Antropologi Kontekstual XI SMAMA Program Bahasa
128
kaum perantara juga turut berjasa di antaranya mereka yang berpendidikan dan menguasai bahasa budayanya Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1983.
Proses perkembangan dialek bermula pada kelompok yang berpendidikan. Dwibahasawan mereka mempergunakan koine, yaitu
ungkapan-ungkapan bahasa baku sebagai bahasa budaya, dan dialek sebagai bahasa praja. Koine mereka pergunakan untuk sesama mereka,
dan dialek mereka pergunakan jika berkomunikasi dengan penduduk setempat, petani dan kelompok sederhana lainnya. Sementara itu penduduk
sendiri adalah ekabahasawan. Walaupun mereka mengagumi koine, tapi mereka hanya mempergunakan dialek saja. Pada tahap berikutnya,
masyarakat berpendidikan itu menjadi ekabahawasan. Mereka menghindari pemakaian dialek yang sudah kehilangan dasar-dasar
kaidahnya. Sejak itu penduduk bahasanya menjadi dwibahasawan. Pada mulanya mereka belum memenuhi semua persyaratan bahasa baku
tersebut, tergantung kepada taraf pendidikan mereka. Di samping itu mereka tetap mempergunakan dialek di antara sesama mereka saja
Gairaud, 1970: 7-8, di kutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983.
2. Asal-usul dan Perkembangan Dialek
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1983, pertumbuhan dan perkembangan dialek sangat ditentukan oleh faktor
kebahasaan dan faktor luar bahasa. Keadaan alam, misalnya mempengaruhi ruang gerak penduduk setempat, baik dalam
mempermudah penduduk berkomunikasi dengan dunia luar maupun mengurangi adanya kemungkinan itu Guiraud, 1970. Sejalan dengan
adanya batas alam tersebut, dapat dilihat pula adanya batas-batas politik yang menjadi jembatan terjadinya pertukaran budaya. Hal itu menjadi
salah satu sarana terjadinya pertukaran bahasa. Demikian pula halnya dengan ekonomi, cara hidup dan sebagainya. Tercermin pula di dalam
dialek yang bersangkutan Guiraud, 1970.
Menurut Guiraud 1970: 26 yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa 1983 terjadinya ragam dialek itu disebabkan oleh adanya hubungan dan keunggulan bahasa yang terbawa ketika terjadi
perpindahan penduduk, penyerbuan atau penjajahan. Hal yang tidak boleh dilupakan ialah peranan dialek atau bahasa yang bertetangga di dalam
proses terjadinya suatu dialek itu. Dari dialek dan bahasa yang bertetangga itu, masuklah anasir kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Kesamaan dan Keragaman Bahasa dan Dialek
129
Setelah itu kemudian ada di antara dialek tersebut yang diangkat menjadi bahasa baku, maka peranan bahasa baku itu pun tidak boleh dilupakan.
Sementara pada gilirannya, bahasa baku tetap terkena pengaruhnya baik dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya.
Selanjutnya, dialek berkembang menuju dua arah, yaitu perkembangan membaik dan perkembangan memburuk. Menurut Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1983, Bahasa Sunda di kota Bandung dijadikan dasar bahasa sekolah yang kemudian dianggap sebagai
bahasa Sunda baku. Hal tersebut didasarkan kepada faktor obyektif dan subyektif. Secara obyektif memang harus diakui bahwa Bahasa Sunda
kota Bandung memberikan kemungkinan lebih besar untuk dijadikan bahasa sekolah dan kemudian sebagai bahasa Sunda Baku. Hal ini dialek
bahasa Sunda mengalami perkembangan membaik.
Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa 1983, memberi contoh perkembangan dialek yang memburuk sebagai berikut. Pada lima tahun
yang lalu, penduduk kampung Legok Indramayu masih berbicara Bahasa Sunda. Sekarang penduduk kampung itu hanya dapat mempergunakan
Bahasa Jawa – Cirebon. Dengan kata lain, bahasa Sunda di kampung itu sekarang telah lenyap, dan kelenyapan itu merupakan keadaan yang
paling buruk dari perkembangan memburuk suatu bahasa atau dialek.
3. Pembeda Dialek