nasional harus melalui fase-fase sosial dan politik. Menurut Ogburn dan Nimkof bahwa integrasi merupakan sebuah proses akomodasi—kerjasama—koordinasi—asimilasi. Asimilasi ini merupakan proses dua arah to way process antaretnik yang berbeda Sehingga diperoleh sebuah konsensus dan kesepahaman atas dasar keanekaragaman budaya. Konsensus nasional mengenai bagaimana kehidupan bangsa Indonesia harus diwujudkan atau diselenggarakan, dan sebagian harus kita temukan di dalam proses pertumbuhan pancasila sebagai dasar falsafah atau ideologi negara.

K. Faktor Pendorong Integrasi Nasional

Menurut R. William Liddle, konsensus nasional yang mengintegrasikan masyarakat yang pluralistik pada hakekatnya adalah mempunyai dua tingkatan sebagai prasyarat bagi tumbuhnya suatu Di unduh dari : Bukupaket.com Dinamika dan Pewarisan Budaya 91 integrasi nasional yang tangguh. Pertama sebagian besar anggota suku bangsa bersepakat tentang batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik mereka sebagai warganya. Kedua, apabila sebagian besar anggota masyarakatnya bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat di atas wilayah negara yang bersangkutan. Nasikun menambahkan bahwa integrasi nasional yang kuat dan tangguh hanya akan berkembang di atas konsensus nasional mengenai batas-batas suatu masyarakat politik dan sistem politik yang berlaku di masyarakat tersebut. Kemudian, suatu konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan, melalui suatu konsensus nasional mengenai “Sistem nilai” yang akan mendasari hubungan-hubungan sosial diantara anggota suatu masyarakat atau suatu negara. Adapun upaya yang telah dilakukan adalah: 1. Melakukan pengorbanan sebagai langkah penyesuaian antara banyak perbedaan, perasaan, keinginan dan ukuran penilaian. 2. Mengembangkan sikap toleransi di dalam kelompok sosial. 3. Teciptanya kesadaran dan kesediaan untuk mencapai suatu konsensus. 4. Mengidentifikasi akar persamaan di antara kultur-kultur etnis yang ada. 5. Kemampuan segenap kelompok yang ada untuk berperan secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi. 6. Mengakomodasi timbulnya etnis. 7. Upaya yang kuat dalam melawan prasangka dan diskriminasi. 8. Menghilangkan pengkotak-kotakan kebudayaan.

L. Faktor Penghambat Integrasi Nasional

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh heterogenitas etnik dan bersifat unik. Secara horisontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan- kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat, dan primordialisme. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya lapisan atas dan lapisan bawah. Sejarah telah membuktikan bahwa sejak kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, NKRI selalu dirongrong oleh gerakan separatisme. Misalnya gerakan separatis DITII Kartosuwiryo di Jawa Barat, Permesta Kahar Muzakar di Di unduh dari : Bukupaket.com Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa 92 Sumatra, APRA, PKI, DITII Daud Barureh di Aceh, dan RMS di Maluku yang menyisakan banyak penderitaan dan korban. Pada saat sekarang gerakan separatis masih terus berlangsung seperti GAM Gerakan Aceh Merdeka dan OPM Organisasi Papua Merdeka. Dengan GAM, pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian perjanjian perdamaian salah satunya memberikan otonomi khusus dan pembelakuan syariat Islam dalam bidang kehidupan terutama bidang hukum. Menurut Cliffrod Gertz, apabila bangsa Indonesia tidak pandai- pandai memanajemen keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etnik, maka Indonesia akan pecah menjadi negara-negara kecil. Bila ketidakpuasan ekonomi, kelas, atau intelektual menjurus pada revolusi yang mendorong pergantian tatanan ekonomi dan politik negara-bangsa. Bila ketidakpuasan yang didasarkan ikatan primordial menjurus pada disintegrasi bangsa. Perpecahan dalam masyarakat majemuk korbannya bukan individu, kelompok, atau kelas tertentu, tapi negara-bangsa itu sendiri yang akan tercerai-berai. Hal ini ditambah dengan pandangan yang menimbulkan watak etnosentrisme dan primordialisme sempit. Etnosentrisme adalah suatu pandangan yang melekat pada diri seseorang masyarakat yang menilai kebudayaan-kebudayaan lain, selalu diukur dengan nilai kebudayaannya. Primordialisme adalah pemikiran yang mengutamakan atau menempatkan pada tempat yang pertama kepentingan suatu kelompok atau komunitas masyarakat. Pemupukan sifat seperti ini yang tanpa batas, pada akhirnya akan melahirkan gerakan-gerakan separatisme. Gerakan-gerakan separatisme dapat kalian lihat dari perlawanan Fretillin di Timor Timur. Sejak mereka bergabung dengan NKRI tahun 1976, yang akhirnya berhasil membentuk negara sendiri Timor Laste tahun 1998. Sentimen primordial kesukuan ini dihidupkan menjadi basis utama artikulasi kepentingan secara politik, karena tersumbatnya komunikasi politik melalui saluran yang ada sehingga gerakan ini mengartikulasikan kepentingan poilitik dengan berbagai cara. Selain itu, terjadinya Etnopolitic Conflict dalam dua dimensi, yaitu dimensi pertama adalah konflik di dalam tingkatan ideologis. Konflik ini terwujud dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut oleh etnik pendukungnya serta menjadi ideologi dari kesatuan sosial. Dimensi kedua adalah konflik yang terjadi dalam tingkatan politis, pada konflik ini terjadi dalam bentuk pertentangan dalam pembagian status kekuasaan, dan sumber ekonomi yang terbatas dalam masyarakat. Di unduh dari : Bukupaket.com Dinamika dan Pewarisan Budaya